TTRRAAUUMMAA

7 2 0
                                    

Kok bisa kita takut padahal belum terjadi? Bukankah seharusnya dicoba dulu ya baru kita tau hasilnya akan seperti apa. Apa sumber dari ketakutan ini. Refrensi dari cerita sedih, celaka dan blunder orang lain membuat kita berfikir lebih baik menghindari itu daripada hal buruk tersebut menimpa kita. Padahal banyak banget variabel lain yang dapat jadi penentu bagaimana endingnya terjadi. Apa yang orang lain lakukan belum tentu terjadi pada kita bukan?

Kita lebih dalam lagi, darimana muncul ketakutan kita ini? Dari kemalasan kah? apakah karena kita merasa di zona aman sehingga alarm berbunyi jika kita mencoba untuk mengambil resiko, mencoba membuat hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Apa bentuk dari alarm ini? darimana sistemnya terbentuk dan bagaimana diri kita mengidentifikasi bahwa itu bahaya? Mungkin ini yang disebut trauma.

Trauma ini memunculkan emosi-emosi. Lalu  bagaimana respon kita terhadap emosi ini. Diluapkan kah? ditekan atau dikontrol dan menjadikannya teman. Kita selalu diajarkan untuk menolak atau menjauhi emosi-emosi tertentu seperti marah dan kesal. Atau juga seperti laki-laki yang diharuskan untuk menekan matanya agar tidak mengeluarkan air mata padahal didalam dirinya ada emosi kesedihan yang luar biasa. Padahal emosi sendiri itu bagian dari manusia dan itu yang harus kita terima. Kita jadikan emosi itu adalah alarm yang diberikan alam bawah sadar ke alam sadar kita.

Aku sendiri sadar emosi itu harus dikontrol agar tidak menganggu di kehidupan kita sehari-hari. Tapi caranya bagaimana? Apa cara praktisnya? Aku pernah dengar di salah satu podcast bang Pandji Pragiwaksono, dia sendiri pun ada masalah dengan emosinya yang meledak-ledak. Dia pun akhirnya mencoba konsultasi ke psikolog dan menemukan akar dari emosinya tersebut adalah dari trauma. Rasa marah dan penyesalan karena tidak bisa mewujudkan mimpi ayahnya. Sehingga dengan dia tau apa akar dari traumanya tersebut, dia dapat mengontrol dan menyembuhkan trauma itu serta mengarahkannya ke hal yang lebih positif.

Jadi kita apakah memang harus cari tau akar permasalahan diri kita ini? aku rasa iya karena jika dibiarkan berlarut-larut akan merugikan diri kita dan orang lain yang bisa jadi dengan interaksi kita dengan orang terdekat kita sementara kita masih belum berdamai, malah justru akan menimbulkan trauma baru.

Lalu langkah kongkritnya apa? apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa yang mungkin belum ada penghasilan? membayar psikolog yang sekarang belum terjangkau? BPJS belum bisa mengcover itu semua.. Cerita ke teman?? mereka belum punya ilmunya untuk ke arah yang memperbaiki, namun tidak ada salahnya curhat untuk setidaknya bisa merasakan kelegaan walau hanya sejenak.

#24

Unpopular OpinionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang