Tak pantang mundur, Pricilla menekan bel pintu rumah Tristan berulangkali hingga akhirnya pria itu membuka pintunya.Melihat kondisi Tristan yang berantakan, Pricilla serta merta memeluknya.
"Maafkan aku, aku tahu kamu marah, tapi aku minta maaf. Aku nggak bermaksud ...."
Dahinya berkerut melihat beberapa botol minuman keras di meja tamu. Setelah menghabiskan satu botol tadi, dia beranjak ke kamar meninggalkan Bayu rekannya yang sempat mampir dan mengajak minum bersama.
"Kamu minum?"
"Bukan urusanmu!"
Tristan sedikit kasar melepas pelukan perempuan itu, kemudian membalikkan badan.
"Mau apa ke sini? Aku nggak akan pernah menikahimu!" tuturnya ketus lalu menghempaskan tubuh ke sofa. "Sudah hampir jam sepuluh malam, aku nggak mau digerebek satpam hanya karena kamu masih di sini!"
"Tristan, aku ke sini baik-baik. Aku mau minta maaf dan ingin memperbaiki kesalahanku. Akhirnya tahu kamu marah, tapi aku bisa jelasin kenapa aku melakukan itu." Priscilla menggeser duduknya sehingga bahu mereka bersentuhan.
Tristan meraih botol berleher panjang yang di dalamnya masih tersisa, lalu meneguknya.
"Tristan!"
"Pergi, Pricilla!"
"Tapi kamu mabuk."
"Aku nggak mabuk! Pergi atau kamu menyesal!"
Matanya mengabut menatap Pricilla, lalu kembali meneguk minuman beralkohol itu tanpa jeda. Kedatangan Pricilla telah menjadikan dia hilang kontrol. Kekesalannya pada perempuan itu memuncak seiring dengan terngiangnya ucapan Renjani soal hubungan mereka.
Meski berulang kali dia meyakinkan Renjani soal foto dia dengan Pricilla, tetap saja perempuan yang dia cintai itu tidak percaya. Bahkan ucapannya tentang status mereka pun tidak mengubah pendirian Renjani untuk menjaga jarak dengannya.
"Aku nggak akan pergi! Dan aku nggak akan menyesal! Aku mencintaimu, Tristan!" Priscilla menatap lekat pria yang kembali meneguk sisa minuman memabukkan itu.
Bertemu Pricilla, seolah kembali membawanya pada kehidupan jauh sebelum bertemu Renjani.
"Apa kamu bilang? Cinta?" Tristan menyeringai lalu tertawa lebar. "Aku nggak pernah percaya cinta setelah aku bertemu Renjani!"
Mendengar nama itu, membuat Pricilla terlihat meradang. Dia mungkin datang belakangan, tetapi sejak kecil, diam-diam dia sudah menambatkan hati pada pria yang terlihat frustrasi tersebut.
"Tapi aku mencintaimu, Tristan. Aku nggak peduli bahkan meski kamu tidak pernah memberikan hatimu."
Lembut Pricilla mengusap lengan pria di sampingnya. Sementara Tristan mulai tak bisa mengendalikan diri. Dia menyandarkan kepala ke sofa dengan tangan masih memegang botol minuman beralkohol yang isinya sudah habis.
"Kamu bisa belajar mencintaiku, atau ... anggap saja aku perempuan yang kamu cintai itu. Aku siap menanggung apa pun risikonya," bisiknya tepat di telinga Tristan yang telah terpejam.
Sungging kecil tercetak di bibir Pricilla. Mungkin terlihat memaksa dan licik, tetapi bukankah dia benar-benar sudah begitu jatuh cinta? Bukankah Tristan tak lagi terikat hubungan dengan siapa pun? Jika memang terjadi hal yang mungkin saja terjadi, bukankah akan lebih baik buat mereka? Atau mungkin lebih tepatnya buat dirinya.
Satu persatu dia melepas kancing kemeja Tristan. Dada bidang yang ditumbuhi bulu-bulu tipis itu begitu menggodanya. Setelah puas menatap dan mengusap dada, tangannya beralih ke rahang kokoh yang juga terdapat bulu-bulu halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram (Mau Update Cepat Bisa Langsung Ke KBM App)
RomanceRenjani dan Tristan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah, tetapi ternyata di tengah perjalanan pernikahan mereka, diketahui bahwa ternyata mereka adalah saudara sedarah. Atas nama hukum mereka harus berpisah. Namun, Tristan yang benar-benar me...