Bad Savior-17

2.4K 207 28
                                    

"Udaranya dingin banget ya?" suara lembut Isabella berterbangan layaknya langit malam. Jayden meraih pematik dari atas meja samping kursi yang mereka duduki. Sambil menyalakan rokoknya, memberikan suasana hangat pada langit temaram serta hembusan angin malam yang mencekam.

"Jayden, bentar lagi kamu ikut acara award kan?"

"Ya" balas Jayden singkat sambil menghembuskan asap rokoknya ke udara. Isabella menumpu kedua tangannya di samping tubuhnya.

"Apa aja yang udah kamu siapin?" Jayden melirik Isabella yang selalu menanyakan hal kecil padanya.

"Semuanya. Paggung, costum, dan lagu. Semuanya udah jadi tinggal tampil" wajah Isabella berubah merekah. Gadis itu mengganti posisi duduknya menyamping agar dapat mrlihat Jayden lebih jelas.

"Kamu mau nampilin apa aja?"

"Tiga lagu dan 1 lagu duet"

"Oh ya? Sama siapa?"

"Milena" Isabella terdiam. Jayden menghisap rokoknya dalam keheningan. Sedangkan gadis itu tersenyum simpul namun sirat akan rasa sakit. Pertanyaan di benaknya berduara, kenapa harus Milena? kenapa harus artis pendatang baru yang namanya selalu Jayden agungkan? Kenapa Jayden dengan mudah mengucap nama itu daripada namanya sendiri?

"Kamu sama Milena deket banget ya?" Jayden menoleh. Menatap lekat pada netra Isabella yang menyiratkan sebuah kekecewaan kecil serta sebuah ketergangguan rasa. Jayden suka, ia cinta bagaimana Isabella hendak menangis karena dirinya. Memohon serta memperlakukan dirinya layaknya orang yang paling diinginkan.

"Ya, lebih dekat dari yang lo pikirkan"Isabella lagi dan lagi memandang mematikan.

"Pacaran?" Jayden terus melemparkan netra elangnya pada wajah cantik berpipi chubby di depannya.

"Kalau gue bilang lebih dari itu, lo bakal kecewa?" Isabella mengalihkan tatapannya sambil menyulam jemarinya di genggaman yang utuh. Gadis itu harusnya sadar diri dari awal Jayden hanya mejadikannya mainan untuk di gunakan sesuka hati bukan pasangan yang harusnya dicintai. Ia menghela nafas sambil mengarahkan atensinya pada air kolam yang dingin.

"Bohong kalau aku bilang gak kecewa. Tapi aku gak bisa maksa, dari awal hubungan kita udah terlalu rancu. Aku harusnya sadar diri, mana mungkin aku bisa membuat lelaki sempurna seperti kamu suka sama aku" kata Isabella jujur pada setiap perfektif negatif. Jayden semakin bahagia melihat mental Isabella tertekan oleh ungkapn cinta yag sukit terbantah. Gadis itu memandang kolam  tanpa berkaca kaca seolah kata katanya bukanlah hal yang berat ataupun dewasa. Masalah perasaan bagi Isabella mungkin sangat mudah, hingga saat tersakiti pun dia masih mampu tersenyum tanpa kata.

"Jayden" panggil Isabella tak kapok dengan pembunuhan perasaan yang Jayden berikan.

"Kemarin kan aku pernah bilang kalau Ibu aku mau tinggal sementara waktu disini. Setidaknya sampai bapak sembuh. Gapapa kan?" Jayden menaikkan sebelah alisnya, netra elang berwarna gelap milik lelaki undercut silver melirik pada Isabella dengan dress tidur merah mudanya. Gadis itu selalu saja memakai semua pakaian berwarna merah muda hingga warna lembut itu sangat melekat di tubuhnya yang kurus serta kulitnya yang kuning langsat.

"Boleh" Jayden ikut duduk menyamping. Menatap wajah istri terpaksanya lebih dekat.

"Tapi, lo tau kan harus ngapain?"

Seketika senyum pada bibir tipis Isabella luntur. Apalagi saat Jayden menjambak belakang rambut gadis itu lalu menghempaskannya ke bawah. Membuat tubuh Isabella membentur rumput dengan kerasnya. Jatuh bersimpuh tepat di bawah kaki Jayden sambil meringis kesakitan. Belum sempat mengekuh ataupun menangis kelu rambutnya yang sudah kusut kembali Jayden tarik agar wajahnya terangkat. Dan memandang dua pupil matanya yang kelam.


"Hisap!" Titah Jayden membuka resleting celananya. Jantung Isabella jatuh saat sesuatu yang besar itu 'berdiri' tegak tepat di depan wajahnya. Tubuh Isabella gemeta ketakutan dan hal itu semakin memacu adrenalin serta kepuasan dalam diri Jayden.

"Puasin gue pake mulut cantik lo"Suaranya terdrngar rendah namun tak terbantahkan. Isabella hendak menolaknya namun kuasa Jayden diatas segalanya. Lelaki itu memperlakukan Isabella layaknya pelacur yang gila harta. Mengabaikan luka lara serta air mata pada tubuhnya yang bergetar melakukan suatu hal yang fana.

_____

"Oke sekarang giliran baju duet untuk Jayden sama Milena Gentara"

Milena dengan surai maroon bergelombangnya yang indah semula tengah duduk sambil membaca majalah Fashion terbaru melirik pada stylist yang sudah memaggilnya untuk fitting. Gadis itu pun segera bangkit dati duduknya dengan anggun menghampiri seorang lelaki berkepribadian layaknya waita bersurai blonde itu.

"Uuuy cantiknyes. Mukamu itu udah glowinng, shinning, shimmering, splendid bagusnya Ay kasyih You bau mewah dan mrgah biar kaya disney princess, oh wait wait Ay punya banyak pilihan" Pria betbeda arah itu berjalan rempong kearah wardrobe meraih beberapa baju panggung yang cocok untuk Milena.

Ada yang warnanya Biru drngan rok payung. Merah berpotongan putri duyung sampai hitam yang menjuntai. Jujur Milena jiga bingung di buatnya. Ia melirik lada cermin dimana ketiga baju itu sudah bergantian bertengger di tubuhnya yang ramping.

"Duh gue bingung" kata Milena jujur.

"Ay bilang juga apa. Semuanya cocok di you"

"Pilohin aja yang paling bagus"Pria rempong itu juga kebingungan sendiri saat Milena menyuruhnya untuk memilihkan baju. Netra cantik Milena yang semula pada satu titik Pria yang cantik malah beralih pada sajtu baju toxedo hitam dan kemeja yang terlihat elegant berwarna hitam berhint silver. Melihat itu ia jadi tetingat dengan Jayden.

Ya, sepertinya ia bisa meminta pandapat lelaki itu.

"Kalau You bingung Ay fitting baju cowonya dulu. Semetara you pikir pikir dulu oke??" Milena mengangguk.

"JAYDEN!!" teriaknya bersuara bariton membuat Milena kaget bukan main. Pria itu pun tersenyum sambil mengedepip ngedipkan matanya malu. Milena menggeleng aneh dengan sikap manusia di depanya lalu kembali mendudukan diri di sofa yang semula ia singgahi. Sambil mendial nomor Jayden.

"Hallo, Jayden?"


"Hallo, Len?" suara serak nan berat lelaki itu menyapa indranya.

"Lo dimana?"

"Gue... Masih dirumah, ada apaan?"

"Kita harus fitting baju buat peform, lo lupa?" terdrngar suara dengusan dari sana.

"Ah iya, wait 30 menit dari sekarang gue nyampe disana"

"Jangan bikin gue nunggu lebih lama!"kesal Milena, Jayden tertawa di sebrang sana. Tak lama terdengar suara pintu serta langkah kaki yang mendekat.

"Jayden aku harus minum ini?"


Suara Jayden tergantikan dengan suara seorang perempuan yang menggema. Kening Milena saling bertaut.

"Lo belum minum?"

"Aku kelupaan"

"Lo mau hamil hah?! Bangsat cepet minum! Gue gamau punya anak sama lo"

"Tapi, gimana kalau efeknya aku gak bisa punya anak karena bayak minum pil kontrasepsi?"

"Ya bagus! Biar gaada pengikat diantara pernikahan sialan ini"


Suaranya agak samar mungkin karena Jayden sengaja menjauhkan ponselnya namun masih bisa Milena dengar dan resapi maksud dan tujuannya. Ia memainkan kukunya, masih ingun mendengar lebih banyak dari sambungan telfon yang belum padam.

"Argh Shit" terdengar umpatan dari sebrang sana. Pertanda sang empu sadar jika sedari awal telfonnya belum benar benar tertutup.

"Len gue otw sekarang. Tunggu gue disana"

kali ini tefonnya benar benar tertutup. Milena menyeringai kecil sambil memandang ponselnya yang menyala.

Sepertinya, Jayden merahasiakan sesuatu dibelakangnya.

-------

BAD SAVIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang