II. Tersenyum

12 4 0
                                    

"Rizan." Dua sosok gadis berlari ke arah Rizan dan Sani. Pertarungan hebat telah usai beberapa menit lalu. Kerumunan pun bubar dengan meninggalkan kesan di setiap masing-masing individu.

Suara itu milik Desya. Rengga mengikutinya dari belakang.

Dalam kesehariannya yang selalu melatih kekuatan fisik, kecepatan Desya jauh lebih unggul dibanding Rengga. Itu justru membuat dia terlihat mengerikan sebagai seorang perempuan.

Sesampai di hadapan kedua teman laki-lakinya, Desya langsung menilik-nilik keadaan Rizan.

"Rizan, kemari. Kulihat lukamu" Dia menenteng kotak PKKK di tangan.

Rizan menyodorkan kedua lengannya. Penuh memar ungu. Sani ternyata tanpa segan menghajar dia sampai belur

Menyaksikan sikap Desya, sepupu di samping protes akan haknya.

"Aku tidak kau pedulikan, Desya? Aku ini sepupumu."

"Bosan," ketus Desya. Dia sama sekali tak menghiraukan.

"Padahal, sebelum kau bertemu dengan Rizan, kau selalu saja mengusikku seolah kau adalah kakakku."

"Rizan lebih menghargai perhatianku dari pada dirimu."

Sani terkujur lemas. "Mengertilah .... Sebagai seorang adik, aku sudah mulai berusaha menyayangimu."

Rizan tertawa kecil. Ia berpikir bahwa dua bersaudara ini benar-benar cocok.

"Sial! Aku terlambat. Fuh ... hah ...." Rengga barusaja sampai dengan nafas tersenggal-senggal.

"Kau tidak terlambat, Rengga. Ada Sani yang bisa kau tanyakan," cakap Rizan yang tengah asyik diobati. Sesekali dia merintih kesakitan. "Aw."

Rengga mengerucut sebal. Namun, dia tetap menurut. Bagaimana pun, Sani adalah sahabatnya juga.

"Sani, apakah kamu terluka?" tanya Rengga.

Sani terperanjat. Bidadari berwajah menggemaskan itu menanyakan kabarnya!

Dia pun bertingkah tak karuan. Gelagapan. Jika ia menyebut dirinya tidak baik-baik saja, itu akan membuat Rengga kebingungan karena dirinya tidak terluka sama sekali. Mengingat tangan kiri yang sudah dapat digerakkan kembali, ia tak tahu alasan apa lagi yang dapat digunakan.

"Aku ... aku sehat wal'afiat. Hehehe ...."

Di tengah kesibukan mereka berempat, Seorang teman lain muncul entah darimana.

"Hey, kawan."

"Kau darimana saja, Mikel," sapa Rizan.

"Aku sibuk membangun kerajaan di belakang sekolah. Maaf tidak sempat menonton pertarungan kalian."

Semua orang memahami maksud Mikel. Dia pasti bermain pasir dan membuat istana lagi bersama anak SD.

Mikel Kaba, tingkah lakunya masih kekanak-kanakan. Dia terkadang tampak serasi jika sahabatnya mendapati sedang bermain kejar-kejaran bersama anak yang bukan seumurannya.

Nama Mikel dieja menggunakan bahasa Indonesia. Kerap kali teman-teman salah memanggil dengan fonetis [maikəl]. Ya, nama itu memang cocok disebut menggunakan bahasa Inggris.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini sendirian?" Setahun lalu, Rizan tak sengaja bertemu Mikel di gedung olahraga. Itu menjadi pertemuan pertama bagi mereka berdua.

Imagination is Amazing: Promise of Stars in The Night Sky [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang