Yeorin.
Aku bertemu Jihwan untuk makan siang keesokan harinya di rumah orang tua Jimin.
Ibunya sedang makan siang bersama beberapa temannya, jadi kami punya privasi. Walaupun aku berusaha meyakinkannya bahwa sikap dingin Taehyung tidak ada hubungannya dengan dirinya dan hanya dia yang bersikap bodoh seperti biasanya, aku tidak yakin apakah aku berhasil menghubungi Jihwan.
Seperti Jimin, dia pandai menyembunyikan emosinya. Aku hanya bisa berharap Taehyung tidak membuat kesalahan seperti Jimin, kecuali dia sudah melakukannya. Aku tidak tahu untuk mengetahuinya karena baik Jihwan maupun dia tidak menceritakan apa pun tentang pertemuan mereka di masa lalu dengan ku.
Pada hari-hari berikutnya, Jimin tampak semakin bertekad untuk mendekati ku, namun dia juga menunjukkan kesabaran yang luar biasa dalam menjaga jarak. Dia sering menyentuh punggung bawahku ketika dia membawaku ke suatu tempat, menggandeng tanganku, atau memberiku salah satu ciuman yang membuatku ingin menyerah padanya.
Aku menikmati sentuhan-sentuhan kecil itu dan merasakan diriku merindukan lebih banyak lagi setiap harinya. Meski begitu, aku tetap menjaga jarak.
Aku menjadi lebih santai di sekitar Jimin dan mulai mencari jalan di sekitar mansion dan Daegok.
Pertemuan pertamaku dengan istri-istri Kapten berjalan dengan sangat baik, sebagian besar berkat ibu mertuaku, dan perkenalanku dengan kepala badan amal untuk anak-anak penyandang disabilitas sukses total. Aku bahkan sangat akrab dengan para staf di rumah baruku, meskipun interaksi mereka denganku masih terkendali.
Satu-satunya hal yang masih meredupkan kebahagiaanku adalah jarak kesopanan antara aku dan Jimin. Itu bukanlah rasa pusing yang menyenangkan yang kuharapkan sebagai pengantin baru.
Kali ini bukan Jimin yang bertanggung jawab atas pertemuan kami yang tertahan. Aku tahu dia ingin lebih dekat karena dia selalu menyentuhku dan mendekat untuk berbicara denganku, tapi dia menerima batasanku.
Aku terpecah antara bersyukur dan tidak sabar. Kebanggaanku menghalangiku untuk membiarkan lebih banyak lagi, seolah aku harus membuatnya menunggu lebih lama lagi untuk menebus tahun-tahun kerinduan yang kuderita.
.
.
.Umpatan Jimin menarik perhatianku, jadi aku keluar dari kamar mandi kamar lamaku.
Itu adalah hari pernikahan Jihwan dan Taehyung di Daegu. Jimin dan aku baru terbang pagi ini karena ada pertemuan larut malam yang harus dihadiri Jimin di Daegok.
Kami tinggal bersama orang tua ku dan rasanya aneh bisa kembali ke kamar masa kecil ku sebagai wanita yang sudah menikah bersama suami ku. Meskipun ruangan itu tidak menunjukkan tanda-tanda masa kecilku, aku merasa seolah aku telah terlempar kembali ke masa mudaku di lingkungan lamaku.
Jimin sedang menarik-narik dasinya, menatap tajam ke bayangannya di meja riasku. Dia harus sedikit membungkuk untuk melihat dirinya sendiri.
"Apa yang salah?"
"Ini miring," dia menggigit.
Mengangkat alisku, aku mendekatinya. Dasinya tampak baik-baik saja bagiku, tapi Jimin sedang dalam mood yang tidak baik sepanjang pagi.
"Biarkan aku meluruskannya," kataku, meskipun Jimin lebih baik dalam mengikat dasi.
Dia menurunkan tangannya dan menegakkan tubuh.
"Apakah ini karena adikmu akan menikah dengan kakak-ku?"
Jimin meringis. "Aku tidak percaya dia akan menikah hari ini. Aku tahu dia wanita dewasa, tapi bagiku dia tetaplah gadis kecil yang ingin aku lindungi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Him & i
RomanceYeorin tahu bagaimana rasanya menjadi hadiah hiburan. Terlalu muda. Bukan pirang. Dan yang pasti bukan putri es. Kakaknya adalah semua hal itu. Kesempurnaan. Sampai kakaknya tidak lagi sempurna. Sampai dia kabur bersama musuh dan meninggalkan tunan...