13

482 71 12
                                    

● Happy reading ●

Siang ini, saat semua terlihat baik-baik saja tiba-tiba kondisi Anin menurun dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit. Jinan dan Zee pergi menemani sedangkan Shani dan Gracia tetap berada di rumah. Mereka berdua harus tetap berada di rumah karena takut sang bunda tahu keberadan mereka kalau ikut pergi.

Tangan Gracia digenggam Shani lembut untuk memberi ketenangan pada adiknya itu. Karena sejak tadi Gracia begitu gelisah di sofa ruang tamu.

"Anin bakal baik-baik aja kan?"

"Dia baik-baik, jangan terlalu khawatir."

Bibir dalamnya Gracia gigiti karena masih khawatir. Dia sudah berjanji untuk menjaga Anin dan dia harus menepati janji itu. Apalagi sudah lama dia tidak mengikuti gimana kondisi temannya itu. Apakah Anin menjalani cuci darahnya dengan rutin? Apakah Anin minum obat dengan teratur? Apakah kondisi Anin yang sekarang sudah pernah terjadi? Pertanyaan itu terus mengisi kepalanya hinga suara Shani masuk ke pendengaran menghentikan suara dalam pikirannya.

"Gee, bibirnya jangan di gigiti." ucap  Shani memberitahu.

Gracia langsung berhenti menggigiti bibir dalamnya. Sang kakak yang masih menggenggam tangannya mengelus pelan punggung tangannya.

"Kau harus percaya dia bakal baik-baik aja." Shani memberi ketenangan. Ditatapnya manik mata adiknya itu yang juga menatapnya. "Dia pasti bisa bertahan lebih lama." Lanjutnya diakhiri senyuman.

Tapi, senyuman memberi ketengan itu pudar dengan cepat saat cairan merah mengalir dari hidung Gracia. Dengan cepat tangannya meraih tisu di meja dan langsung membersihkan darah di hidung Gracia yang sudah menetes mengenai bajunya.

Mata Gracia menatap lamat wajah Shani yang begitu khawatir membersihkan hidungnya.

"Nunduk." Gracia menurut, memutus pandangannya yang sejak tadi menatap sang kakak.

"Kepalamu ada sakit?"

"Sedikit."

"Benar?"

"Iya, kak Shani."

Shani menghela napas sebelum  mengangkat kepala Gracia pada posisi semula. "Istirahat di kamar. Jangan terlalu banyak mikir, takutnya kambuh lagi." Ucapnya dengan tangannya mengambil tangan Gracia untuk memegang sebentar tisu di hidungnya.

"Kalau mimisan udah sering. Pernah beberapa kali mimisan dalam sehari."

Pergerakan Shani yang ingin mengambil tisu lagi berhenti karena ucapan jujur Gracia. "Berarti ini udah kesekian kalinya kau mimisan?"

Gracia mengangguk.

"Sejak kapan mulai mimisan yang menurutmu tidak normal?"

Mata Gracia menerawang ke atas, mengingat sejak kapan dia mimisan berlebihan.

"Kayaknya waktu mau ke SMA. Disitu aku mulai mimisan banyak. Bahkan waktu aku jalan-jalan biasa tiba-tiba mimisan. Dan aku juga sering kecapean dan demam."

Entah kenapa dada Shani terasa penuh, begitu sesak mengingat keadaan Gracia semalam saat dia temukan. Jangan katakan pikirannya benar kalau Gracia sakit karena ulah bundanya dari dulu.

ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang