Bagian 10
.
.
.
Jovi menggigit kecil pipi bagian dalamnya, berusaha tenang dikala pikirannya melayang jauh sebab sebentar lagi akan bertemu orang tua calon suaminya. Kalau dari beberapa cerita yang pernah keluar dari mulut Andri, Papih dan Mamihnya adalah orang dengan pemikiran terbuka, mereka baik juga tidak mudah menilai orang hanya dari penampilan saja. Yang ingin disampaikan Andri sesungguhnya ialah keluarganya berbeda dari keluarga besarnya.
Seolah tahu Jovi gugup setengah mati, Andri genggam tangan cantik itu lalu rasakan dingin menjalar menuju tangannya sendiri. Berkali-kali Andri bilang semuanya akan baik-baik saja dan mereka bisa lalui hari ini bersama. "Hey, nggak apa-apa. Santai aja."
Anggukan dari Jovi lalu disusul suara pagar yang dibuka seseorang. Andri lambaikan tangan sembari lebarkan senyumnya menyapa bapak supir yang biasa kemana-mana bersama sang Mamih. Keduanya berjalan beriringan masuk rumah setelah Andri memarkirkan mobil di garasi.
"Duh Ari...Ari... segala banget bilang mau dinner, di rumah pula. Kenapa kita gak janjian di resto aja sih?" keluh seorang pria paruh baya berpakaian rumahan sambil menghampiri keduanya dan memeluk Andri erat.
"Pih, ini Ari nanti penyeettt!!!" protes Andri yang hanya dihadiahi tertawaan dari lawannya.
"Katanya mau ada yang diomongin—OW! Siapa ini??"
Jovi ulurkan tangan. "Malam, Om. Perkenalkan saya Jovi—"
"Pacarnya Ari tuh, Pih!" seru wanita yang menggendong bayi sembari berjalan menuju mereka.
Itu Ara. Kembaran Andri yang tempo hari berkunjung ke apartemen.
Hening sejenak menyapa telinga yang tak lama kemudian disambut dengan teriakan Mamih dari arah dapur.
"AKHIIIRRNYAAAA HIYANDRRIII!!! AAAAA MAMIH SENENG BANGETT!!"
Wanita paruh baya yang mengenakan dress sederhana itu sedikit berlari lalu memeluk erat sekali Jovi tanpa peduli Andri yang sudah protes lagi kali ini karena Jovi wajahnya sedikit pucat. "Itu lepasin dulu pelukannya, Mih. Jovi nggak bisa napas!!"
"Oh iya, maaf ya, Nak. Kalau begitu ayo masuk! Kita makan masakan Mamih, pacarnya Andri harus cobain masakan Mamih!"
Rasa gugup yang menggerogotinya tiba-tiba lenyap begitu saja berganti dengan perasaan terharu atas sambutan hangat keluarga calon suaminya. Jovi tersenyum lebar menjawab berbagai pertanyaan mengenai dirinya; apa makanan kesukaannya, lebih suka ayam goreng atau ayam bakar, dan seafood apa yang ia gemari. Sampai pada waktunya makan bersama, Jovi pandangi satu persatu anggota keluarga yang duduk di meja makan.
They living their best life as family.
Bisa-bisanya ia ingin menangis berharap keluarganya juga bahagia seperti ini.
"Nah, Pih, Mih. Ari mau ngumumin sesuatu," ucapnya bersamaan dengan genggaman yang ia berikan untuk Jovi. "Ari dan Jovi berencana untuk menikah, mungkin dekat-dekat ini. Kebetulan kerjaannya Jovi juga di kota, jadi kami putuskan menikah biar nggak lama-lama pacaran gitu."
"Mendadak banget, Ri?" heran sang Mamih.
Papih yang dari tadi diam saja tiba-tiba buka suara diantara keheningan. "Kamu ngehamilin Jovi, Ri? Goal gitu makanya langsung nikah cepet jebret gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing to Lose || hyunin
FanfictionAndri sudah muak mendengar pertanyaan mengenai pernikahan; kapan ia akan menikah, pesta pernikahan seperti apa yang ia inginkan, dan apakah ia tidak mau cepat menikah. Ditambah kelahiran anak kedua dari kembarannya, rasanya Andri mau kabur saja dari...