XII. Desa

7 4 0
                                    

"Paman, tolong jelaskan situasinya. Kenapa kau bisa berada di sini?" Rizan menyerbu Paman Bima dengan seribu pertanyaan. Rautnya tentu cemas mendapati Paman berada di dunia ini dalam keadaan mengenaskan. Walau begitu, Paman Bima justru senang dia dapat bertemu kembali dengan mereka di akhir hayatnya.

"Rizan, tenanglah." Sani berusaha menenangkan.

"Mana bisa aku tenang!"

Paman Bima tiba-tiba tertawa di kala tubuhnya terluka parah.

"Rizan, kau ini benar-benar seperti Reina."

Rizan menunduk kesal. Air matanya mulai berjatuhan "Pikirkanlah dirimu sendiri terlebih dahulu, Paman."

"Paman akan pergi, Rizan."

"Siapa yang tega melakukan hal ini kepada Paman?"

Paman Bima tersenyum. Rizan tahu sikap tersebut hanyalah kepalsuan, lelaki paruh baya itu pasti sedang menutupi kesedihan yang telah lama membendung.

"Sahabat Paman yang membawa Paman ke dunia ini."

"Sahabat?"

Rizan termangu. Dia memutar ingatannya sebagaimana sebuah rahasia akan terkuak. ".... Maksudmu Zein?"

Mendengar nama itu, Sani ikut terperangah. Jadi, tebakannya selama ini benar? Zein berasal dari dunia mereka?

Paman Bima mengangguk.

"Paman harap kalian bisa membawa sahabat Paman kembali."

Ah, pandanganku mulai kabur. Juga tak bisa mendengar apa pun lagi.

Rizan tak mengerti. Apa yang dimaksud oleh Paman Bima? Bukankah Zein adalah orang yang kejam? Mengapa dia memintanya untuk membawa kembali Zein ke dunia asal mereka?

"Paman!"

Rizan menekan luka sekali lagi.

"Hentikan, Rizan. Itu menyakiti Paman Bima." Sani mencegah, namun tangannya langsung ditepis.

Tatapan Paman Bima mulai kosong. Terkadang ia mengigau seperti orang tertidur.

"Reina, Zein, Makira, Salla ..., Nikosa, Yuni, aku merindukan kalian."

Paman Bima terus-menerus menyebut nama-nama demikian.

Rizan tertegun. Darimana dia mengetahui nama ayah dan ibunya?

"Nikosa? Yuni?"

"Makira?" Rengganis pun ternyata ikut terkejut. Ya, Paman Bima telah menyebut nama tersebut. Nama yang menjadi tujuan keluarga Rengganis bermigrasi ke Indonesia.

"Kau kenal nama itu?" tanya Sani penasaran.

"Bibiku," ungkapnya singkat.

"Benarkah?"

"Tidak perlu dipikirkan, mungkin orang yang berbeda."

Rengganis bergumam mengelak. Dia tak mau membahasnya saat ini, karena perhatian seharusnya ditujukan kepada Paman Bima.

Dalam beberapa detik, Paman Bima telah menghembuskan nafas terakhir. Seseorang harus mengatakan bahwa semua ini tidaklah nyata.

Rizan terkujur lemas bersama mentalnya yang begitu rapuh.

"Rizan."

Sani tak bosan untuk mendatangi Rizan di kala duka menghantam. Dia selalu menaruh tangannya di bahu, memohon Rizan untuk tetap tabah dan merelakan kepergian orang-orang yang disayang.

Desya meniru perbuatan Sani. Namun, cengkramannya sedikit kuat. Dia mengertakkan gigi, penuh akan luapan amarah. Di dalamnya tertaruh dendam terhadap orang yang telah berani membuat Rizan hancur sedalam-dalamnya.

Imagination is Amazing: Promise of Stars in The Night Sky [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang