Yeorin.
“Yeorin, Seonjoo, kita akan terlambat!” Ibu memanggil kami.
Aku memperbaiki untaian yang tergantung di ekor kudaku dan mengamati bayanganku. Seonjoo memasuki kamar mandi dan memelukku dari belakang, menyandarkan dagunya di bahuku.
“Kau baik-baik saja?”
Aku tersenyum. "Ya. Aku baik-baik saja."
Dia menanyakan pertanyaan yang sama kepada ku melalui telepon setiap hari selama dua minggu terakhir.
Aku baik-baik saja, secara fisik. Rasa sakit ku hilang setelah beberapa hari. Tapi emosiku masih meluap-luap.
Setiap kali Jimin mengirimi ku pesan yang menanyakan keadaan ku, yang terjadi empat kali dalam dua minggu terakhir, aku diliputi oleh emosi yang campur aduk.
Akhirnya, amarahku menang dan aku sudah menegaskan bahwa aku tidak ingin dia terus menggangguku.
“Cobalah menikmati hari ini. Kau sudah menantikan belanja pakaian selama bertahun-tahun.”
Aku meletakkan tanganku di atas tangan Seonjoo.
“Aku akan menikmatinya, jangan khawatir. Gaun ini tentang aku, bukan Jimin. Aku tidak akan menyia-nyiakan pemikiran apa pun tentangnya.”
Namun aku tetap berharap Ibu membuat janji untuk berbelanja gaun pengantin lebih cepat — sebelum pesta; sebelum aku menyadari bahwa tunangan ku tidak seperti harapan konyol ku.
Kami sudah terlambat menurut standar perencana pernikahan.
Enam bulan sebelum pernikahan adalah tanggal ajaib untuk memesan gaun, tapi Ibu bersikeras agar kami menunggu lebih lama lagi. Aku merasa dia percaya takhayul, seolah kita akan tergoda nasib jika membeli gaun itu terlalu cepat, seolah sejarah akan terulang kembali.
Jihwan sudah membeli gaunnya beberapa minggu sebelum Natal.
Seonjoo telah tiba pada malam sebelumnya, dan kami menonton film serta mengobrol hingga lewat tengah malam, jadi kami berdua kesulitan bangun pagi untuk membuat janji.
“Yeorin! Seonjoo!”
Seonjoo dan aku mengambil tas kami dan menuju ke bawah. Ibu sudah menunggu, mengenakan mantel musim dingin yang tebal dan terlihat tidak sabar.Kami mengenakan mantel kami sendiri sebelum menuju mobil di jalan masuk. Taehyung berada di kemudi. Dongman dan dua pengawal lainnya akan mengikuti kami dengan mobil terpisah.
Taehyung memberiku senyuman kaku sebelum kami berangkat. Aku hadir saat Jihwan memilih gaunnya, dan kuharap kakak-ku akan menyukainya sama seperti aku.
Aku sedih karena Jihwan tidak bisa hadir hari ini, tapi yang lebih membuatku sedih adalah Yunji tidak bersamaku. Kapan pun aku membayangkan hari ini sebagai seorang gadis muda, Ibu dan Yunji selalu hadir.
Sekarang, kakak-ku berada ribuan mil jauhnya dariku. Aku sudah lebih dari tujuh tahun tidak bertemu atau mendengar kabar darinya, dan kini hari pernikahan ku semakin dekat, aku sangat ingin berbicara dengannya.
Kami berhenti di depan toko pengantin terbaik di Daegu.
Saat kami melangkah ke dalam toko yang terang, rasa pusing menggantikan kesedihanku. Ratusan gaun berjajar di dinding pada dua tingkat, rangkaian warna putih berbeda yang tak ada habisnya.Dulu, aku selalu melihat diriku mengenakan gaun princess dengan renda, berlian imitasi, dan rok penuh. Sama seperti seorang putri Disney, seperti yang selalu dikatakan Seonjoo, tapi aku bukan lagi gadis naif yang sama.
Aku tahu Pangeran Tampan tidak ada di kehidupan nyata.
Si pramuniaga, seorang wanita menggairahkan berusia akhir lima puluhan dengan lipstik merah cerah dan kuku panjang dengan warna yang sama, menyambut kami dengan nampan berisi sampanye.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him & i
RomanceYeorin tahu bagaimana rasanya menjadi hadiah hiburan. Terlalu muda. Bukan pirang. Dan yang pasti bukan putri es. Kakaknya adalah semua hal itu. Kesempurnaan. Sampai kakaknya tidak lagi sempurna. Sampai dia kabur bersama musuh dan meninggalkan tunan...