tujuh belas

5.1K 144 12
                                    

Gesa sudah pulang keesokan harinya dari rumah sakit. Ia kini tinggal dirumah Haura. Orangtua gadis itu menyambutnya hangat. Mereka bahkan lebih menyayanginya daripada anaknya sendiri.

Seperti saat ini. Masih pagi tapi Haura merasa kesal. Lihatlah, bundanya menyuguhkan nasi beserta lauknya kepada Gesa, sedangkan dirinya hanya mendapatkan roti isi coklat Nutella saja.

Tapi ia merasa senang karena Gesa bisa melupakan kejadian kemarin walau hanya sesaat. Ia tidak menceritakan masalah gadis itu pada orangtuanya. Apalagi ayahnya, pria itu sangat tidak menyukai pelecehan seksual. Jadi, jika ia menceritakan masalah Gesa pada pria itu sudah dipastikan kalau ayahnya akan bergerak cepat.

"Ayoo satu lagi, harus habis sayang nanti ayamnya mati lho" ayolah, Gesa sudah besar dan akan lulus sekolah! Kenapa bundanya menyuapi gadis itu seperti anak kecil.

Mulut Gesa bahkan masih penuh dengan nasi, tapi bundanya itu tetep memaksa Gesa untuk makan lebih banyak lagi.

"Ma udah, kasian Gesa, dia udah kenyang" ucap Haura melerai.

"Kenyang apanya, lha wong masih kurus gini kok" (orang dia....). Haura memijat pelipisnya. Bundanya itu keturunan Jawa, lebih tepatnya Jawa Timur. Tak heran kalau wanita itu mempercayai mitos atau pamali ditempat ia dilahirkan.

"Wes to bun... kasian Gesa" (sudahlah bun....)

"Kamu gak liat badan dia masih kurus? Wes-wes, budal sekolah kono wae" (sudah-sudah, berangkat sekolah saja sana).

Gesa menggaruk kepala bagian belakangnya yang tidak gatal, karena dia asli kota sini jadi dirinya sama sekali tidak mengetahui arti bahasa tersebut.

Mood Haura menurun. Ia meninggalkan meja makan itu dan langsung menyambar tasnya. Tapi uang saku tetap tidak kelupaan. Ia meminta uang itu pada ayahnya yang sibuk minum kopi sambil membaca koran.

"Ayah, minta uang jajan hehe" ucapnya dengan cengiran andalannya.

"Giliran uang saja cepet" sindir bundanya.

Haura tidak memperdulikan ucapan sang bunda. Ia tersenyum senang kala mendapatkan tiga lembar uang berwarna merah lalu ia menyalimi tangan sang ayah. Pipi tembam Gesa yang penuh dengan nasi itu ia kecup untuk pamitan berangkat ke sekolah.

Meskipun moodnya buruk karena sang bunda, ia tetap menyalimi tangan wanita itu. Lalu berangkat diantar oleh sopir ke sekolah.

Gesa memang tidak diperbolehkan oleh Haura masuk sekolah. Apalagi gadis itu baru saja mengalami kejadian menjijikan yang akan ia hapus dalam ikatannya dan pelakunya adalah adik Gesa sendiri.

Setidaknya biarlah Gesa libur lima hari lamanya. Ia tidak mau menanggung resiko kalau gadis itu bertemu dengan si kembar itu lagi. Kalau bisa Gesa akan ia kurung dirumahnya untuk tidak bertemu manusia-manusia bejat itu lagi.

>>>

Haura menjalani kegiatan belajar disekolah seperti biasa. Ia juga menceritakan keadaan Gesa pada Eza. Entah apa yang terjadi dengan lengan pemuda itu yang diperban, Haura tidak bertanya lebih jauh setelah sudah mendapatkan jawaban kalau hanya luka kecil saat Eza terjatuh dari motornya.

Eza menyembunyikan kebenarannya. Ia juga tidak tau kenapa dia diserang secara tiba-tiba semalam saat pulang dari rumah sakit setelah merawat Gesa.

Bukan hanya lengannya yang terluka namun dipaha dan di perut bagian bawah juga terdapat perban karena tembakan.

Saat tengah menyetir ia dikejutkan tembakan dari arah belakang yang sialnya kena perut bawahnya. Tidak sampai disitu, mereka juga kejar-kejaran sampai di perbatasan kota.

Eza yang seakan paham ia diincar untuk dibunuh pun bersembunyi pada bangunan gedung belum jadi untuk menghindar dari pelaku penembakan itu.

Setelah dirasa aman, ia keluar menuju rumah sakit terdekat untuk mengecek keadaannya dan ternyata ia harus operasi pengangkatan peluru yang masih tertinggal pada perutnya.

Sebenarnya hari ini ia dilarang keras untuk beranjak dari tempat tidur oleh pihak rumah sakit karena habis operasi. Namun, demi mengetahui keadaan Gesa ia nekat kabur dari sana.

Eza sudah menyelidiki dan mendapatkan informasi kalau si kembar itulah yang menyuruh pembunuh bayaran untuk menghabisinya. Mereka marah karena kenikmatan mereka sudah digagalkan oleh Eza walaupun dia terlambat.

Tapi sekarang ia tenang karena Gesa sudah aman dirumah Haura.

Eza meminta izin ke UKS dengan alasan sakit. Yaa dia memang sakit beneran, ia akan tidur disana sampai jam pulang tiba.

>>>

Gevi dan Gavi kembali mengadu pada sang papa kalau kakaknya telah pergi dari rumah sudah dua hari. Mereka mengarang cerita. Si kembar itu bilang pada Rendi kalau kakaknya melakukan hubungan suami istri dengan pemuda yang sama yang membawa Gesa kabur dari rumah tempo hari lalu.

Tentu saja Rendi marah. Pria paruh baya itu meninggalkan pekerjaannya yang masih menumpuk untuk pulang kerumah demi mencari putrinya. Ia akan menghukum putri kecilnya itu supaya tidak melakukan perbuatan yang menyimpang.

Tapi faktanya, kedua anak emasnya lah yang menyimpang. Rendi tidak tau kalau mereka sudah terobsesi pada kakak mereka sendiri.

Saat sampai rumah, Rendi langsung diajak oleh Gevi menuju apartemen Eza. Dia masih yakin kalau kakaknya kembali bersembunyi disana. Namun apartemen itu sudah terisi oleh penghuni baru, dan mereka kehilangan jejak tempat tinggal Eza lagi.

"Papa tau rumah temen kak Gesa?" Tanya Gevi.

Rendi berpikir sejenak "Haura maksud kamu?" Tanyanya.

Gevi mengangguk "kalo gak pacarnya itu, pasti kak Gesa pergi kerumah temennya"

"Tapi dia bilang gak ada dirumahnya" sela Gavi, ia tadi sempat bertanya pada perempuan itu mengenai kakaknya dan Haura mengatakan kalau ia tidak tahu apa-apa.

"Dicek aja dulu" balas Gevi.

"Papa tau, ayahnya hakim ternama dikota ini"

Mobil Subaru WRX STI warna putih itu melesat membelah angin yang cukup kuat pada siang ini. Tangan berurat Rendi yang menyetir itu mengetat, ia tidak percaya putrinya melakukan tindakan seperti itu. Apa selama ini dia terlalu memanjakannya hingga membuat gadis itu tidak menurut dan berani membantah semua ucapannya.

Kediaman keluarga Addison itu sangat sepi. Diketuknya pintu bercat putih itu lalu muncullah wanita tua yang berpenampilan seperti asisten rumah tangga.

"Maaf, nyonya dan tuan sedang pergi, ada keperluan apa? Nanti saya sampaikan" ucapnya sopan.

"Saya menca-...." ucapan Rendi berhenti saat melihat gadis cantik keturunannya baru saja terlihat dipertengahan tangga.

Rendi menghembuskan nafas kasar lalu menerobos masuk untuk mengejar putrinya yang berlari menuju lantai atas.

Bi Sarah selaku asisten rumah tangga yang harus menjaga rumah ini, berusaha menghentikan mereka namun tenaganya sangat kecil. Ia pun mengambil ponsel jadulnya untuk menghubungi majikannya yang tengah bekerja.

Brak.... brakk... brak....

"Gesa buka!! Kamu berani melawan papa hah!!!" Rendi marah. Ia menggedor-gedor pintu kayu itu dengan sangat keras.

"Papa minggir, biar aku dobrak" Gevi yang tidak sabaran berusaha mendobrak pintu itu sekuat tenaganya.

BRAKKK....

Pintu berhasil terbuka namun rusak. Dikamar ini sangat sepi. Mata rendi tertuju pada pintu kamar mandi yang berada disudut kamar. Ia mendobrak kecil dan pintu itu berhasil terbuka.

Disana putrinya meringkuk takut dengan air mata yang mengalir deras. Rendi merasakan sakit dihatinya saat melihat kedua mata cantik itu menangis dan dada gadis itu naik turun karena sesenggukan.

Dia dapat merasakan kalau putrinya menatap takut kearahnya-ah tidak lebih tepatnya di belakang tubuhnya. Saat ia gendong gadis itu ala bridal style pun dapat ia rasakan kalau badan Gesa bergetar hebat sebelum gadis itu pingsan.

.
.
.
Next..

The Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang