Bad Savior

2.1K 172 37
                                    

Isabella menghela nafas kasar saat setelah membereskan pengetikan novelnya yang sempat tertunda. Gadis itu menatap layar laptop yang menghitam sebelum akhirnya bangkit dari sofa untuk berganti pakaian. Hari ini ia akan mengunjungi orang tuanya di mansion Argezta.

Gadis itu segera memilih baju yang cocok ia gunakan di hari yang panas ini. Pilihannya jatuh pada baju lengan pendek merah muda dengan potongan segitiga di bawahnya. Dipadupadankan dengan celana hitam highwaist.

Ia menatap wajahnya di pantulan cermin rias. Jemarinya menyentuh sudut bibirnya yag masih terluka lalu memar pada tulang pipinya yang kentara. Sambil menahan sesak ia menutup semua luka dengan alas bedak yang ia punya.

Netra kucingnya ia paksakan untuk mrnahan air mata. Berusaha memberikan binar bahagia agar semua orang tak curiga. Terutama orang tuanya.

Hari ini. Ia akan pergi sendiri.

Karena semenjak tragedi malam itu. Jayden sama sekali enggan menemuinya.

_____

Jayden menyimpan gitarnya setelah menyelesaikan lagu terakhir yang akan bandnya bawakan diacara ajang penghargaan. Lelaki itu meraih sebotol air mineral dari atas meja sebelum mendudukkan dirinya disofa sambil membuka ponselnya. Memeriksa beberapa pesan masuk.

Tak ada satupun pesan dari istrinya. Jaydrn menatap tajam pada layar ponselnya yang menghitam, hatinya semakin panas kala mengingat kejafian dimana Isabella dengan mudahnya berhubungan lewat benda pipih menyala drngan lelai diluar sana.

"Bajingan!" gerutu lelaki itu. Ia memang bukan lelaki setia. Tapi Isabella harus menjadi istri yang setia untuknya.

Hanya ia yang boleh bermain main.

"Mau kemana lo Jay?" tanya Mahesa saat Jayden bangkut dari sofa menyambar jaketnya.

"Balik! Bini gue nungguin dirumah"

_______

"Loh ada apa rame-rame?"

Setelah sekian purnama dan beberapa waktu terlewati Isabella sampai dimansion besar yang pernah menaunginya sekitar lebih dari 10 tahun lamanya. Namun baru juga melangkahkan kaki disana, indra pendengarnya sudah mendrngar suara teriakan keras dan keributan dari dalam. Ia lantas menatap bingung pada pintu utama yang terbuka lebar.

"Itu Non. Ibu—" belum sempat pa Satpam menyelesaikan ucapannya. Jantung Isabella seketika berhenti berdetak saat melihat sosok ibunya yag di dorong hingga terjatuh oleh mertuanya sendiri.

"Ibu!" Pekik Isabella menghampiri ibunya yang tergeletak ditanah setelah tertimpa koper besar yang Zenna buang hingga isinya berantakan kemana mana.

"DASAR MALING! KELUAR KAMU DARI RUMAH SAYA!" Isabella menengadahkan kepalanya meminta sebuah kejelasan lewat tatapan sambil memegang pundak ibunya yang menangis. Sambil memohon pada sosok wanita yang menatapnya nyalang dari atas.

"Ini ada apa Bu? Kenapa Ibu saya di usir seperti ini?"suara lembut Isabella tak pernah berubah kasar. Gadis itu masih bertindak sopan membuat Zenna muak melihatnya. Waita berdress hitam itu lalu menarik baju Isabella dan mrnampar pipi gadis itu keras.

"Wanita sialan itu mencuri perhiasan saya!"

Netra Isabella terbelalak, sambil memegang pipinya ia lantas menoleh pada ibunya yang menyorot penuh rasa bersalah kearahnya.

"Ibu saya gak mungkin melakukan hal itu! Ibu jangan fitnah!" jawab Isabella gemetar.

"Saya? Fitnah? Heh miskin! Dia sudah mengakui kalau dia mencuri perhiasan saya! Dia bahkan menjualnya! Masih aja ngelak!" Bentak Zenna pada keduanya. Sambil berkacak pinggang wanita itu menunjuk gerbang utama yang terbuka lebar tanpa melepas tatapan tajamnya.

BAD SAVIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang