Bab 15~Nona Ketiga mati mengenaskan!

4 0 0
                                    

Sinar mentari pagi muncul perlahan menerobos paksa semak belukar diselanya, serta bangunan-bangunan Kediaman yang menjulang tinggi, tetesan embun membasahi dedaunan. Jejak kaki para prajurit tampak berbekas pada rerumputan hijau, langkahnya tergesa-gesa silih berganti, sambil membawa sebuah tombak mereka terus menuju Halaman samping. Suara tangis seorang wanita separuh baya memeluk tubuh gadis yang kini berlumuran darah dengan kondisi mengenaskan. Para pelayan dihadapan bersujud, tidak ada seorangpun yang berani mengangkat kepala sekedar untuk bertanya apa yang sudah terjadi. Hanya suara teriakan, tangis dan kesedihan menyelimuti.

Sebagian jumlah besar prajurit berpindah menuju Halaman samping, dimana sosok tuan muda Mu berdiri menatap tubuh gadis yang sangat dikenalnya dari sejak kecil. Xi Feifei, sebagai nona ketiga dari Keluarga cabang Xao.

Seorang gadis membawa sebuah peti kecil tempat obat-obatan berjalan berdampingan dengan sosok pria bernama Xiao Ming. Keduanya melewati penjagaan ketat tanpa halangan, tiba dihadapan tuan muda Mu lalu memberikan salam penghormatan terlebih dahulu. Qixuan menatap sepintas kondisi nona ketiga, menunduk untuk memperhatikan setiap luka sekujur tubuh. Menekan titik nadi pergelangan, gadis itu menghela napas lega. Akan tetapi ketika memeriksa bagian belakang tubuh, raut wajahnya sendu sesekali menatap kearah Nyonya yang masih mendekap anak satu-satunya dalam tangis menyedihkan.

"F-fei'er siapa yang membuatmu seperti ini, " ucapnya sambil meneteskan air mata yang terus mengalir.

"I-i-ibu-u... " rintihan dari Nona Ketiga pelan kedua kelopak matanya terbuka sangat sedikit, bahkan seperti ada sesuatu yang tergantung pada kelopaknya.

Sontak semua orang terkejut menyaksikan bahwa gadis yang telah mereka sangka mati, ternyata masih bernapas walaupun sangat samar.

"Nona Ketiga? " panggil Qixuan, turut merasa sedikit senang karena masih ada kehidupan dalam tubuh pasiennya.

Mulut Xi Feifei bergerak sedikit demi sedikit mencoba mengucapkan sepatah kata. Namun, suaranya tidak dapat keluar. Tangannya yang tergeletak meraih darah mengalir miliknya sendiri, mengukir satu demi satu huruf yang akan membentuk sebuah kata.

"Pengantin Merah a------"

Brakk

Wadah yang berisi air dalam sebuah nampan berjatuhan menimpa lantai, seketika huruf yang semula ditulis dengan bersusah payah oleh sosok Xi Feifei menghilang dalam sekejap bercampur menjadi satu.

Menarik pedang milik salah seorang prajurit tepat mengarahkannya pada leher pelayan wanita tersebut. "Apa yang kau lakukan," bisik tuan muda Mu geram, memicing mata tampak ingin segera menghabisi pelayan entah datang dari mana, saat itu juga.

"T-tuan m-maafkan saya tidak sengaja. Saya diperintahkan membawa air untuk membasuh luka, n-nona k-ketiga," jelasnya menangis, sambil bersujud memohon pengampunan.

"Siapa yang memerintahkanmu," tanya kembali tuan muda Mu. Kali ini wajah yang ditampilkan datar, tapi sorotnya tidak beralih dari seorang pelayan di depan.

"P-pesannya t-tertulis di dapur Kediaman. "

"Prajurit! Bawa pelayan ini keluar, penggal kepalanya lalu buang ke sungai. "

"Baik tuan, " jawab bersamaan dua orang prajurit penjaga. Pelayan wanita tersebut meronta-ronta memohon ampun, tapi takseorangpun yang berani menolong. Sementara semua pelayan sedang bersujud dalam ruangan seketika menelan ludah, tubuh gemetar diselimuti ketakutan jika saja tiba giliran meraka nantinya.

Tuan muda Mu menajamkan tatapan pada wadah air yang kini telah tercampur genangan darah menyebar. "Nona Qixuan, apa yang ditulis oleh nona ketiga?"

"Pengantin Merah." jawab gadis tersebut singkat.

Pengantin MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang