Dalam hidup adakalanya kita merasa tak ingin beranjak dari rasa bahagia. Rasa indah yang membuncah itu kini dirasakan Renjani.
Memiliki keluarga baru. Sebuah keluarga utuh yang dia berjanji untuk menjaga kehormatannya. Renjani ingin membuktikan bahwa dirinya adalah perempuan baik yang layak untuk memiliki kebahagiaan meski mungkin sebagian orang memandang dan menilai sebelah mata.
Matahari masih bersembunyi saat tersadar ketika tangan Tristan mendarat di perutnya. Mendadak Renjani kembali merasa tegang seperti semalam saat pria berhidung mancung itu membawanya kepada puncak bahagia yang berbeda. Masih dengan perasaan tegang, dia mencoba memindahkan tangan kekar tersebut, tetapi rupanya Tristan tersadar dan justru semakin mengeratkan pelukan.
"Mau ke mana?" Suara seraknya terdengar dengan mata terpejam.
"Ke kamar mandi. Ini sudah pagi, Mas."
"Kenapa kalau pagi? Kamu tahu sekarang kita sedang apa, 'kan?"
Kutarik napas perlahan. Aroma pantai masuk dari sela-sela ventilasi, suara ombak menyapa seakan mengundang untuk hadir dan merayakan kebahagiaan bersama.
"Kita jalan ke luar, yuk, Mas. Eum ... Mas nggak lapar? Kita cari makan di luar yuk!" Renjani mencoba merayunya.
"No, Dear! Aku mau hari ini kita di kamar sampai besok. Makan tinggal pesan, nanti mereka yang kirim. Please." Tristan masih pada posisi semula.
"Lagi pula, kita di sini masih lama, dan ... aku masih belum bisa melupakan yang semalam."
Mata Renjani membulat. Dia menoleh menatap pria yang masih enggan membuka mata. Tristan masih belum mengenakan pakaian dan tentu saja hal serupa terjadi padanya.
"Kenapa? Mau sekarang?"
"Mas Tristan!"
Tristan terkekeh geli, tanpa aba-aba dia kembali melakukan hal yang semalam mereka nikmati bersama, meski tentu saja kali ini Renjani sudah mulai terbiasa dan belajar agar dia lebih bahagia.
**
Menikmati menjadi istri seorang pewaris perusahaan property dan jasa transportasi bagi sebagian perempuan pasti bahagia, tetapi rupanya Renjani tak ingin seperti itu. Meskipun Tristan melarang bekerja, dia tetap ingin memiliki hasil dari keringatnya.
"Kamu nggak mungkin jadi asistenku di kantor seperti dulu, Sayang."
"Kamu itu, asisten pribadiku khusus. Di mana pun!" Dia memainkan alis menatap sang istri.
Tersenyum, lalu menarik napas dalam-dalam dia menyodorkan sarapan untuk Tristan.
Ini adalah hari pertama setelah mereka selesai berbulan madu selama hampir dua pekan. Mereka tidak hanya menghabiskan waktu di satu resort, tetapi kami berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Menurutnya dengan berpindah tempat, ada banyak hal yang bisa dia dapat, termasuk menikmati bulan madu dengan sebaik-baiknya berdua.
"Sebuah survei menemukan, faktor kebaruan memberi pengalaman seks yang lebih menyenangkan. Penelitian lain juga menunjukkan tubuh melepaskan dopamin ketika berhubungan intim di tempat dengan suasana berbeda, termasuk di motel atau hotel," ucapnya kala itu.
"Ya meskipun aku yakin aku tidak akan pernah bosan jika bersamamu," godanya yang selalu membuat Renjani merasa dicintai.
"Sayang? Kok malah melamun? Kamu emang mau kerja di mana sih?" Suaranya menyudahi ingatan tentang bulan madu.
"Terserah, Mas Tristan, tapi ... aku ingin mengaplikasikan ilmu yang aku punya, Mas. Biar bagaimanapun aku cumlaude di jurusan publik relation."
Dia tampak tersenyum lebar lalu mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram (Mau Update Cepat Bisa Langsung Ke KBM App)
RomanceRenjani dan Tristan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah, tetapi ternyata di tengah perjalanan pernikahan mereka, diketahui bahwa ternyata mereka adalah saudara sedarah. Atas nama hukum mereka harus berpisah. Namun, Tristan yang benar-benar me...