Tanpa terasa, kami berada di kuil lebih lama daripada yang kami perkirakan. Begitu sampai di penginapan, kami di marahi habis-habisan. Ternyata, kami telah melewati jam tidur yang seharusnya.
Kasihan Siwan, karena dia salah satu siswa teladan, jadinya kemarahan yang dia terima lebih besar. Kami bukan satu-satunya yang di marahin, ada juga beberapa anak dengan berbagai masalah yang bergabung bersama kami di lobbi.
Kemudian, karena alasan kami cukup kuat dan udah ada izin sebelum pergi, jadinya kami nggak di marahin terlalu lama, tapi cukup lah untuk kami meringis kecil dan merasa nggak enak.
Anyway, aku dan Siwan berpisah di lobbi, soalnya rute penginapan putra dan putri berbeda.
Baru melangkah ke koridor penginapan putri, aku tersentak kaget mendapati Ara yang ternyata sedang berdiri menyandar pada dinding. Wajahnya tampak serius, tapi lebih seperti gelisah.
Aku mengerutkan kening, langsung menghampirinya. "Ara, kamu ngapain di sini? Kamu menungguku yah?"
Ara menatapku sebentar, lalu menghela napas panjang. "Ini nggak bagus, Mihi,"
"Hah? Ada apa?" tanyaku khawatir. Mungkinkah ada sesuatu yang terjadi saat aku pergi?
Ara tak langsung menjawab. Sebelah tangannya terlipat di dada, sedang sebelahnya lagi sibuk mengurut kening. "Kamu dan Siwan .." gumamnya.
"Oh, anu .. " Apakah aku terlihat seperti sedang menikungnya?. "Aku cuma menyapa kakek di sebelah dan kebetulan ada Siwan di sana. Terus, kami pulang bareng. Itu aja kok," kataku mendadak klarifikasi.
Ara menghela napas lagi. "Ini nggak akan semudah seperti yang kamu jelaskan barusan,"
Aku mengerutkan kening. "Maksudmu?" tanyaku tak mengerti.
"Haaaaaah, kamu gak ngerti yah? Iya sih, mana mungkin kamu bisa mengerti. Kamu kan nggak ingat apa-apa? Jadi, apakah ini salahku? Karena aku yang nggak menjelaskan apa-apa,"
"Ara, kamu ngomong apa sih?" kataku agak kesal karena Ara yang sejak tadi seolah ngomong sendiri.
Ara menatapku lagi. "Iya Mihi, aku menyukai Siwan, aku mengakuinya sekarang. Aku nggak pernah bilang karena aku nggak yakin Siwan memiliki perasaan yang sama denganku. Juga karena semua orang menyukai Siwan. Makanya aku ingin menjaga agar Siwan tetap bisa di sukai oleh kita sama-sama. Dan di antara semua orang kenapa .. " Ara menghela napas. "Kenapa malah kamu harus pergi dengan Siwan?"
Aku menatap Ara tak percaya. Apakah ini artinya, dia salah paham denganku? "Ara, kamu cemburu denganku? Aku dan Siwan nggak melakukan apapun di sana. Aku juga nggak punya hubungan yang aneh-aneh gitu sama Siwan, aku ini kan——"
"Tunangannya Doyoung?" potong Ara, menambahkan kalimatku. "Begitu kan maksudmu?"
Aku mengatupkan mulut.
Ara tersenyum kecil. "Justru karena kamu tunangannya Doyoung, itulah alasannya!" kata Ara. "Aku nggak mau Siwan menjadi korban dari Tragedi Bungeoppang selanjutnya!"
Aku menganga.
Tragedi Bungeoppang?
Kenapa jadi pergi ke situ sih pembicaraannya?
"Kamu nggak mikirin yah? Yang tau soal kejadian malam ini nggak hanya kalian berdua. Guru penjaga, wali kelas, dan buku perjalanan! Semuanya akan mencatat soal kejadian hari ini. Siapa yang bisa menjamin kalau Siwan nggak kenapa-kenapa? Siwan itu cowo baik, yang kita semua sayangi, cowo yang ku sukai. Makanya, kalau sampai terjadi sesuatu sama dia, hanya karena diabpergi denganmu, aku .." Ara menatapku dengan mata berkaca-kaca "Aku nggak rela .."
"Ara .." aku menatapnya dengan wajah sendu. Aku benar-benar nggak ngerti apa yang coba Ara jelaskan. "Aku nggak ngerti, memangnya apa hubungannya ini dengan tragedi Bungeoppang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Phosphenous | Kim Doyoung |✓|
Fanfic"sebuah dunia yang berbeda ketika mataku tertutup," Lee Mihi, seorang fangirl NCT yang suka banget sama Kim Doyoung. Sanking sukanya, dia selalu kepikiran untuk menjadi pacar Doyoung -fangirl related. Suatu hari, Doyoung datang padanya. Akhirnya, mi...