Bab 17~Rumah bordil

6 0 0
                                    

Termenung dalam lamunan, Nyonya Xao tidak menyadari sosok pelayan yang diberikan tugas telah kembali ke sana. Pelayan tersebut memberikan salam penghormatan sebelum bangkit menghampiri.
"Rumah bordil, " bisiknya pelan.

Mendapati hal itu, Nyonya Xao mengarahkan sorot matanya yang terpancar perasaan sedih.Tidak ada perkataan keluar dari mulut, hanya sebuah tatapan tidak berkedip ia lakukan. Bangkit berdiri sambil dipapah oleh pelayan pribadinya.

Sedangkan, dari arah atap bangunan Halaman Samping berada sesosok pria tampak memperhatikan setiap gerak-gerik yang dilakukan semua orang, termasuk pula Nyonya Xao kini berjalan menuju arah gerbang.

Kedua wanita separuh baya menaiki kereta dengan sangat berhati-hati seperti takut jika ada yang mengetahui, tidak diiringi dengan pengawalan ketat seharusnya sehingga menambah kecurigaan dari Xiao Ming. Mengikuti dari belakang, tidak terlalu jauh mengunakan kuda yang didapatkannya secara sembarang. Menarik tali pengendali kuda dengan laju tidak terlalu cepat, terkadang bersembunyi diantara rimbunnya pepohonan untuk menghindari kesalahan jika saja ketahuan Nyonya Xao.

Kereta semula melewati hutan rimbun, sekarang telah memasuki pusat perkotaan wilayah kekuasaan Keluarga Mu. Semua orang berlalu-lalang melakukan kesibukan mereka, meneriakan jualan yang baru saja dimasak, asap dari penggorengan menimbulkan aroma yang menjalar masuk kedalam rongga hidung setiap orang. Sementara yang lain sibuk menarik barang dari gerobak keledai. Anak-anak berlarian bersenda gurau sambil memegang permen kapas kesukaan, kesenangan tergambar dari wajah mereka yang sibuk tertawa sepanjang jalan. Kereta-kereta lain pun rupanya tampak begitu padat, keramaian tersebut membuat kecepatan kereta yang dinaiki Nyonya Xao semakin pelan.

Xiao Ming turun dari punggung kuda, berjalan sembari menarik tali pengendali, berusaha berbaur dengan semua orang agar tidak kenali.

'Kemana mereka pergi?' batinnya bertanya-tanya, karena sejak tadi kereta yang diikuti masih berlalu tanpa berhenti disebuah tempat.

Dengan waktu yang cukup lama, tibalah kini mereka dihadapan sebuah bangunan tinggi nanbesar. Di depan pintu masuk sejumlah pria menunggu giliran, jika diperhatikan gedung tersebut memiliki tingkat yang terbilang cukup banyak, helaian kain berwarna-warni  membentang panjang disetiap sisi-sisinya. Disinilah rumah bordil berdiri,  tempat para gadis cantik seluruh Negri terkumpul memamerkan keindahan tubuh mereka kemudian menjualnya dengan harga yang ditetapkan Sang pemilik.

Sejenak Xiao Ming bergidik ngeri membayangkan dirinya memasuki tempat yang dipenuhi dengan gadis-gadis penggoda. Namun, sebuah misi menghalanginya untuk sebuah keraguan semata.

Nyonya Xao bersama pelayan pribadinya turun dari kereta, menuju rumah bordil. Keduanya tampak sangat mudah melewati penjaga bertubuh besar yang sengaja disuruh menghadang pengacau disana.

"Tenanglah Xiao Ming, ini hanya misi!" Meyakinkan diri dengan segenap jiwa, pria itu melangkah mendekati pintu masuk. Akan tetapi, berbalik karena alasan yang tidak diketahui?

"Sudahlah, aku hanya perlu mengintip dari kejauhan! " tambahnya menghela napas lega sembari mengarah ke kedai makanan yang terletak tepat disamping rumah bordil.

















                                      ••••





Seisi dalam bangunan megah dihuni gadis-gadis memakai pakaian terbuka. Mereka menunjukkan lekuk tubuh yang sengaja ditampilkan sedemikian rupa kepada para pria yang datang menikmati. Aroma anggur segar tercium disetiap meja yang terhidang oleh para gadis, duduk dipangkuan sambil mengusap lembut dada bidang tuan mereka.

Musik mengalun diiringi tarian menggairahkan ditengah ruangan, memeriahkan suasana. Seorang wanita berjalan melewati semua orang tidak dihiraukan, hanya saja raut wajahnya tidak berubah sedikitpun masih murung bercampur perasaan sedih atas kepergian putri kesayangan. Menaiki tangga satu persatu ditemani pelayan, menuju ruangan yang sudah direncanakan seperti saat sebelumnya.

Berdiri dihadapan sebuah pintu, Nyonya Xao terpaku beberapa saat kepalan tangannya menguat disamping pakaian yang dikenakan. Ketika pintu terbuka lebar, seorang pria berdiri langsung menghadap kearahnya.

Saling bertukar tatapan satu antarlain, pintu kembali ditutup oleh Sang pelayan. Kini hanya tersisa mereka berdua yang saling terdiam, tidak ada yang membuka suara. Suasana hening melanda, teh yang masih panas dituang kegelas, sesosok pria itu menghirup aroma teh yang tersebar melalui kepulan asap tipis.

"Melepaskan Merpati putih. Sesuatu yang sangat penting, Nyonya Xao? " kata pria tadi sembari memainkan segelas teh tanpa diminum dalam genggaman.

Nyonya Xao berjalan mendekati lawan bicara, sebuah senyuman terlukis meskipun sangat samar. "Sudah bertahun-tahun kita tidak bertemu, ketika aku mengirimkan informasi kau hanya mengutus seseorang untuk datang. Tidak mudah melakukan semuanya, tapi aku selalu melakukan yang terbaik."

"Melepaskan Merpati putih bagi seorang mata-mata berarti berhenti melakukan semua hal, kembali ke kehidupan masing-masing," tutur Nyonya Xao tangannya sibuk menuangkan teh yang mendidih berasal dari perapian. "Kembali ke kehidupan? Bukankah perkataan yang sangat naif untukku yang sudah terlalu banyak berkorban?" terangnya kembali dengan sebuah senyuman simpul.

Helaan napas panjang diruangan yang sunyi dapat ditangkap dengan jelas sepasang telinga, "Apa yang kau inginkan, setelah semua berakhir kau bisa bebas. "

"Bebas? " Nyonya Xao tertawa lepas, entah apa yang dirasakan oleh hatinya sekarang. "Aku menginginkan keadilan untuk anakku Xi Feifei. Maksudku anak kita, Patriark Xi?" Salah satu alis wanita separuh baya itu terangkat sambil memberikan sorot tajam.

Menggertakan gigi-giginya kuat, pria yang tidak lain dari sosok Patriark Xi mematung ditempatnya duduk. Terpaan angin membuat surainya yang berubah putih berterbangan keberbagai arah.

"Kau hanya memperdulikan Xi Lan Mei anak dari Nyonya Xi yang Sah, tanpa memikirkan anakmu yang lain, Xi Feifei?. Bukankah keduanya terbunuh oleh Pengantin Merah?"

"Aku akan menegakkan keadilan sekaligus meratakan semua Keluarga Mu. Prajurit Keluarga Xi telah memberikan kabar kepada Penguasa Gunung Master Pedang perihal Putri Hien. Tugas terakhirmu hanyalah membuat Mu Bai tertekan, mengambil keputusan untuk memenggal kepala Putri Hien secepat mungkin. "

"Baiklah. "

Dari kejauhan Xiao Ming menyipitkan penglihatan bersusah payah mencari tahu siapa sosok pria yang sedang berbincang bersama Nyonya Xao dalam ruangan. Menaiki meja, sampai bergantung pada jendela, pemilik kedai sesekali memarahinya dengan alasan merusak barang-barang.

"Memakai pakaian serba hitam, perawakannya cukup tinggi dan berisi jelas bahwa ia seorang pria karena otot-otot lengannya, " gumam Xiao Ming.

Setelah semua kebingungan yang dialami, tanpa membuang-buang waktu lebih lama lagi Xiao Ming memilih untuk menaiki bangunan bertingkat tersebut. Terlebih dahulu memastikan keadaan sekitar, menoleh kekanan dan kiri jalanan, hanya ada beberapa pejalan kaki yang berlalu disana. Menarik tirai-tirai yang tergantung kemudian gesit memegangi setiap balok yang tersusun rapi, menginjak setiap sela bangunan. Dibalik punggungnya terdapat sebilah pedang yang sengaja diletakkan, berjaga-jaga jika saja terjadi pertarungan.

Jendela ruangan yang terbuka berhasil diraih Xiao Ming sebagai tumpuan tangannya bertahan. Ketika tubuhnya ingin menaiki jendela secara diam-diam, seorang pria memakai pakaian hitam lengkap dengan sebuah topeng bersembunyi dari arah berlawanan, sedang menarik busur sambil mengarahkan anak panah pada sosok pria memanjat bangunan, tidak lain dari Xiao Ming tadi.














___________________________________________

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pengantin MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang