6. Seorang Violinist

208 33 0
                                    

-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

Jam pelajaran di hari ini terselesaikan dengan baik, dimana para murid hanya diberikan satu tugas individu beserta satu tugas kelompok yang sudah dibagikan dengan jadwal pengumpulan yang ditentukan.

Murid-murid lain pun mulai membubarkan diri. Ada yang ingin bermain di lapangan, menunggu didepan aula sekolah sembari mengobrol, beserta anak-anak pintar yang memiliki kebiasaan bersinggah di dalam perpustakaan.

Tertinggal lah dua murid yang masih berada di dalam kelas, sang pemuda jangkung masih asik menulis catatan sesuai yang tertera pada papan tulis menggunakan mode kecepatan penuh sedangkan pemuda lainnya bersikap acuh, hanya membaca buku kecil yang selalu dibawanya tanpa berniat membantu.

"Selesai! Duluan ya, Bin!" Seru Gyuvin begitu menyelesaikan tulisannya. Buru-buru membereskan peralatan dan segera menjinjing tasnya di pundak. Berlari keluar kelas tanpa menoleh kembali pada Hanbin yang seakan tak peduli dengan ucapan pemuda itu.

Setelah selang beberapa menit dirasa kelas sudah tampak sepi, Hanbin beranjak dari posisi. Perlahan memasukkan apa yang ada di mejanya kedalam tas ransel miliknya lalu menjinjingnya di sebelah pundak. Kecuali buku kecil yang sehari-hari dibawa masih dalam genggaman.

Pemuda bersurai legam itu lantas memandang luar kaca jendela yang memperlihatkan cuaca tak mendukung saat ini, "Sepertinya akan hujan" Gumamnya pelan, sebelum meninggalkan area ruang kelas.

Hanbin melangkah pada lorong koridor. Langkahnya menggema sebab tak ada satupun orang yang berlalu lalang lagi disana, begitu sunyi dan senyap. Mungkin segelintir orang masih berada di sekolah. Namun sejauh ia melangkah sekarang, belum ada satupun manusia yang nampak batang hidungnya.

Ia menyukai suasana seperti ini, suasana dimana terasa damai dan tenang tanpa ada keriuhan yang membuat telinganya berdengung sakit. Ataupun yang membuat psikis energinya lelah diraup api semangat beberapa murid yang berlari-lari sepanjang koridor.

Berjalan dengan langkah tenang hingga telinganya menangkap alunan dari gesekan alat musik yang begitu merdu. Ia mengenal lagu ini, lagu yang sama persis seperti didengarnya sewaktu dulu. Mengajaknya melangkahkan kaki menyusuri suatu ruangan yang letaknya tak jauh. Rupanya alunan tersebut keluar melalui bilah pintu bertuliskan 'ruang musik' yang ternyata sedikit terbuka.

Hanbin tak tahu siapa pencipta alunan tersebut, tetapi rasa keingintahuan yang melebihi rasa gengsi mendorong dirinya membuka kenop pintu secara pelan agar violinist itu tak menyadari kehadirannya.

Hanbin mengintip dibalik celah pintu. Terkesima memperhatikan seseorang tak diekspektasikan, menggesekkan biola begitu anggun. Wajah bak paripurna miliknya terpancarkan oleh sinar matahari lembut nan hangat yang menembus kaca jendela kemudian menyinari dirinya, sungguh menawan dan berwibawa.

 Wajah bak paripurna miliknya terpancarkan oleh sinar matahari lembut nan hangat yang menembus kaca jendela kemudian menyinari dirinya, sungguh menawan dan berwibawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak seperti kedua kalinya mereka bertemu, kali ini Hao jauh lebih rupawan dengan menggunakan seragam khas juga rambut tersibak rapi. Bahkan jika para gadis masih berada di sekolah kemungkinan akan berbondong-bondong dan berdesakkan masuk hanya untuk memandanginya memainkan biola seharian.

Hanbin seakan tersihir, terpana cukup lama hingga hampir melepaskan rohnya sendiri kalau saja tak ia tarik kembali ke dunia kenyataan.

Tluk!

Hao langsung menyadari bila seseorang sedang mengintip melalui suara yang diketahui merupakan asal suara sepatu pantofel pria.

"Siapa?" Tanyanya sembari melangkah ke depan pintu. Nada intimidasi yang tak biasa membuat pemuda berwajah tampan nan manis itu gugup tak berkutik, menjadi mati kutu.

Hanbin masih bersembunyi dibalik pintu, sedikit menyesali pikiran dangkalnya untuk berinisiatif mengintip lalu tanpa sadar merutuki dirinya sendiri. Berancang-ancang ingin meninggalkan daerah ini secepat mungkin memanfaatkan langkah kaki seribu. Namun pada kenyataan, terlalu terlambat bila melakukannya sekarang.

Sebab pemuda itu sudah mengetahui keberadaannya.

Tak!

"Kau berniat untuk kabur, hm? Setelah sedaritadi puas memandangiku?" Hao langsung menahan pintu yang hendak menutup, membukanya agar terlihat siapa dalang pengintip yang sempat ia curigai.

"Sudah kuduga itu kau, Hanbin"

-----

TBC

BluesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang