"Tidak ada informasi baru, tetapi ... mungkin Bapak kenal dengan pemiliknya yang dulu. Karena menurut informasi yang saya dapat, pemiliknya dulu sempat berseteru dengan perusahaan yang dulu dipimpin oleh Pak Handoko Abimanyu."
"Siapa? Siapa yang pernah berseteru dengan papaku dulu?"
"Rahadian Barata."
Dahinya berkerut mendengar nama yang disebutkan Derry.
"Rahadian Barata kamu bilang?"
"Iya, Pak."
"Savitri Kamila Rahadian," gumamnya masih dengan dahi yang berkerut.
"Siapa nama pemilik perusahaan Persada itu?"
"Di sana tertulis Savitri KRB," jelasnya.
Pria yang terlihat masih sangat gagah itu menelan saliva. Bak pucuk dicinta ulam tiba, dia meminta Derry menghubungi Savitri yang dia yakini adalah perempuan yang pernah singgah demikian dalam di masa lalunya.
"Kabari kalau kamu bisa menghubungi dia!"
"Siap, Pak!"
**
Cilla tersenyum melihat Tristan keluar dari kantor. Sore itu sengaja dia menjemput pria itu untuk bersama mengambil cincin tunangan sekaligus makan malam.
"Hai."
"Hai, sori kamu lama nunggunya."
"It's okey! Bukan masalah." Dia memberikan kunci mobil ke Tristan. "Kamu yang bawa mobil, ya. Udah lama banget aku nggak keliling kota ini, khawatir nyasar."
Tristan tertawa kecil lalu mengangguk. Tampak senyum manis terukir di bibir Pricilla. Perempuan itu lega karena Tristan tak lagi terlihat menjaga jarak.
"Kita ambil cincin dulu, lalu ... kamu mau makan di mana?" Dia menoleh ke samping saat Perempuan itu duduk dan menutup pintu mobil.
"Kamu yang lebih tahu di mana makanan yang paling enak di sini."
"Oke, kita makan di restoran favoritku. Di sana makanannya enak-enak!"
Perempuan yang mengenakan terusan sebatas lutut itu mengangguk sambil tersenyum.
Mobil meluncur membelah jalanan sore, tak begitu ada kemacetan yang berarti hingga tanpa menunggu lama akhirnya mereka berdua tiba di Mahkota Jewelry tempat cincin mereka berdua dipesan.
"Bagus banget, Tristan!" Cilla menatap takjub pada cincin berlian di tangannya.
"Mama yang pilih, sih, aku ikut aja."
Dia lalu menarik napas dalam-dalam. Meski saat dirinya dengan Renjani tidak memesan di tempat yang sam, tetapi tetap saja Tristan seperti dejavu. Pikirannya kembali menerawang memikirkan keberadaan Renjani. Perempuan itu seolah ditelan bumi setelah mengatakan jika dirinya ingin sendiri.
"Kamu suka pantai atau gunung, Mas?"
"Pantai. Kalau kamu?"
"Gunung. Aku suka gunung, hawanya sejuk aroma pepohonan yang bisa bikin nyaman, dan yang pasti aneka ragam tanaman akan menghampar di sepanjang mata memandang."
"Kalau pantai, anginnya juga lembut, deburan ombaknya yang sangat eksotis terlebih saat sunset ... itu indah banget, loh!"
Renjani tersenyum manis, sangat manis mendengar penuturannya kala itu.
"Aku tahu, tapi ... aku tetap mencintai gunung, meski aku juga tidak anti pada pantai."
"Oke, mungkin kita bulan madu nanti ke pantai dulu lalu ... kita ke gunung. Sepertinya aku harus pertimbangkan untuk membuat cottage di kaki gunung, dan aku beri nama Anantari's Cottage."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Haram (Mau Update Cepat Bisa Langsung Ke KBM App)
RomanceRenjani dan Tristan saling jatuh cinta hingga akhirnya menikah, tetapi ternyata di tengah perjalanan pernikahan mereka, diketahui bahwa ternyata mereka adalah saudara sedarah. Atas nama hukum mereka harus berpisah. Namun, Tristan yang benar-benar me...