XVII. Misi Dadakan: Pengejaran

6 4 0
                                    

Krakkk!

Pecahan batu tertangkap jelas setelah Desya menyadari sebuah kejanggalan di tepi jurang. Namun, pergerakannya terlalu lambat. Ia tak bisa menggapai tangan Rizan.

Rizan terperosok.

"Rizan!" Sontak Desya berseru.

Menolak terdiam, dia terjun menukik.

Setelah menyaksikan temannya terbanting keras di permukaan air, dia mengikuti titik gelombang dan menerjang ke dalam. Sekejap tubuh diselimuti oleh rasa dingin yang sangat menusuk.

Rizan ditemukan sudah tak sadarkan diri. Darah menyembur dari perut. Air danau tak lagi hijau maupun biru. Titik-titik merah mengotori setiap partikel di permukaan. Keadaan Rizan benar-benar parah.

Sungguh mengenaskan.

****

Sani, Rengganis, dan dua bersaudara termangu menatap Rizan terbaring tak berdaya. Perban melilit perutnya yang terluka. Untung saja, Claudy cepat dalam mengatasi luka serius pasiennya.

"Kau bilang, dia tak sengaja jatuh dari tebing?" Sani bertanya.

Desya mengangguk tanda mengiyakan.

Sani terduduk di samping kasur. Dia menghela nafas seraya mengusap keluh di kening. "Padahal, setidaknya besok kita harus berangkat." Tuturnya.

Lengang.

Semua tampak berpikir. Apa yang harus mereka lakukan tanpa Rizan? Sani pun berpikir demikian. Dia tetap membutuhkan kekuatan Rizan. Dirinya dan Desya tak mampu jika harus melewati rintangan sendirian.

"Aku tidak tidak tahu apa yang akan terjadi di luar sana jika kekuatan kita berkurang satu." Sani menjelaskan keadaannya.

Tuk ... tuk ... tuk ....

Seseorang mengetuk pintu dari luar rumah, mengalihkan perhatian siapa pun.

Sani menoleh kepada dua gadis di depannya. "Claudy, Qyan, ada tamu di luar."

Claudy menjawab, "Papa Unka dan Mama By sedang di bawah. Mereka pasti akan membukakan pintu."

"Tapi, Kak. Jarang-jarang ada tamu di saat mendung begini." Qyan malah berkomentar.

Klik!

Menyadari situasi yang mencurigakan di bawah sana, Sani perlahan mendekati tangga untuk memastikan keadaan.

Jleb!

Tak lama, suara nyentrik tertangkap oleh telinga.

"Unka!" Sontak By berteriak histeris dari bawah.

Semua orang di dalam kamar terperangah. Mereka bergegas bangkit dan hendak memeriksanya.

"Berhenti!" Namun, Sani berisyarat untuk tetap diam dalam keadaan tenang dan tak bersuara sedikit pun. "Biarkan aku yang memeriksannya." Dia berbisik.

Hening. Mereka mengangguk patuh.

"Bopong Rizan dan bersembunyilah ke tempat yang aman," ujarnya lagi pelan.

Sani berjingkat menuntun kakinya menuruni satu persatu anak tangga. Dia menengok apa yang ada di balik pintu.

Betapa terkejutnya dia ketika melihat Unka sudah bersandar tak berdaya di daun pintu. Sontak dia bergegas menghampiri. "Unka!"

Imagination is Amazing: Promise of Stars in The Night Sky [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang