enam belas

5.2K 115 1
                                    

Gesa tersadar disebuah ruangan yang bernuansa putih. Matanya menelusuri isi ruangan ini dan mendapati Haura tengah tertidur disamping brangkar yang ia tempati.

Tangan Gesa bergerak untuk mengelus surai hitam kecoklatan milik Haura, bermaksud untuk membangunkan gadis itu.

Haura mengerjab-erjabkan matanya lalu bangun dari tempat duduknya "butuh apa? Minum? " tanyanya.

Gesa menggeleng lemah. Alisnya menyatu karena bertanya-tanya mengapa ia bisa ada disini.

Haura pun paham, ia menjelaskan "lo dibawa kesini ma Eza, dia lagi ngurusin biaya rumah sakit lo diluar"

Saat membuka mulut ingin bertanya mengapa, Haura lebih cepat memotongnya.

"Untuk ngetes kesehatan lo, siapa tau lo hamil"

Gesa membelalakkan matanya, ia ingin duduk namun Haura melarangnya.

"Udah berapa lama lo dilecehin kedua adik lo?"

"Oke diam, itu ga usah dijawab, lo pasti ingin tau kejadian sebelumnya kan?" Haura memotong lagi saat Gesa baru saja membuka mulutnya untuk mengeluarkan suara.

Gadis itu mengambil kursi untuk ia duduk dan mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya sebelum Gesa berada di rumah sakit ini.

Flashback<<<

Haura dan Eza sempat bingung mau kemana lagi. Berbagai hotel sudah mereka datangi untuk menemukan Gesa. Dan Eza baru ingat kalau ponsel gadis itu juga ia sadap supaya selalu tau lokasi Gesa berada.

Setelah mengotak-atik ponselnya, akhirnya ia menemukan sebuah lokasi yang memberitahu keberadaan Gesa. Eza melaju kesana dengan kecepatan dibawah rata-rata yang membuat Haura kesulitan bernafas. Beberapa kali gadis itu juga memukul-mukul helm yang dipakai Eza, menyuruhnya supaya pelan-pelan.

Sebuah hotel mewah yang Haura kira kalau harga dari satu kamar semalam itu sangatlah fantastis.

Eza berlari masuk kesana dan langsung berbicara pada pegawai lobby hotel ini.

Setelah mendapati kunci kamar hotel yang ditempati. Eza langsung berlari menuju lantai dikamar itu berada. Haura pun turut mengikutinya dari belakang.

Gadis itu terbelalak kaget dan juga sedih saat melihat sahabatnya disana tengah diperkosa dengan brutal oleh dua orang yang ia kenal.

Eza langsung memukuli mereka dengan membabi-buta. Haura mengecek keadaan Gesa yang kacau, ia menutupi tubuh telanjang gadis itu dengan selimut hotel. Haura menangis.

Dirasa kedua manusia kembar yang tengah bertelanjang itu sudah tidak sadarkan diri, barulah Eza mengendong tubuh Gesa beserta selimut itu keluar dari hotel ini.

Haura menyusul saat sudah menemukan kunci mobil milik adik Gesa. Gadis itu yang menyetir kali ini menuju rumah sakit terdekat, Eza berada dibelakang memeluk tubuh kurus Gesa yang tidak sadarkan diri.

Flashback>>>

Gesa menangis, kini Haura juga tau akan aibnya. Dirinya sudah buruk dan kotor, ia tidak pantas menjadi sahabat Haura.

"Kenapa lo gak cerita dari awal? Kenapa juga lo gak lapor ke ortu lo?" Haura ikut menangis. Ia memeluk tubuh bergetar Gesa.

"Gue kotor Ra"

Haura melepaskan pelukannya lalu menatap mata sayu gadis itu.

"Gue sahabat lo! Apa selama ini, gue yang cuma anggap lo sahabat? Bahkan masalah sebesar ini lo sembunyiin dari gue!!"

"Hiks.... hiks.. hiks... ini aib gue Ra, ga seharusnya lo tau!"

"Lo bodoh atau gimana sih? Lo korban pelecehan Sa!!!"

"Tapi gue kotor hiks... ini aib gue... gue ga mau orang lain tau!!"

"Lo- ck.... ortu lo juga ga tau?"

Gesa menggeleng. Haura merasa kesal dengan sahabatnya ini. Padahal Gesa itu juara umum disekolahnya tapi kenapa otak gadis itu menjadi bodoh mengenai dirinya yang sudah dilecehkan. Apalagi oleh adiknya sendiri.

Haura keluar dari rumah sakit. Ia ingin menghubungi kedua orangtuanya Gesa namun ia takut kalau Gesa membencinya. Melihat gelagat dari gadis itu yang sama sekali tidak mau melihatnya ketika ditanya tadi membuat ia mengetahui sesuatu. Gadis itu malu. Ia malu saat pelecehan tadi dilihat olehnya dan juga Eza.

Tapi, disini Gesa itu korbannya. Haura tidak bisa membiarkan jika pelaku pelecehan seksual bergerak bebas tanpa rasa bersalah. Karena ayahnya adalah seorang hakim maka jiwa keadilan gadis itu memberontak untuk membela Gesa. Apalagi gadis itu adalah sahabatnya dari ia bersekolah di SMA itu.

"Jangan masuk! Dia butuh sendiri" peringat Haura saat Eza ingin membuka knop pintu kamar inap Gesa.

Eza memahami situasi. Dari kaca bulat di pintu itu ia dapat melihat kalau Gesa tengah menangis sesenggukan menyamping, membelakangi pintu kamar inap ini.

Hatinya ikut sakit melihat kondisi gadis itu. Tubuh yang dulu terlihat sedikit berisi dan selalu membuatnya ingin mencubit pipinya, sekarang menjadi badan kurus seperti kekurangan makanan.

Haura melihat Eza mengepalkan tangannya hingga buku-buku jari pemuda itu ikut memutih. Rahang Eza mengetat hingga tercetak jelas otot-otot itu. Haura sedikit bergeser. Eza terlihat sangat marah saat ini, jadi ia memilih menjauh untuk mencari aman.

>>>

"Fuck anjing bodoh bangsat....  AKHHHHH..... gue bakal bunuh lo anjing..." Gevi tantrum. Ia berteriak lalu membanting seluruh hiasan atau smartphone yang berada diatas meja kamarnya.

Saat tersadar dari pingsannya tadi ia langsung memakai pakaiannya kembali lalu memakaikan pakaian untuk adik kembarnya juga yang masih belum sadar.

Saat sampai diparkiran hotel ia menjatuhkan tubuh kembarannya kasar hingga remaja itu terbangun, karena tidak mendapati mobilnya disana. Lalu Gevi memesan taksi untuk pulang kerumah.

Gevi benar-benar tidak akan memaafkan Eza. Ia akan membunuh laki-laki itu. Baru saja ia merasakan kenikmatan sesungguhnya bercinta dengan sang kakak malah dikacaukan oleh si brengsek Eza.

Si kembar itu berada di kamarnya masing-masing. Kamar mereka sama-sama kedap suara, jadi Gavi tidak tau tindakan brutal kembarannya saat ini.

Ia sendiri sudah membuat kacau seisi kamarnya. Tangan remaja itu bahkan sampai terluka akibat pecahan vas bunga yang ia genggam erat-erat.

"Bunuh Ezakiel Orlando Barry, Big Tree Apartemen lantai 12, SMA Andromeda" ucapnya dengan seseorang di teleponnya. Tanpa menutup panggilan itu, tangannya mengotak-atik ponselnya lagi untuk mengirim sebuah foto.

"Besok harus ada kabar dia meninggal dengan cara yang tragis" ucapnya lagi, kemudian menekan tombol merah untuk menutup panggilan. Matanya menatap kosong kearah depan lalu seringan muncul di bibirnya.

Ia yakin kalau orang yang ia suruh akan melakukan tugasnya dengan baik. Dengan begini tidak akan ada lagi pengganggu yang akan menghalangi cintanya pada sang kakak.

Menikmati tubuh indah gadis itu sangatlah seru. Tongkatnya menegang saat membayangkan kejadian tadi siang di hotel itu. Ia pergi kekamar mandi untuk menidurkan kembali tongkat kebanggaannya.

.
.
.
Next..

The Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang