Satu

492 30 1
                                    

"Gua berangkat, Bang."

Madanapala Abhichandra, laki-laki puber berusia 16 tahun itu berpamitan pada sang kakak yang hanya berdiri termenung di ambang pintu sebab baru bangun tidur, menatap Mada dengan mata kantuknya sembari menggaruk-garuk perutnya dari balik kaus hitamnya, "Hm. Duit jajan lu masih ada, 'kan? Kalo kurang chat aja, nanti gua transfer ke Dana lu," Kata Aryayudha Niscala, kakak satu-satunya yang Mada punya. Satu-satunya keluarga yang tersisa baginya.

"Masih ada dua ratus ribu, santai aja. Gua pamit," Pamit Mada sekali lagi sebelum akhirnya keluar dari pekarangan rumah dengan motor besar hasil kerja keras sang kakak demi memenuhi keinginan adik satu-satunya itu.

Skip time.

Mada melepas helm yang ia kenakan dan meletakkannya di atas tangki motornya, menata rambutnya sebentar, menitipkan helmnya pada loker sewa yang disediakan oleh sekolah bagi siswa/i yang membawa kendaraan sendiri ke sekolah, kemudian segera beranjak masuk ke dalam area sekolah. Ia tidak sabar bertemu si cantik.

Saat ingin masuk ke dalam melalui gerbang samping, Mada dihentikan dua orang anggota Osis, di mana yang satu adalah ketuanya sendiri.

"Dicek sebentar kelengkapan seragamnya, ya," Kata sang ketua Osis, Karunasankara Taraka, si cantik dengan mata bulat seperti anak kucing.

Mada hanya diam dan mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Madanapala A," Tutur sang ketua Osis setelah melihat badge name di atas dada sebelah kirinya, mata bulat bak boba itu bersirobok dengan mata tajam khas puma milik Mada, "Kenapa kok disimpen di kantung celana dasinya? Kenapa nggak dipake? Terus ini, ikat pinggangnya juga nggak ada. Kancing paling atasnya dikancingin, ya," Jelas Karuna panjang lebar pada Mada, menunjuk beberapa bagian tubuh Mada yang memang tidak memenuhi aturan berseragam di sekolah mereka.

"Mada aja," Ucap Mada pelan, namun cukup untuk hanya Karuna yang mendengarnya.

"Huh?" Karuna membeo tidak mengerti, matanya membulat lucu, menggemaskan sekali.

"Panggilnya. Mada aja," Lanjut Mada menjelaskan, sembari tangannya memperbaiki letak dasi milik Karuna yang sedikit berantakan ujungnya.

Karuna terdiam dan pipinya bersemu lucu, ia menepis pelan tangan Mada yang dengan tidak sopannya berani menyentuh dirinya tanpa izin, "Oke, Mada Aja, dipake dasinya, sebentar lagi upacaranya mau dimulai," Katanya sebal.

Mada tersenyum tipis, dia menggeleng pelan sembari menjawab, "Gua nggak bisa pake dasi, Kak. Pakein, dong," Pintanya.

Karuna sukses dibuat menghela napas, ia menatap kawan satu organisasinya yang sudah lanjut memeriksa beberapa siswa/siswi yang membawa kendaraan sedaritadi, sedangkan ia masih berkutat dengan Mada seorang.

Tangan Karuna dengan cepat mengambil dasi yang Mada simpan di dalam kantung celana seragamnya, kemudian bergerak memakaikannya di leher Mada, yang buat Mada sejujurnya tersipu, tapi ia berhasil menahan ekspresinya dengan sangat baik.

"Lain kali kalo mau ditolongin, bilangnya bukan 'dong', ya. Tapi, 'Tolong'. Habis ini pergi ke barisan paling pinggir sebelah kanan. Bareng sama anak-anak yang kurang perlengkapannya," Titah Karuna, tegas namun dengan raut fokus yang sangat menggemaskan untuk Mada.

"Dihukum nih gua?" Tanya Mada retoris.

Kembali menghela napas, "Bawel, ah. Makanya besok-besok seragamnya harus lengkap, biar nggak disuruh bersihin atau lari keliling lapangan 'lagi'," Ucap Karuna sebal, kemudian menepuk pundak Mada satu kali setelah selesai dengan sesi 'membantu Mada mengenakan dasi', "Dah, sana," Usirnya.

LOVE MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang