Bukan Anak Haram 25

238 59 2
                                    

Ditemani karyawannya, Renjani kembali ke Rendra dan Tristan. Aroma mie instan menguar sedap. Di luar hujan seperti enggan berhenti. Langit masih gelap dan kilat masih menyambar memperlihatkan keangkuhannya.

"Silakan, Mas Rendra." 

Merasa tak dianggap oleh Renjani, Tristan tersenyum tipis. Satu suap mie sudah masuk ke mulutnya, dan senyum melebar. Meski terlihat acuh, tetapi Renjani masih perhatian dengannya. Karena perempuan yang terlihat serba salah itu tidak memberinya mie instan pedas seperti yang dia minta.

"Kamu nggak ikut makan?" tanya Rendra.

"Nggak, Mas. Masih kenyang."

"Jadi gimana? Udah sehat hari ini?" Rendra kembali bertanya sembari menikmati makanannya.

"Alhamdulillah, Mas, Ren. Udah lebih baik," jawabnya dengan tangan mengusap perut. 

Menurut dokter, dia harus banyak makan sayur, buah, dan protein supaya asupan gizi bagi calon bayinya terpenuhi dengan baik. 

Mendengar pertanyaan Rendra, Tristan menghentikan suapannya. 

"Sakit? Kamu sakit, Renjani?" Nada khawatir yang dalam pada pertanyaan Tristan, membuat Rendra menoleh dengan dahi mengernyit.

"Eum ... iya, maksudku, kalau sakit, kenapa nggak istirahat saja. Ini cuaca memang agak tidak terlalu baik belakangan ini. Betul begitu, kan?" elaknya menjawab tatapan mata Rendra.

Rekannya itu tersenyum lalu mengangguk dan kembali menikmati hangatnya mie instan. Sementara tanpa sengaja mata Renjani dan Tristan saling mengunci.

"Oh, iya, Mas, jadi kapan kita bisa ketemu pemilik panti asuhan itu? Karena sepertinya hal yang baik itu nggak perlu ditunda," tuturnya mengalihkan pandangan ke Rendra.

"Kita bisa ketemu lusa. Semoga Pak Tahir pemilik panti asuhan tersebut bisa mengosongkan jadwal, jadi kita bisa banyak bertanya soal apa pun terkait rencana ini," paparnya. "Kamu juga boleh gabung kalau mau, apalagi kalau mau jadi donatur tetap." Rendra menoleh ke Tristan yang sejak tadi sedang sibuk dengan pikirannya.

Tawaran Rendra pada Tristan membuat Renjani mengatupkan bibirnya. Tentu saja jika Tristan bergabung akan sering dirinya bertemu dengan pria itu. Apa yang akan terjadi jika Tristan tahu dirinya tengah hamil? Apa yang akan dia katakan demi melindungi dirinya dan bayinya dari keluarga Tristan?

"Aku? Aku boleh gabung?" 

"Ck! Ayolah, Bos! Kalau kamu gabung, aku yakin akan ada banyak perusahaan yang juga bergabung dan itu akan membantu banyak orang! Tentu saja boleh dan hal itu sangat menyenangkan bagi kami. Bukan begitu, Renjani?"

Renjani tak menjadi, dia hanya menarik napas dalam-dalam lalu tersenyum.

"Kamu nggak keberatan kalau aku bergabung? Eum, maksudnya ... kamu sebagai pencetus ide ini, mungkin keberatan." Dia menelisik paras Renjani.

"Pencetus ide ini Mas Rendra, jadi kalau Mas Rendra membuka pintu, saya ikut saja dengan keputusannya," jawabnya diplomatis.

"Oke, deal, aku gabung!" 

Rendra tertawa kecil sembari mengucap syukur, tetapi tidak dengan Renjani. Beragam rencana bermunculan di benaknya. Karena cepat atau lambat pria yang tengah tersenyum simpul menatapnya itu akan tahu apa yang sebenarnya terjadi. 

Dia juga khawatir jika sampai Rendra tahu yang sebenarnya terjadi antara dia dan Tristan. Tentu saja kenyataan pahit keluarga mereka akan semakin menyebar dan menjadi buah bibir publik tanpa bisa dicegah. 

Bukan Anak Haram (Mau Update Cepat Bisa Langsung Ke KBM App)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang