______________
Gus Azmi sudah berangkat mengajar setelah mengganti pakaiannya. Sementara Ning Alma sedang bersiap untuk ikut bersama Ummah melihat asrama akhwat. Dengan abaya hitam juga hijab Khimar warna hitam, Ning Alma siap untuk ikut bersama Ummah Annissa melihat asrama.
"Ummah, Alma sudah siap." Ucap Ning Alma setelah menghampiri mertuanya di ruang tengah.
Ummah Annissa tersenyum hangat, "Ya sudah, yuk." Ummah langsung beranjak, Gus Taufik yang sedang bermain pun menghentikan permainannya. Ia akan ikut bersama Ummah dan Mbak iparnya ini.
"Taufik, jangan jauh-jauh dari Ummah, ya nak." Peringat Ummah Annissa saat mereka berjalan di halaman Pesantren menuju asrama.
"Nggih, Ummah." Langsung di angguki oleh Gus Taufik.
Walau masih anak-anak, Gus Taufik cukup penurut. Ning Alma yang melihatnya pun senang. Adiknya begitu baik hati dan tidak nakal.
Keluar dari Ndalem, mereka melewati area umum Pesantren, dimana itu adalah area yang bisa dilalui oleh santri Ikhwan dan Akhwat, area bebas tepatnya. Tidak jarang, para santri akhwat yang kebetulan berpapasan dengan Ummah Annissa langsung menyalimi beliau dengan takdzim. Ning Alma yang melihatnya sungguh merasa haru dan senang. Santri-santri akhwat disini begitu sopan dan santun. Masya Allah.
Tapi lebih mengejutkannya lagi, saat ternyata santri-santri akhwat itu juga menyalimi punggung tangannya. Ning Alma sungguh merasa sungkan, karena ini adalah kali pertamanya diperlakukan begini disini. Kalau di Ndalemnya Abi Hafiz, memang sudah sering Ning Alma hadapi saat ia keluar Ndalem. Tapi ternyata disini pun ia diperlakukan sama. Memang, santri-santri akhwat disini belum begitu mengenalnya. Hanya saja, kini Ning Alma adalah menantu di keluarga Abi Mustofa. Pun juga darah keturunan Kyai mengalir di nadinya. Dimana pun kakinya melangkah, pasti akan dihormati dan disegani. Dengan mencium punggung tangannya, artinya mereka (para santri akhwat) sedang mengharapkan keberkahan darinya yang merupakan anak dan menantu alim ulama.
Ummah Annissa yang melihat menantunya diperlakukan sama dengan beliau, begitu merasa senang. Santri-santrinya mengerti adab yang harus dilakukan kepada keluarga pemilik pesantren. Masya Allah...
"Kita sudah sampai, Nduk." Ucap Ummah memberitahukan.
"Nggih, Ummah." Ning Alma mengangguk saja sambil mengikuti.
Begitu memasuki asrama, langsung disuguhi ruang tamu dengan alas karpet bulu yang terhampar. Jadi, saat memasuki asrama, harus melepas sandal, atau meninggalkannya di depan pintu masuk. Ning Alma dan Ummah melakukannya. Karena asrama yang saling terhubung, dan sudah di semen, jadi tidak perlu lagi menggunakan sendal. Saat melewati ruang tamu, saat itulah santri akhwat menyadari kedatangan mereka. Dan kemudian, bisa Ning Alma lihat banyak santri akhwat yang berhamburan masuk ke dalam kamar masing-masing. Karena pintu yang setengah dibuka, pun juga arah kamar membelakangi pintu masuk, banyak santri akhwat yang tidak mengenakan hijab dan memakai pakaian biasa. Bukan rok dan baju lengan panjang. Tapi baju tidur rumahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kidung Surgawi (On Going)
EspiritualFOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️⚠️ _____________________________ "Apa jenengan Ndak apa-apa, Gus?" Tanya Ning Alma sedikit tak enak, takut malah Gus Azmi tak nyaman. "Kenapa? Jenengan takut saya Ndak nyaman?" Tanya Gus Azmi kemudian. Ning Alma hanya menund...