Leluhur ke-17 merupakan sosok yang detail dan dia memiliki pekerjaan cukup rumit. Dia pun menjadi kepala klan setelah mangkatnya leluhur ke-16 diusia yang masih agak muda. Dia menyimpan satu kisah yang dipendam hingga maut menjemput.
•••••••••••••••••••
Oktober, 1936
Terkutuk! Bisakah mereka berhenti mengoceh? Kepalaku terasa penuh pula pening, seperti akan meledak. Apa mereka tak sabar? Oh, ayolah aku baru saja membereskan dokumen-dokumen di kepolisian lalu saat tiba di kediaman utama langsung ditodong omelan. Apa tidak kesal, hah. Ya, aku tahu ini penting juga, tetapi sabarlah. Semua akan jelas, kok.
Sebetulnya tak pernah terbayangkan bahwa salah satu anggota keluarga kami mengalami kemalangan. Semula segalanya masih aman terkendali bahkan tadi siang aku masih bertemu dengannya. Ya, dia satu-satunya anak perempuan yang ada di garis keturunan utama.
Dia mewakili kemuliaan Klan Takeshiko dengan paras yang indah dan tutur katanya yang sopan mencerminkan bahwa wanita di klan kami memiliki moral.
Kini dia telah tewas. Kepergian yang mendadak mengguncang seisi klan termasuk para tetua yang sedari tadi menghujami pertanyaan kepadaku. Sebetulnya aku sudah lelah meladeni mereka. Namun, tugasku sebagai kepala klan harus menjelaskan situasi secara detail.
Sial sekali. Padahal dari pagi sampai petang aku berkutat dengan pasien di rumah sakit dan kini berhadapan dengan para tetua.
Nasib, nasib.
Nah, pada saat kami berkumpul di aula. Beberapa polisi turut hadir untuk memberikan penjelasan tambahan atau menjawab pertanyaan yang diperlukan. Untungnya sepupuku Kageshiko bekerja di satuan investigasi jadi dia dengan mudah meminta sebagian unitnya berkunjung ke kediaman utama. Menjelaskan temuan dilapangan.
Memang ini berlebihan, tetapi keluargaku dikenal keras kepala. Jadi, ya mau tidak mau polisi yang datang ke mari.
Kemudian, Kageshiko menjelaskam urutan kejadian berdasarkan penglihatan saksi mengenai tewasnya Ayumu yang ditabrak mobil. Ayumu diperkirakan sedang menuju kediaman guru pengajar harian biolanya dan itu harus melalui jalan raya.
Saksi berkata bahwa dari arah timur seorang pengendara mobil toyoda melaju kencang dan tanpa aba-aba membanting setir ke arah Ayumu yang sedang berjongkok membetulkan kaus kaki. Tentu bisa diterka kalau Ayumu tak sempat menghindar. Dia langsung tewas setelah terpental menghantam tiang listrik.
Mendengarkan penuturan dari Kageshiko seluruh anggota menahan amarah. Mereka tampak mengunci mulut, menggigit bibir dan menekan lantai kuat-kuat. Kemudian, aku melirik Kageshiko memberi isyarat untuk meneruskan temuan atau pengakuan saksi di tempat.
Ya, saksi yang melapor adalah penjual ubi bakar, pengantar koran, wanita penjaga buket bunga dan terakhir Kageshiko sendiri yang sedang pergi untuk memberikan dokumen ke kantor polisi lain.
Bagiku seluruh keterangan saksi tampak akurat. Masing-masing memiliki alibi kuat. Namun, yang membuatku janggal adalah si pengumudi mobil yang langsung melarikan diri. Sekarang para polisi masih memburunya.
Kami pun berusaha menerka motif pelaku sampai membunuh Ayumi dengan cara menyeramkan.
Merepotkan. Aku yakin tidak akan bisa tidur tenang.

KAMU SEDANG MEMBACA
20 Seson
Historical Fiction[UNBK WGA Gen 9] [The History Journal] . . 20 leluhur menatapmu. Cawanmu terangkat dan telah diisi arak merah. 20 leluhur tertawa. Rasa pahit arak mengguncang lidahmu dan mereka masih terbahak liar. 20 leluhur menyalakan lilin merah. Salah satu di a...