Bab 2~Bukti

9 2 0
                                    

Ruangan besar tiga singgasana yang sejajar sama rendah dan tingginya. Tiang menjulang tinggi kelangit-langit bangunan dengan untaian tirai menghiasi sisi, setiap sudut ruangan tampak diisi dengan tanaman hijau serta bunga-bunga bermekaran memamerkan keindahannya pada semua orang, tidak lupa aroma khas kayu cendana dari wadah berukir terletak disetiap meja. Sementara itu, dua orang prajurit tengah berdiri tegak di samping pintu masuk berukuran besar.

"Apa yang akan dilakukan sebenarnya?"

"Bagaimana ini bisa terjadi? " Beberapa orang mulai membuka suara, terdengar dari kejauhan. Mereka saling berbisik satu antar lain hingga riuk pikuk memenuhi ruangan besar tersebut. "Lihatlah, tuan muda datang cepat turunkan suaramu! " Kembali salah seorang pria berbisik pada temannya, ketika kedua manik matanya menangkap sosok yang taklain dari tuan muda dimaksud sedang memasuki ruangan mereka berada. Sesosok pria tersebut hanya berjalan lurus tanpa menoleh sedikitpun, ia acuh terhadap apa yang terjadi. Dari arah samping ruangan seorang pria muda berdiri, kedua bilah pedang terletak diantara punggungnya, menyilang. Senyuman sinis tergambar jelas dikedua sudut bibir, perlahan berjalan mendekati kearah tuan muda yang dimaksud tadi.

"Tuan muda Mu Bai, bagaimana kabarmu?  Hari ini pasti berkah dari dewa untukku, bisa melihatmu diturunkan dari status pemegang takhta patriark," ujarnya sembari tertawa mengolok lawan bicara yang saat ini tidak menjawab sepatah katapun.

"Pertemuan dilaksanakan!" Salah seorang pria memegang sebuah tongkat berteriak keras, sehingga semua perbincangan saat itu berhenti seketika. Dalam sekejap setiap pasang mata tertuju padanya, mereka seakan-akan mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya.

Beberapa saat berlalu tiga orang pria berjalan kearah singgasana. Satu diantaranya memegang sebuah tongkat terbuat dari kayu berwarna merah menyala, sedangkan dua lain memiliki penampilan sama persis.

"Salam tetua... "

Semua orang bersamaan memberikan salam penghormatan kepada ketiga orang tersebut. Mereka rupanya tiga tetua dari keluarga utama Mu. Negeri Tianqi pada awalnya hanya memiliki satu penguasa Keluarga Wang (Menguasai ketiga bidang) Namun, saat ini terbagi menjadi tiga keluarga Utama yang memimpin, diantaranya yang paling penting adalah keluarga Mu (Pembuatan senjata) dengan dua cabang keluarga lain. Keluarga Xi (Pengobatan/ alkemis) terakhir Keluarga Yan (Tehnik bela diri) Dan disetiap keluarga memiliki tiga tetua tertinggi sebagai penasehat patriark dan pengurus inti.

"Tuan muda Mu Bai, apa pendapatmu? Kurasa kau sudah mengerti apa yang ku maksud," tanya salah seorang tetua.

Sejenak suasana berubah hening. Tidak ada suara yang ada disana hanya sorot mata semua orang terarah pada sosok tuan muda kini masih memasang ekspresi wajah datarnya.

"Tidak ada, " balasnya singkat, sontak membuat semua yang hadir dalam pertemuan keheranan.

Kembali suara berbisik dari segala penjuru sambil melontarkan tatapan sinis. Tak luput dari seorang pria yang pertama kali menghalangi sosok Mu Bai masuk kedalam ruangan pertemuan tadi, ia tampak semakin kuat mengepal tangan.

Srrgghhh

Bilah pedang panjang milik seseorang tampak berhasil membelah jubah milik tuan muda Mu Bai, semua orang terkejut tak terkecuali ketiga tetua. Beruntung pedang tersebut hanya mampu menyentuh jubah yang dikenakan oleh Mu Bai, kini pria berwajah dingin itu hanya mundur beberapa langkah kebelakang kemudian melepaskan jubahnya, tidak ada rasa takut yang tampak tersirat. Hanya sebuah senyuman kecil melengkung sempurna.

"Li Jian, kau cukup berani menyerangku dihadapan para tetua, "bisik tuan Muda Mu Bai tepat disamping pria yang menyerang dirinya sembari menarik satu pedang kini tersisa dibalik punggung pria itu.

Li Jian mematung ditempat berdiri, seluruh tubuh seperti diikat oleh seutas tali tidak terlihat. Sangat cepat! batinnya membenak, pelan menelan ludah, karena sekarang mungkin dirinya akan mati dengan begitu mudah. Kehebatan tuan muda yang selama ini dibicarakan ternyata memang benar adanya, ilmu bela diri tingkat khusus!.

"Kalian semua pasti telah menunggu kejadian seperti saat ini untuk segera menurunkanku dari posisi pewaris, tapi sangat disayangkan. Kalian tidak akan mendapatkan kesempatan, ku pastikan."

"Bawahanku sudah membawa bukti penting, kuharap kalian tidak kecewa ketika mendengarnya," jelas tuan muda Mu Bai,  mengitari ruangan sembari mengenggam pedang. Ujung senjata tersebut menyentuh lantai hingga meninggalkan bekas goresan.




***

Tetesan air mulai menggenang membentuk sebuah bundaran kecil dengan pinggiranya tertutupi oleh tumbuhan berwarna hijau, dingin dan lembab gambaran tepat dari kondisi ruangan itu. Minimnya penerangan membuat suasana tampak menyeramkan, sarang laba-laba tergantung dilangit-langit, tumpukan debu yang sengaja dibiarkan membuat pernapasan terganggu.

Beberapa detik berlalu suara pintu terbuka membuat pencahayaan dalam ruangan menjadi lebih terang dari sebelumnya, memaparkan semua benda yang ada. Kembali wanita tengah menangis itu mengerjap mata, mencoba menghalangi sinar menyilaukan mengunakan telapak tangannya.

Gema langkah kaki berat terdengar mulai memasuki ruangan ia berada. Ia lantas segera bangkit berdiri tangannya gesit mencari sesuatu yang dapat dijadikan senjata. Berdiri tertatih-tatih sembari menelan semua isak tangis, dan...

Brakk

Pukulan tepat mendarat pada orang yang masuk.

"Nyonya tenanglah, " pinta seorang pria, beruntung salah satu lengannya dengan sigap menangkis kayu pemukul yang digunakan.

"T-tuan Xiao Ming t-tolong aku, ku mohon... " lirihnya diiringi sesegukan. "Bukankah kau orang kepercayaan tuan muda?, t-tolonglah... "

Pria bernama Xiao Ming tersebut menarik napas panjang, "Tenanglah Nyonya, tuan muda datang mengirimku untuk segera membawamu pergi dari sini. "

"Suamimu terbunuh karena menjalankan misi, membawa calon pengantin agar sampai ke kediaman dengan selamat, tapi semuanya..... Aku dan tuan muda akan membantumu membalaskan dendam," tambahnya berusaha menenangkan. Xiao Ming menganggukan kepala, dengan segenap keyakinan bahwa setiap ucapannya adalah sebuah janji pasti.

Pelupuk matanya semakin mengandung cairan bening yang memenuhi, wanita berumur separuh baya berjalan mendekati sesosok pria tergeletak tak bernyawa di depan. Tangannya mencoba menyentuh tubuh Sang suami dengan perasaan hancur.

"Hentikan!" teriak seseorang dari arah balik pintu. Sontak Xiao Ming dan sosok wanita tidak lain dari istri pria yang telah mati itu, secara bersamaan menoleh ke satu titik. Siapa yang ada disana selain mereka berdua? Batin keduanya serempak menduga-duga.










___________________________________________

Pengantin MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang