delapan belas

4.7K 129 0
                                    

Pov Gesa.

Saat ini aku rebahan dikamar. Sangat luas namun sepi karena aku sendirian. Tante Vanessa dan Om Prabu pamit padaku untuk pergi bekerja. Dirumah besar ini hanya ada aku, bi Sarah, dan pak satpam bernama Jaya yang sedang bertugas didepan.

Setelah membantu bi Sarah bersih-bersih tadi aku pamit untuk istirahat dikamar. Karena badanku terasa sangat lengket akibat peluh yang dihasilkan dari bersih-bersih rumah tadi, aku bergegas mandi. Rasanya sangat segar setelahnya.

Dengan dress panjang selutut berwarna dusty pink lengan pendek dengan tali spaghetti pada dada membuatku tampak manis. Aku keluar kamar saat merasakan tenggorokan ku kering setelah tadi mengobrol dengan Haura melalui ponsel. Gadis itu meminjamkan ponsel lamanya padaku, biar nanti kalau ada apa-apa aku bisa menghubunginya. Didalam ponsel itu juga ada nomor Eza.

Aku tadi sempat video call dengannya juga. Laki-laki itu sangat tampan dari segi manapun, walau tadi saat video call, dia mengarahkan kamera ponselnya terlalu dekat dengan wajah sehingga aku tidak tahu lokasi dimana dia saat itu.

Namun langkahku berhenti pada pertengahan anak tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua. Badanku terasa sangat kaku.

Disana pada ambang pintu bi Sarah tengah berbicara dengan seseorang. Badan ku menjadi bergetar saat mengetahui siapa orang itu, apalagi dengan dua orang yang masih muda yang berdiri dibelakang punggung pria paruh baya itu.

Aku langsung berlari memasuki kamar saat melihat mereka. Tak lupa pintu kamar kayu ini aku kunci dari dalam. Aku berlari menuju kamar mandi dan menguncinya dari dalam juga untuk keamanan lebih.

Aku duduk dengan memeluk kakiku di bathtub, air mataku mengalir deras melewati pipi.

Tidak... tidak!!... Aku mohon... jangan lagi!!!. Aku terus berdoa dalam hati supaya mereka tidak mengejar ku.

BRAK....

Aku terlonjak kaget saat mendengar suara keras dari luar kamar mandi. Oh tidak!!! Mereka berhasil masuk.

Tangisku semakin keras saat pintu kamar mandi yang terbuka dengan dobrakan kecil oleh papaku. Aku menatap takut kearah mereka, lebih tepatnya pada belakang tubuh papaku.

Tidakk!!! Aku tidak mau melihat wajah kembar itu lagi. Aku memberontak saat papa menggendongku. Aku yakin dia bisa merasakan badan ku yang bergetar sebelum pandanganku menjadi gelap.

>>>

Aku terduduk dengan nafas yang tersengal-sengal saat bangun dari pingsan ku. Mataku menelusuri ruangan ini. Ini kamarku!! Aku menggeleng tidak percaya dengan kenyataan ini. Aku kira itu tadi adalah mimpi buruk.

Pandanganku berganti kearah pintu yang terbuka. Seorang remaja dengan senyuman manis yang menurutku sangat menjijikkan itu berjalan mendekati ranjangku sambil membawa nampan berisi roti dan segelas susu.

Ia duduk diatas ranjang tepat disebelah kakiku setelah meletakan nampan itu pada meja di samping tempat tidurku.

Masih dengan senyuman diwajahnya ia berucap "kelinci kecilku yang cantik..... sudah puas bermainnya sayang? ......huft cape tau ngejar kakak, kalo kakak diem dirumah kan lebih bagus" tangannya yang besar itu ingin menyentuh ujung kepalaku namun aku menghindarinya.

Aku memalingkan wajah kekiri supaya tidak bertatapan dengan wajah tampan Gavi lagi. Namun rahangku malah dicengkeram erat olehnya yang memaksaku untuk menatap matanya.

"Kak Gesa nakal! Gavi gak suka" ia mendekatkan wajahnya pada wajahku hingga hidup kami bersentuhan. Matanya memejam. Aku dapat merasakan hembusan nafasnya.

"Gavi suka ekspresi kakak saat kita bercinta kemarin, kakak yang menahan desahan membuatku semakin bergairah, kakak tau? Aku merasa tersiksa kalau kakak kabur dariku dengan bajingan itu"

Nafasku tidak beraturan. Aku marah saat ia mengatakan kalimat menjijikan seperti tadi. Tanganku mendorong kasar dadanya namun badan besar itu sama sekali tidak ada pergerakan.

Tangannya ia lepaskan dari rahangku, tapi berganti pada tengkukku. Seketika aku membulatkan mata saat bibir kita bersentuhan. Aku tidak bisa menghindar karena tangannya yang masih berada di tengkukku. Ia menekan kepalaku supaya ciumannya lebih dalam.

Aku belum sempat menutup mulutku jadi lidahnya berhasil menerobos masuk untuk mengabsen gigi-gigi rapi ku.

"Ahh kak.... balas ciumanku..." ucapnya disela-sela lumatannya. Aku sama sekali tidak memperdulikannya. Air mataku lolos dari pertahanan saat dia mengigit bibir bawahku keras.

"Aku bilang balas!!!!" Aku tersentak kaget. Dengan tangisan yang masih deras, aku membalas ciuman itu dengan lumatan pelan.

Aku dapat merasakan senyuman di bibirnya saat aku membalas ciumannya. Lima menit berlalu setelah aku membalas ciuman itu, dia melepaskan lumatan itu, menghasilkan benang saliva yang menghubungkan bibirnya dengan bibirku. Ia mencium ujung hidungku dengan bibirnya yang basah.

"Hati-hati dengan Gevi, dia pasti akan lebih brutal dari kemarin, kakak juga mengenalnya kan kalau dia tidak suka bermain secara halus" setelah mengatakan itu dia beranjak keluar kamar namun saat masih diambang pintu dia bilang "jangan lupa dimakan rotinya, nanti makan malam bersama kami karena papa kembali lagi ke luar kota untuk melanjutkan pekerjaannya"

Air mataku kembali jatuh. Aku tidak bisa pergi kemana-mana sekarang karena dikurung oleh papa bersama dua monster itu. Bahkan beliau juga menambahkan bodyguard untuk berjaga disetiap sudut rumah ini.

Off....

Gesa tetap tidak beranjak dari kamarnya saat malam hari telah tiba. Harusnya ia tengah makan malam bersama kedua adiknya namun Gesa menolak.

Dirinya selalu merasa was-was saat kembali kerumah ini. Apalagi saat pintu kamarnya terbuka, jantungnya akan berpacu dengan sangat cepat karena takut.

Karena kelamaan menunggu keluarnya sang kakak. Gevi dengan tidak sabaran menuju kamar gadis itu. Disamping kamar bercat putih itu berdiri dua bodyguard berbadan besar yang menjaga supaya Gesa tidak kelaur kamar. Tubuh gadisnya terlihat semakin kurus saat Gevi melihatnya dari ambang pintu.

Ia melangkah maju untuk mendekati Gesa dan langsung menggendong Gesa ala bridal style untuk makan malam bersama. Ia tersenyum senang saat Gesa sama sekali tidak melawan dalam gendongannya.

Didudukkannya Gesa pada salah satu kursi disana yang bersebelahan dengan kursi Gavi. Sedangkan Gevi duduk tepat didepan gadisnya itu.

"Gavi suapin kak, biasanya kan kakak yang suapin Gavi, sekarang gantian" ucap Gavi bersemangat. Gesa sama sekali tidak membuka mulutnya saat sesendok makanan itu tepat berada didepan bibirnya. Ia tidak nafsu makan.

"Mau aku marah lagi? Nanti malam aku tidak akan bermain secara halus lho kak" ucapan Gevi membuat Gesa tersentak, ia mengambil pelan sendok yang masih disodorkan Gavi padanya bermaksud untuk memakan makanannya sendiri namun Gavi menolak. Remaja itu sangat ingin menyuapi kakaknya jadi Gesa tidak bisa berbuat apa-apa selain membuka mulut untuk memakan makanannya.

Setelah sepiring nasi berserta lauknya itu habis Gesa berdiri untuk kembali kekamarnya. Namun tangannya digenggam oleh Gavi.

"Nonton film dulu, jangan kekamar" pintanya. Gesa hanya diam lalu berjalan mengikuti kedua adik kembarnya itu menuju ruang keluarga untuk menonton film bersama.

Hanya diruang keluarga ini tidak ada bodyguard sama sekali, ditambah lagi disini kedap suara jadi mereka bisa menonton film apapun tanpa diketahui oleh orang diluar ruangan.

.
.
.
Next..

The Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang