Dari masuk Rumah Sakit sampai ke tempat ruang rawat Anin, Jinan masih bertanya nama anak remaja yang bersama Gracia dan siapa yang sakit sampai dia harus ikut. Dia bukan di ajak, hanya saja rasa penasarannya ingin terjawab. Yang dia tanya sejak tadi juga hanya diam mengabaikan dirinya.
"Mulut mu tidak bisa mengeluarkan suara Gracia!!" Jinan yang sudah geram menggoyang-goyangkan kepala Gracia. Mulutnya hampir berbusa karena pertanyaan-pertanyaannya yang tak kunjung terjawab.
Bukan menjawab, Gracia malah terkekeh. "Nan, kepalaku pusing."
"Aku tidak peduli!"
"Dia Zee, dan yang itu Anin." Balas Gracia yang kepalanya sudah terasa pusing.
Jinan berhenti. Dipandangnya anak yang bernama Zee itu. "Kau. Kenapa sejak tadi kau hanya diam waktu aku bertanya padamu."
Yang dipandang hanya menunduk takut. Wajah Jinan sekarang begitu menyeramkan padanya.
"Aku yang menyuruhnya." Sahut Gracia yang tidak punya rasa bersalah sedikitpun pada temannya itu. Bahkan senyumannya sekarang begitu mengjengkelkan buat Jinan.
"Kepalamu sesekali memang harus dibenturkan ke dinding." Ujar Jinan yang sudah sangat kesal.
Anin disana tersenyum. Kata-kata Gracia saat mereka pertama kali bertemu tentang Jinan benar. Kalau teman Gracia satu-satunya itu sangat mudah emosi. Apalagi Gracia mengatakan dia sangat suka menjahilinya.
"Kau bodoh?"
"Kau yang bodoh!!" Geram Jinan yang tangannya sudah terangkat ke udara ingin menjambak rambut Gracia karena dirinya dikatakan bodoh.
Zee yang menunduk menahan tawa. Bibirnya terlipat kedalam, menahan suara tawanya supaya tidak keluar.
"Anin sekarang kau punya teman yang bodoh sepertimu." Gracia dengan mata polosnya menatap Anin yang sudah berwajah datar karena ucapannya barusan.
Zee pura-pura batuk, kepalanya terangkat. Dia tidak tahan lagi menahan tawanya. Sekali Gracia berucap yang aneh, mungkin tawanya akan pecah.
Senyum Anin tadi yang begitu mengembang langsung luruh begitu mendengar kata-kata yang terlontar dari bibir Gracia. "Bisakah kau berhenti mengatakan orang lain bodoh?"
Gracia menggeleng. "Kita harus jujur, Nin."
"Lama-lama bibirmu ku jahit, ya." Ucap Jinan setelahnya menjepit bibir Gracia kuat.
Dan dengan spontan tangan Gracia melayang menampar pipi Jinan. "Tangan mu bau tai." Membuat Zee yang sudah tidak tahan tertawa lebar. Dan tanpa sadar tangannya menunjuk Jinan.
Anin yang tadi kesal ikut menertawai Jinan. Wajah teman Gracia itu terlihat lucu sekarang.
"Gracia, monyet!!"
|
"Shan.." Gilang membuka suara dalam keheningan mobil yang sejak tadi sudah berhenti di depan rumah Shani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold
FanfictionMereka kakak adik, tapi salah satu dari mereka seolah dipaksa tinggal bersama orang asing. "Berhentilah memanggil ku kakak karena aku bukan kakak mu!" Gre & Shani