08

305 45 3
                                    

● Happy reading ●

"Kak.. di depan sana tolong berhenti sebentar." Gracia membuka suara setelah setengah perjalanan yang begitu hening didalam mobil.

"Tidak bisa, kau tidak melihat dibelakang?" Balas Shani yang melirik kaca spion depan.

"Kecepatannya naikkan sedikit. Lalu perlahan meminggir setelah mobil itu sedikit jauh."

Kepala Shani geleng-geleng mendengar ucapan itu. Walaupun seperti itu dia tetap melakukannya. Melajukan mobilnya lebih cepat dan memotong mobil di depannya, membuat mobil suruhan sang bunda berjarak dengan mobilnya. Dinyalakan lampu sennya dan perlahan menepikan mobilnya.

Tatapannya beralih pada pada gadis sebelahnya yang sudah membuka sabuk pengaman ditubuhnya. Matanya tidak lepas dari semua pergerakannya. Hanya helaan yang bisa dia keluarkan.

"Makasih." Ucap Gracia membuka pintu mobil Shani dan langsung keluar dari mobil lalu berlari sekencangnya. Pintu mobil dia biarkan terbuka akibat buru-buru.

Shani yang menatap kepergiannya kembali menghela napas. Dia keluar dari mobil untuk menutup pintu mobil yang Gracia biarkan terbuka. Ditatapnya tubuh yang sudah menghilang masuk ke dalam jalan sempit didepan. Dia tidak bisa memaksanya untuk tetap berada di mobil sampai ke kampus. Ini dia lakukan juga sebagai permintaan maaf dan balas budinya. Mungkin setelahnya dia tidak akan berurusan lagi dengannya. Mungkin..

Orang yang mengikuti mobil Shani menghentikan mobilnya dan langsung melapor pada Veranda. Mengatakan kalau Gracia kabur dari mobil Shani. Setelah melapor mereka berlari mengejar anak bos mereka itu. Membiarkan mobil mereka berada ditepi jalan untuk sementara. Karena tidak memungkinkan untuk mereka mengejar menggunakan mobil.

Veranda yang bersiap ingin pergi ke Rumah Sakit berhenti sejenak karena laporan Gracia yang kabur. Matanya terpejam dengan pangkal hidungnya dia pijit. Gracia sudah tidak bisa dia kendalikan. Siapa orang dibalik perlawanan putrinya itu padanya?

Diteleponnya Shani untuk bertemu dengannya di Rumah Sakit tempatnya bekerja. Paksaan dia lakukan untuk putrinya itu mau mengikuti kemaunnya. Tanpa mempedulikan kegiatan koas putrinya nanti.

Sedangkan orang yang dia paksa hanya bisa menghela napas kasar. Tangannya melayang memukul stir mobil melampiaskan kekesalannya. Tidak bisakah bundanya mengajak bertemu sehabis dia koas? Kenapa harus sekarang? Pikirnya yang kemudian melajukan mobil ke Rumah Sakit sang bunda.

"Anak kesayangan memang beda, ya." Kekehnya lirih diakhir dengan tatapan tajam ke depan. Digenggamnya erat stri mobilnya.

Rasa muaknya kembali saat sang bunda hanya memperhatikan Gracia. Melakukan apapun hanya untuk Gracia. Bahkan bundanya tidak peduli dengan dirinya. Kalau sang bunda peduli, dia tidak akan pergi ke Rumah Sakit sang bunda sekarang ini. Tanpa sadar air matanya jatuh bebas membasahi pipinya. Kenapa bundanya tidak melihat dirinya sedikit pun. Kenapa hanya Gracia saja.

Gracia, Gracia, Gracia, dia muak dengan nama itu. Kenapa dia harus punya adik kalau jadinya seperti ini.

●●●

Jinan pagi ini menyempatkan diri mengunjungi Rumah Sakit untuk mengantar makanan sebelum pergi ke kampus. Dan ingin sarapan bersama juga. Dibukanya tirai pembatas brangkar satu dengan yang lain di kanan kalau masuk dari pintu karena brangkar Anin berada di kiri. Anin sedang dirawat di kamar biasa yang berisi 3 orang dalam satu ruangan. Dilihatnya dua orang disana masih tertidur lelap. Keduanya pasti lelah, makanya sampai sekarang mereka belum bangun berbeda dengan orang-orang satu ruangan Anin.

ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang