The talk

52 11 0
                                        

"Fokus, Nessie. Ingat yang kakek ajarkan. Remember the good memories." Renese berujar pada dirinya sendiri, dengan biola yang sudah berada di bahunya. Ia tengah duduk di common room asrama ravenclaw. Ruangan itu di dominasi dengan warna putih dan perunggu, juga beberapa bagian ruangan dan perabotan yang berwarna biru.

"Nampaknya Riddle junior berulah lagi." Ucap salah seorang murid pada teman mereka yang tengah berdiri di depan jendela lengkung besar yang terletak di salah satu dinding common room. Keindahan yang bisa dilihat dari jendela itu tak bisa diragukan lagi. Dari jendela itu terlihat halaman kastil, seperti danau hitam, hutan terlarang, lapangan quidditch, dan taman herbologi.

Perhatian Renese tertuju pada asal suara yang baru saja ia dengar, bisa ia tebak dengan mudah bahwa orang yang mereka maksud adalah Mattheo. Renese beranjak, ikut melihat ke luar jendela. Renese melihat ke luar jendela bertepatan dengan pukulan yang melayang pada wajah Harry. "Itu adalah pukulan yang telak." Ucap Padma saat melihat kejadian di bawah sana. Renese menghembuskan nafas berat sambil menggelengkan kepalanya.

.ೃ*:.ೃ*:

Para siswa telah berkumpul untuk mengikuti kelas D.A.D.A—Defence Against the Dark Arts, selagi menunggu professor Lupin datang beberapa siswa ada yang berbincang atau hanya sekedar membolak - balikan halaman buku yang akan mereka pelajari.

"I saw it from ravenclaw tower yesterday." Renese membuka suara lebih dulu saat Harry yang duduk di meja yang ada di depannya itu berbalik ke arahnya. "Is it hurt?" Renese menambahkan tanya.

"Tidak, hanya sedikit sakit jika aku akan melahap sesuatu." Jawab Harry. Renese memandangnya dengan prihatin. "I surprised that you saw it. Apa saja yang bisa terlihat dari menara ravenclaw?" Tanya Harry mencoba membuka pembicaraan yang lebih santai.

"Not that much. But not gonna lie, from there you'll see a spectacular view and I expect that spectacular view you can not find In another houses. Dari sana kita disuguhkan dengan pemandangan halaman kastil. Lalu-"

"Sounds amazing." Harry berucap di tengah penjelasan Renese. "Much more." Sahut Renese lalu kembali melanjutkan kalimatnya. "The arched windows set into the walls of our circular common room look down at the school grounds: the black lake, the Forbidden Forest, the Quidditch pitch and the Herbology gardens." Jelas Renese.

"Such a stunning views." Ucap Harry yang nampak tertarik. Pintu kelas terbuka secara tiba - tiba dan tertutup dengan cukup keras, menampakkan professor Snape yang berjalan dengan tegas memasuki ruangan sambil menutup jendela satu persatu. Renese menoleh memperhatikan gerak - gerik professor Snape, namun tiba - tiba pandangannya tertuju pada Mattheo yang tengah melihat ke arahnya. Mattheo terlihat tersenyum hangat padanya, Renese hanya memasang wajah datar lalu kembali memfokuskan perhatiannya ke depan.

Professor Snape berterimkasih pada Draco yang hanya menirukan suara serigala—tanpa diminta siapapun dan malah mengurangi point gryffindor—Harmione yang sudah menjelaskan dengan ringkas dan jelas.

"Pilih kasih, kenapa tidak bilang saja kau mau anak asramamu sendiri yang menjawab pertanyaanmu?! Ini adalah alasan aku memilih diam tiap kali professor ini yang mengajar. Tak apa, Harmione. This is the last you talk in his class." Bisik Renese dengan suara kecil.

"Ravenclaw dikurangi 5 point karna kecerobohan teman kalian dalam berbicara dan masih terdengar olehku." Ucap professor Snape sambil menatap tajam ke arah Renese. Renese ternganga tak percaya, jika mengikuti kata hatinya ia ingin sekali keluar dari kelas ini sekarang juga.

"Karna kebodohan kalian, letakkan di mejaku pada hari senin pagi dua gulung perkamen soal manusia serigala terutama ciri - cirinya." Perintah professor Snape, Renese memutar bola matanya malas.

.ೃ*:.ೃ*:

Kini Renese sudah berada di salah satu ruang bagian di perpustakaan yang dimana ruang itu hanya ada dirinya, mengerjakan tugas perkamen yang baru saja Snape bebankan padanya.

Ditengah fokusnya pada buku tebal yang ada di depannya, ujung mata Renese menyadari ada seseorang yang menghampirinya dengan perlahan. Renese dapat melihat orang itu dari ujung matanya, Mattheo. Ia duduk tepat di kursi kosong yang ada di samping Renese, memperhatikan gadis itu dalam diam.

Sudah hampir 15 menit tapi tak ada sepatah katapun yang Mattheo katakan, dia hanya duduk diam di samping Renese, memperhatikan. "Were a werewolf in human form when they bit their victim, the victim would merely gain tendencies such as a fondness for raw meat. Any bite or scratch obtained from a werewolf, whether in human or animal form, would leave permanent scars, even if the wound was sealed. Itu yang sedang ku baca, jika tujuanmu kesini adalah ingin menyontek." Ucap Renese yang sudah tidak tahan dengan suasana yang cukup canggung itu. "Apa? Tidak! Tentu saja tidak." Sahut Mattheo gelagapan.

"Lalu?" Ucap Renese tanpa mengalihkan fokusnya pada buku tebal yang ada di depannya. "Aku hanya memeriksa keadaanmu." Jawab Mattheo. "Bisa kau lihat aku masih hidup dengan baik sekarang." Jawab Renese dengan ketus.

"Tidak, bukan seperti itu. Hey?" Mattheo gusar karna Renese tidak mau memalingkan wajah padanya. "Saat di kelas, kau tidak membalas senyumku, ada apa? Lalu, aku melihat tanganmu yang terkepal saat.. saat professor Snape menyindirmu tadi." Jelas Mattheo.

Renese menghembuskan nafas kasar. "I saw you yesterday, at ravenclaw tower. Merasa bosan dengan tongkat, sekarang kau memukuli orang dengan tangan kosong? Wanna be a punchies thugs in hogwarts?" Ucap Renese lalu menutup buku tebal di depannya dengan keras. "Matthew, listen—" Mattheo kaget saat mendengar Renese memanggilnya Matthew—bukan Mattheo.

"Aku bukan gadis sok baik atau sok memerintahmu untuk berhenti melakukan kenakalan seperti itu, aku hanya berpikir—untuk apa semua itu? Apa kau tau bagaimana pemikiran orang - orang tentangmu?!" Ucap Renese yang sekarang sudah menghadapkan tubuhnya pada Mattheo.

"Aku tau." Jawab Mattheo. Ia tahu bagaimana pemikiran orang - orang tentangnya dan ia tak bisa lari dari itu, yang ia lakukan hanyalah menerima. Menerima pemikiran orang - orang tentangnya bahwa: Mattheo sama gelap seperti sang ayah—Voldemort, Mattheo sama kejamnya seperti ayahnya, tak ada yang terkejut kalau semua perilaku buruknya itu turun dari sang ayah.

"Tapi Harry menyentuh bibirmu." Mattheo mengatakan dengan lantang. "What—" Renese mengingat malam itu, saat semua murid diminta untuk tidur di Great Hall. Mulut Renese terbuka ingin mengatakan sesuatu, tak percaya dengan apa yang dia dengar dari laki - laki di depannya.

Renese kembali memalingkan tubuhnya menghadap perkamen dan buku tebal yang ada di depannya. "You can even kiss this lip if you want and Harry can't." Ucap Renese dengan pelan. "Sorry, what?" Tanya Mattheo.

"Nope, just leave me alone, Matt." Mattheo mengulum senyum sambil beranjak dari tempat duduknya lalu mendekatkan bibirnya pada telinga Renese. "Aku mendengarmu, Nessy. Aku simpan ucapanmu, someday I'll take that opportunity." Bisik Mattheo tepat di telinga Renese yang berhasil membuat gadis itu merinding. Mattheo terkekeh lalu pergi berlalu meninggalkannya.

"He really walking dark fleg."

.ೃ*:.ೃ*:

The Curse of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang