○Happy Reading ○
Malam ini Gracia duduk di meja makan sendirian, memakan nasi goreng yang dia buat dengan tatapan fokus pada kedua orang tuanya yang sedang beradu mulut sebagai tontonannya.
Hingga dia selesai makan, kedua orang tuanya masih bertengkar entah karena apa. Dia beranjak dari meja makan untuk mencuci piringnya lalu berjalan pergi meninggalkan rumah selesai mencuci piring. Suara sang bunda yang memanggil namanya dia abaikan.
Dia tidak membawa kendaraan, telepon genggamnya juga tertinggal di atas meja makan.
Kakinya entah membawanya kemana. Hanya terus berjalan di malam yang dingin ini. Kepalanya menunduk dengan kaki mendendang-nendang kerikil dibawahnya selama dia berjalan.
Bruk!
"Maaf," Gracia menatap seseorang yang tak sengaja dia tabrak. Seorang perempuan yang sama tinggi dengannya itu menatapnya balik dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.
"Maaf," sekali lagi Gracia berucap. Wajahnya berubah tak enak karena perempuan itu.
"Kau bisa membawa ku pergi?"
"Apa?" Gracia tidak ingin salah dengar.
"Kau bisa membawa ku pergi?" Pelan suara perempuan itu berucap kembali sembari menghapus air matanya.
Gracia menggaruk pelan kepalanya. Dia takut kalau yang didepannya itu adalah seorang penipu. Apalagi jalanan yang dia lewati sekarang sangat sepi. Tapi melihat perempuan itu yang sepertinya tampak lelah dan sedih, membuat kepalanya mengangguk saja bahwa dia setuju.
"Tapi tunggu dulu, kemana aku akan membawa mu pergi?" Tanya Gracia sebelum mereka berjalan pergi. Karena dia keluar juga tanpa arah tujuan.
"Terserah mu."
Gracia mengangguk. "Sepertinya dia hanya butuh ditemani," Gumamnya dalam hati. Kembali dia menatap perempuan yang sekarang sudah berada disampingnya itu.
"Aku sendirian, Fen." Ucap Shani pada sahabatnya yang berdiri disampingnya di depan pembatas rooftop Rumah Sakit tempatnya koas. Matanya masih fokus menatap terangnya lampu dari bangunan-bangunan didepannya.
Feni menghela napas. "Kau tidak sendirian. Ada aku, pacar mu juga ada." Balasnya dengan nada ketidaksukaan karena ucapan Shani.
Shani beralih menatap Feni. Sayu matanya itu menatap sahabat yang selalu ada untuknya. "Aku tau. Tapi perasaan ku mengatakan bahwa aku sendirian dan kesepian, Fen."
"Shani leandra Dwiangga, berapa kali aku katakan padamu kalau kau itu tidak sendirian. Ada aku, pacar mu, dan teman mu yang lain. Berhentilah mempunyai pikiran seperti itu." Feni sepertinya sudah lelah terus mengatakan hal yang sama pada sahabatnya itu. Terlihat dari helaan napas beratnya setelah mengatakan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold
FanfictionMereka kakak adik, tapi salah satu dari mereka seolah dipaksa tinggal bersama orang asing. "Berhentilah memanggil ku kakak karena aku bukan kakak mu!" Gre & Shani