07

433 63 9
                                    

●Happy Reading●

"Kenapa kita kesini?" Pertanyaan terlontar saat Gracia memberhentikan motornya. Dia tidak membawanya ke rumah melainkan ke tempat sepi yang tidak pernah dia jalani.

Disekitar memang ada rumah tapi sedikit jauh dari tempat mereka berhenti sekarang.

"Ayo.." Ajak Gracia tidak menjawab pertanyaan dari sang kakak. Turun dari motornya, bergerak ke arah gerbang yang terbuat dari kayu didepan.

"Berhenti disana." Ucap Shani menghentikan pergerakan Gracia yang sudah membuka pintu kayu itu.

Gracia diam menunggu apa yang ingin dikatakan sang kakak.

"Bawa aku pulang." Ujar Shani yang masih berdiri disamping motor. Dia ingin tidur mengistirahatkan tubuh dan pikirannya sekarang. Dia lelah.

"Sini dulu. Setelah kak Shani masuk dan melihatnya, kak Shani akan ku antar pulang." Gracia memelankan suaranya saat memanggil sang kakak. Dia masih mengingat kejadian waktu itu. Dia tidak ingin membuat sang kakak risih karena panggilannya.

Shani tadi mendengarnya. Setelahnya  dia berpura-pura berdehem supaya suasana tidak menjadi kaku. "Kau tidak berniat menculikku kan?"

"Tidak. Buat apa aku menculik mu. Lagipula aku sudah punya 2." balas Gracia cepat dengan senyum tipis saat mengatakan kalimat akhirnya.

Shani yang berniat memecah keheningan malah terdiam mendengar ucapan itu. Perkataan Gracia biasa saja untuk didengar, tetapi kenapa dia malah sedikit tidak suka dengan kalimat itu?

"Ingin masuk atau mau pulang? Aku mengajak mu kesini untuk kali ini saja, setelahnya tidak." ajak Gracia lagi.

Dia sebenarnya tidak berniat mengajak sang kakak kesini karena ini rumahnya. Bahkan teman terdekatnya saja pun tidak pernah dia ajak kesini. Tapi melihat kondisi sang kakak sekarang tidak baik, dia merelakan rumahnya untuk didatangi. Dia sedikit posesif mengenai rumahnya ini. Karena rumahnya ini tempat yang aman dan nyaman untuk mengeluarkan semua beban yang dirasa. Rumah sederhana yang dia bangun untuk dirinya yang terluka.

Shani mengangguk mau. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang menurutnya hanya datang sekali. Dia ingin melihat tempat yang Gracia ijinkan utuknya. Mencoba menerima tidak ada salahnya.

Gracia tersenyum. Diambilnya teleponnya dari saku lalu menyalakan senter. "Kita hanya bisa jalan kaki kesana. Motornya bakal aku tinggal disini." Jelasnya membawa motor maticnya itu ke dalam diikuti Shani yang sudah memegang teleponnya untuk menyenter.

"Kau takut gelap?" Tanya Gracia yang melihat Shani melihat kesekeliling terus-terusan.

"T-tidak. Aku hanya ingin mengamati tempat ini." balasnya sedikit gugup.

Gracia terkekeh. Dia dengan keberaniannya menggenggam erat tangan Shani yang sudah dingin karena udara malam. Bergerak maju sebagai pemandu.

Shani menatap genggaman pada tangannya. Orang yang dia benci menggenggam erat tangannya. Bukannya marah dia malah membalas genggaman itu. Jujur dia memang takut. Karena itu dia balas genggaman Gracia.

Semakin mereka masuk, suara berisik mulai tidak terdengar diganti suara hewan kecil-kecil disekitar. Shani juga mulai menunjukkan ketakutannya karena begitu gelap.

"Sebentar lagi kita sampai.. maaf, ya."
Gracia sedikit tidak enak. Walaupun kakaknya itu mau, itu mungkin karena ucapannya tadi.

Shani yang sedang takut mendengar itu langsung bersikap seolah dia berani. "Aku biasa saja. Jadi tidak perlu meminta maaf."

"Atau kita pulang saja?"

"Hei! Aku sudah berjalan sejauh ini dan kau mau kita pulang? Aku tidak mau." Shani mendelik. Dia mendorong pelan bahu Gracia yang berhenti supaya kembali berjalan.

ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang