Bagian 13
.
.
.
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Jovi dan Andri putuskan untuk pergi ke kampung halaman Jovi demi restu atas pernikahan yang mereka rencanakan. Keduanya bergantian menyetir dan banyak mengobrol mengenai hal-hal yang mereka alami selama beberapa hari belakangan.
Satu hal yang Jovi sangat suka dari calon suaminya adalah pria itu sangat perhatian. Andri selalu perhatikan titik-titik kecil mengenai diri Jovi dan menguntainya menjadi sebuah garis yang ia ingat dalam pikiran. Jovi merasa benar-benar beruntung mengenal pria itu dan akan menikahinya dalam waktu dekat.
Dari jalan tol yang besar berubah menjadi jalanan besar perbatasan lalu berubah lagi menjadi jalan kecil yang muat satu mobil. Bisa Jovi tengok dari jendela mobil banyak orang yang berkumpul di rumah Pak Kades entah apa yang tengah terjadi. Ia arahkan Andri untuk berbelok di ujung jalan dan berhenti di rumah dengan cat biru muda yang sudah luntur sana-sini di makan waktu.
Setelah memarkirkan mobil, keduanya turun dan mengambil barang-barang yang dibawanya dari Kota. Tidak ada yang spesial sebetulnya, hanya buah tangan berupa makanan mahal dari Andri yang memaksa dirinya untuk membelikan sesuatu yang jarang ditemukan di desa. Jovi duduk di teras dengan Andri yang ikuti langkahnya dari belakang, mereka lepaskan sandal dan sepatu yang dikenakan lalu dengan santai Jovi buka pintu rumah itu.
"Loh? Tumben dikunci?"
"Ada apa, Jo?"
Jovi menengok ke kanan dan kiri, sengaja hampiri jendela yang kurang ditutup rapat. Ia longokkan kepala ke dalam tapi tidak ada sama sekali aktivitas di dalam rumah. Namun, tak seberapa lama dari aksinya yang seperti maling itu terdengar suara langkah yang cukup ramai mendekat ke arah rumah.
"Mobil siapa sih ini?! Enak banget parkir di sini kayak lahan punya bapaknya aja!!" suara orang bersungut-sungut itu cukup keras alihkan perhatian keduanya.
"Itu—"
"Ibu!! Mas Iyon!! Abis darimana sih?" kali ini Jovi yang bersungut-sungut.
Orang yang dipanggil Mas Iyon melebarkan matanya. "LOH DEK?! Kamu toh! Ini mobil kamu ngehutang sama siapa—oh!"
Raut dari setiap anggota keluarga Jovi tunjukkan keterkejutan. Andri bisa rasakan dingin menjalar dari telapak kaki dan jemari tangannya sebab dipandangi begitu tajamnya oleh keluarga itu, terutama seseorang yang ia ketahui sebagai kakaknya Jovi. Ia berikan senyum ramah lalu anggukan kepala sopan dengan harapan tatapan mata yang melihatnya dari atas ke bawah berulang-ulang itu bisa lenyap.
"Gak usah kayak gitu ngelihatinnya! Lagian Mas Ari tuh manusia bukan setan," ujar Jovi sembari lipat tangannya di depan dada. "tolong buka dulu pintunya nanti kita ngobrol di dalam."
Langkah besar yang terkesan grasak-grusuk sungguh membuatnya merasa semakin kecil tapi diantara kegugupannya, Jovi beri senyum hangat sembari tangkap dan genggam tangannya membawa keduanya masuk ke rumah. "Santai, Mas...."
Jika boleh jujur, Andri pernah membayangkan dirinya hidup di rumah tua seperti milik keluarga Jovi. Sering kali ia berpikir bahwa hidup di pedesaan seperti ini bisa membuatnya lebih nyaman ketimbang tinggal di kota yang serba sempit dan serba menekan. Ia suka rumah Jovi; atapnya tinggi membuat rumah itu terasa sejuk, lantainya bukanlah marmer mahal seperti di rumah atau apartemennya—lantainya hanya cor semen yang diratakan tanpa ubin, dan furnitur jadul yang menambah nuansa nostalgia. Andri sangat suka rumah ini.
Ia dibawa ke kamar si calon suami, biarkan dirinya ditarik sana-sini sesuka hati. "Ini kamarku, kamu beresin barang aja dulu ya? Aku ke dapur sebentar," kata Jovi.
Satu anggukan diberikan Andri, pria yang lebih muda langsung melesat menuju dapur. Ia perhatikan satu persatu anggota keluarganya yang sudah duduk melingkar sambil konsumsi beberapa cemilan dari kotak yang sedari tadi dibawa-bawa. Jovi berdeham lalu duduk di kursi yang masih kosong.
"Jadi?" ucap Yun padanya.
"Ya, itu Mas Ari, pacarku."
"HAH?!" –ini reaksi real dari kakak dan adiknya sedangkan ibunya mengembuskan napas.
"Aduh jangan teriak bisa nggak sih!"
Sang ibu mengiyakan dan beranjak dari duduk. "Yo, baguslah kalau begitu, Ibu jadi nggak khawatir. Sudah makan belum? Pacarmu itu suka makanan apa? Biar ibu siapin sambil dia suruh bersih-bersih."
"Masak yang nggak repot aja, Bu," Jawab Jovi.
"Ian, kamu wis kasih tau kalau kamar mandinya di luar?" tanya Mas Iyon.
"Nanti biar aku temenin dia, yang penting kalian jangan ngomong macem-macem yang aneh-aneh ke dia loh ya! Awas aja!"
Dengan peringatan yang ia berikan pada kakak dan adiknya, kakinya ia langkahkan menuju kamar. "Mas, mandi sekarang mau?" tanya Jovi.
"Oh ya, boleh, Jo."
"Mau pakai air panas ndak? Kalau mau nanti aku masakin dulu—"
Andri mengernyit. "Memang airnya dingin banget?"
"Yah... lumayan... kamu kan gak biasa," gumam Jovi berikan gestur bingung.
"Yowes lah! Terabas aja! Ayo mandi!"
Jovi mengambil pakaian dari lemari dan meminta Andri untuk mengikutinya dari belakang. Jika boleh jujur lagi, Andri tidak ada ekspektasi apapun mengenai desa yang sering disebut Jovi sangat ketinggalan zaman. Bagaimanapun di era modern ini setiap jengkal kehidupan pasti berubah tidak hanya di kota, di desa pun pasti terdapat perubahan meski tak signifikan.
Sampai ia temukan fakta bahwa kamar mandi di rumah Jovi terletak di luar, terpisah dari rumah dan mengarah langsung ke tambak.
"Jovi? Ini mandinya di luar?" Jovi menahan tawa pandangi wajah Andri yang terlihat sangat lucu karena terkejut.
"Iya, mandinya di luar, tapi kalau mau ke toilet ada di dalem deket kamarnya Yun," jelas Jovi sambil tarik pelan lengan berotot si jangkung. "nggak bakal ada yang ngintip, Mas. Kamu tenang aja, lagian aku jagain dari sini."
"Seriusan?"
"Iya, Mas. Aku tungguin, nih! Aku duduk di sini ya?"
Andri melihat Jovi yang duduk di pinggiran tambak dengan pasrah, tanpa pikir panjang ia segera mandi.
Tidak mau lama-lama terasa diekspos hanya perkara mandi di luar.
Oh Tuhan...
Bersambung...
.
.
Mas Iyon is an original character (you can imagine him freely)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing to Lose || hyunin
FanfictionAndri sudah muak mendengar pertanyaan mengenai pernikahan; kapan ia akan menikah, pesta pernikahan seperti apa yang ia inginkan, dan apakah ia tidak mau cepat menikah. Ditambah kelahiran anak kedua dari kembarannya, rasanya Andri mau kabur saja dari...