XVI. Kematian

6 4 0
                                    

Dini hari, aku terbangun oleh suara gaduh dari kamar orangtuaku. Tak biasanya mereka ribut di kala langit masih gelap.

Saking penasarannya, aku memeriksa keadaan sembari berjalan terhuyung menahan rasa kantuk.

"Sayang, bisa tidak, kalau mengemas barang tidak perlu tergesa-gesa? Kamu bisa membuat Rizan terbangun."

Ibuku terlihat sedang menegur ayah yang sibuk memasukkan sesuatu ke dalam ransel.

Ayah terkekeh. "Biar saja. Kalau begitu, mengapa tidak kita kejutkan saja?"

Apa yang dapat mengejutkanku? Maksudku, jam segini orang-orang sibuk mengumpulkan nyawa. Mana ada yang peduli dengan kejutan? Ya, aku lebih terkejut bila ada orang yang terkejut sekarang.

"Ibu, Ayah, apa yang sedang kalian ributkan? Ayam saja belum berkokok, lho," ucapku tiba-tiba. Mereka terperangah lalu menengok ke arahku. Batinku menggelitik. Nyatanya mereka yang berhasil kukejutkan.

"Rizan?" sapa ibuku.

Aku tak membalas. Hal lain lebih menarik perhatianku. Aku menatap wajah Ayah yang telah lama tak kujumpai.

"Akhirnya Ayah pulang. Berapa lama jam istirahat yang diberikan sampai ayah kembali bekerja?" ujarku menyapa Ayah yang rautnya sedang bersinar.

Ayah menyeringai jahil. "Coba tebak."

"Eng ... lima jam?"

Ayah menggeleng.

"1 Hari?" Aku menjawab lagi.

Ayah kembali menggeleng.

Aku hendak menjawab lagi. Namun, ayah lebih dahulu menghampiri dan berlutut di hadapanku.

"Ayah naik jabatan. Ayah dapat kembali bekerja kapan pun yang ayah mau," jelasnya.

Aku termangu sejenak. Tanganku yang tengah sibuk mengusap kantong mata perlahan terhenti. Aku tarik kata-kataku, aku terkejut mendengar berita tersebut!

"Benarkah?" Mataku membulat. Rasa kantukku menghilang begitu saja.

Ayah mengangguk meyakinkanku.

Aku tersenyum lebar. Jujur, aku tak pernah merasa sebahagia ini. Akhirnya Ayah bisa lepas dari pekerjaan gilanya. Padahal ia memiliki tubuh yang lemah, tapi dia selalu saja memaksakan diri. Setiap kali pulang, dia kembali untuk istirahat atau mengambil cuti karena jatuh sakit.

"Lalu untuk apa barang-barang yang kalian kemas itu?"

Ayah dan Ibu saling menatap. Mereka seakan tak menyangka aku tidak menyadari sesuatu.

Ayah menjawab semangat, "Tentu untuk merayakan hari yang spesial, kita sekeluarga akan bertamasya!"

Aku berpikir sejenak. Memangnya ada apa dengan hari ini?

Sial aku baru mengingatnya. Hati pun semakin bergembira. "Hari ini adalah ulang tahunku!"

Kedua orangtuaku tersenyum menyaksikanku heboh kegirangan.

"Yes! Jalan-jalan!"

Fajar mulai menyingsing. Ayam berkokok sebelum ibuku menyuruhku untuk segera bersiap-siap.

Aku baru menginjak usia yang ke-6. Masa itu adalah tahun terakhirku menjadi anak yang periang.

****

Imagination is Amazing: Promise of Stars in The Night Sky [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang