Renjani tersenyum setelah menikmati mie pangsit yang dibawakan Ria. Makanan yang sebenarnya tidak begitu dia suka, tetapi justru makanan itu adalah favorit Tristan.
"Pak Nyoto nanyain kamu loh, Jani."
Pak Nyoto adalah penjual mie pangsit yang setiap hari mangkal di depan kantornya.
"Pak Nyoto ternyata sudah tahu kalau kalian udah pisah." Ria meneguk jus jeruk yang baru saja disuguhkan oleh Mbok Limah.
"Oh, ya? Lalu kamu bilang apa?" tanyanya lalu meneguk air mineral.
"Aku nggak tahu, dong. Bahaya nanti kalau ada yang dengar terus sampai ke Tristan."
"Tumben pinter," ledek Renjani yang disambut tawa oleh Ria.
"Eh, Jani." Wajah rekannya itu berubah serius.
"Hmm?"
"Aku punya beberapa foto pertunangan Tristan sama Priscilla."
"Pricilla?"
"Iya, Pricilla nama tunangannya. Kamu mau lihat nggak? Eum, maksudku ini tadi di grup kantor ada yang nge-share. Kamu mau lihat?"
Renjani hanya tersenyum tipis sembari menggeleng. Meskipun logikanya menuntut untuk melupakan Tristan, tetapi tidak dengan segenap hatinya. Nuraninya justru seolah mencoba untuk terus menghadirkan tanpa jeda sosok Tristan yang sangat dia cintai.
"Nggak mau?"
"Nggak perlu, Ria. Bukan apa-apa, tapi buatku mereka sudah bukan siapa-siapa, sama seperti mereka menganggapku, 'kan?"
"Tapi, Jani, Tristan sampai kemarin waktu aku izin ambil cuti, dia tetap menanyakan kamu dan meminta supaya aku memberi tahu sekecil apa pun kemungkinan keberadaan kamu."
Renjani menarik satu sisi bibirnya.
"Untuk apa? Aku malah merasa nyaman begini. Menikmati kesendirian yang sesungguhnya," tutur Renjani seraya mengusap perutnya yang masih rata.
Ria mengangguk paham.
"Kamu mau makan apa hari ini? Kan kemarin aku udah belanja banyak banget untuk di kulkas. Kamu pengin apa? Aku buatin!" Rekannya itu mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Apa, ya? Gado-gado? Kamu bisa bikin?"
Bibir Ria mengerucut. "Bisa dong! Siapa yang nggak kenal sama Riana's Catering?"
"Iya itu, kan mamamu, bukan kamu, Ria " Renjani tertawa kecil.
"Iya, tapi aku bisa, Jani!"
"Oke, aku mau gado-gado!"
"Siap!"
Baru saja dia hendak bangkit dari duduk, ponselnya berbunyi.
"Pak Tristan telepon, Jani!"
Mata Renjani membulat, meski begitu dia merasa dadanya bergemuruh.
"Aku angkat dulu, ya."
"Iya, kamu di luar atau di kamar atau di mana gitu supaya aku nggak dengar."
"Aku load speaker, ya. Tapi kamu harus diam. Oke?"
"Nggak, Ria! Udah sana angkat teleponnya!"
Perempuan berambut pendek itu mengangguk lalu melangkah ke ruang makan.
"Halo, Pak Tristan?"
"Halo, maaf menganggu cutimu."
"Oh, nggak, Pak. Ada apa, ya?"
"Iya, kemarin kamu bilang ada telepon dari Persada Indah?"
"Iya, Pak, tapi bukannya kemarin sudah dihandle sama Pak Tirto? Karena Bapak masih menyiapkan acara Bapak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram (Mau Update Cepat Bisa Langsung Ke KBM App)
RomanceRenjani dan Tristan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah, tetapi ternyata di tengah perjalanan pernikahan mereka, diketahui bahwa ternyata mereka adalah saudara sedarah. Atas nama hukum mereka harus berpisah. Namun, Tristan yang benar-benar me...