The Astronomy Tower

132 11 0
                                    

Anak laki - laki berumur 12 tahun itu berlari dengan mata yang memerah akibat menahan emosinya, nafasnya tak beraturan, dan keringat membasahi rambut coklat yang agak ikal miliknya itu. Awal tahun kedua yang berat baginya.

Kedua kakinya ia pimpin menuju menara astronomi yang telah menjadi tempatnya untuk bersembunyi tatkala emosi menguasai dirinya.

Setibanya ia di puncak menara astronomi, tubuhnya tersentak kaget mendapati seorang gadis tengah duduk di tepian menara dengan kedua kaki yang ia biarkan menjuntai.

"Get Out!" Gadis berambut pirang yang tengah duduk itu menoleh ke asal suara. "Excuse me?"- Gadis itu sama kagetnya saat menyadari siapa anak laki - laki yang tengah berdiri di sana. "Ah- Matthew Famous Riddle, huh?" Gadis itu berusaha tetap tenang, sembari menyebutkan nama laki - laki yang baru saja mengganggu kesendiriannya itu.

"Titillando!" Laki - laki yang bernama Matthew itu merapalkan mantra sambil mengarahkan tongkat sihirnya pada gadis yang masih nyaman dengan posisi duduknya. Hening, tak ada yang terjadi. Tiupan angin berlalu - lalang seakan berusaha memecah keheningan diantara mereka.

"If I'm not wrong, Titillando or we call it Tickling Hex atau biasa dikenal dengan Tickling spell adalah hex yang menyerang dengan cara menggelitik dan melemahkan target. Yeah- walaupun terdengar seperti mantra ringan tapi itu cukup melemahkan target yang masih minor seperti kita. Well-"

"Bagaimana mungkin?!" Matthew berjalan dengan tergesa mendekati gadis itu. "Tidak ada yang pernah bisa menghindari mantraku sebelumnya!"

"Well- probably your dad will." Gadis itu berucap sambil menaikkan bahunya, walaupun rasa takut sedikit menghampirinya saat menyadari betapa bodohnya ia membawa - bawa ayah dari anak laki - laki yang ada di depannya.

Matthew menelan ludahnya berat, lantas ia ikut duduk di samping gadis itu. Dengan posisi yang sama. Dengan posisi yang cukup dekat ini Matthew baru menyadari bahwa gadis itu tengah melukis di buku gambar yang terpangku di kedua paha kecilnya. Lambang asrama Ravenclaw terpampang jelas di jubah yang gadis itu kenakan. "Who are you?" Matthew bertanya, namun kali ini dengan nada yang lebih bersahabat.

"Marjorie, Renese Marjorie." Sahut Gadis yang bernama Renese itu. Fokusnya kembali ia fokuskan pada buku gambar yang ada di pangkuannya, seolah tak perduli dengan siapa yang sekarang duduk di sampingnya.

"Ah- pure blood." Matthew mengatakannya dengan begitu pelan, sangat pelan hingga Renese sendiri pun tak mendengarnya. "Beberapa penyihir memiliki kemampuan tersendiri yang mungkin di turunkan oleh para pendahulunya. Tidak mesti langsung dari kedua orang tuanya, bisa jadi dari kakeknya atau kakek buyutnya atau lebih jauh lagi. Dan aku mempunyai itu, aku mempunyai semacam kemampuan yang disebut perlindungan. Pada awalnya aku hanya bisa melindungi pikiranku agar tak bisa dibaca oleh para penyihir lain, dan aku sangat berterima kasih pada ayahku yang telah mengajariku mengembangkan kemampuanku agar bisa melindungi seluruh tubuhku secara fisik hingga kau tak bisa memantraiku sedikit pun, jadi kurasa itu penjelasan yang cukup untukmu. Sekarang, bisa kah kau berhenti memandangiku seperti itu, Mr. Riddle?" Jelas Renese yang balas menatap Matthew setelah menjelaskan sedikit sejarah tentang dirinya.

Matthew gelagapan mengalihkan pemandangannya ke arah lain setelah tertangkap basah memandang gadis pirang yang sekarang tengah duduk di sampingnya. "Sangat cukup" Setelah respon terakhir Matthew mereka berdua kembali di selimuti keheningan. Matthew membiarkan rambut ikalnya ditiup angin malam, suasana hatinya lebih baik sekarang walau ia tau Profesor Snape dengan puluhan detensi sudah menunggunya akibat perbuatan yang tadi ia lakukan.

"Menurutku, itu memang cukup menjengkelkan dan kurang manusiawi." Sebenarnya Renese orang yang sangat menyukai keheningan tapi dengan catatan apabila ia sendirian, beda hal seperti sekarang dengan Matthew yang tengah duduk di sampingnya, ia sangat tidak nyaman dengan suasana saling diam seperti sekarang.

Matthew menoleh sambil menaikkan satu alisnya tatkala mendengar rentetan kata yang baru saja Renese ucapkan. "It must be so hard to be you. Banyak orang yang menjadikan ayahmu buah bibir, itu bahkan sudah beberapa tahun yang lalu. Baguslah kalau hal baik yang mereka ceritakan, tapi mendengar bagaimana kelakukanmu akhir - akhir ini, kurasa itu bukan hal baik." Renese mengulum bibirnya, lalu kembali melanjutkan kalimatnya. "Well- maaf jika aku mengganggu ruangmu disini. Sayangnya ini tempat umum jadi kau tak bisa melarangku. Ini- anggap saja sebagai ucapan selamat malam." Renese merobek selembar buku gambarnya yang sedari tadi ia penuhi dengan garisan - garisan pensil. Ia berikan selembar itu pada Matthew lantas beranjak dari sana, menuruni tangga - tangga membawa kakinya menuju asramanya.

Hari semakin malam, rembulan semakin terang. Hutang terlarang terlihat semakin mencekam dari menara astronomi. Matthew mulai meneliti kertas lukisan yang Renese berikan padanya. Di dalam kertas itu terlukis dirinya setengah tubuh. Tubuhnya terbagi menjadi bagian kanan dan kiri. Bagian kiri tubuhnya di kelilingi dengan bunga black hollyhock, raut wajahnya dingin dan datar tanpa ekspresi namun terasa begitu menyeramkan. Sedangkan bagian kanan tubuhnya dikelilingi dengan bunga matahari dengan senyum tipis dan mata yang menyipit, aura bahagia terasa pada sisi ini.

Sometimes or maybe for you all the times life is going to be so hard. Just because it's hard doesn't mean it can make you a bad person- at least I don't think it is (well who cares about my point of view?!) - Don't let people out there label you as they like. Apart from who your parents are or where you are from, you are what you choose, Matthew. Cause i believe there's always a side of good things in every human being, even they say you don't have that side. -Nessie

Senyum tipis terukir di bibir merah mudanya itu. Angin malam terasa semakin dingin. Ia lipat kertas lukis itu, lantas berdiri dari sana dan berlari sambil menuruni tangga menuju Dangeon, asrama slytherin.

The Curse of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang