dua puluh empat

4K 134 1
                                    

"kau tidak kasihan pada cucu perempuanmu Evan?" Tanya seorang perempuan yang tidak lain adalah istrinya Evan. Seharusnya wanita itu masih menjadi adik kandungnya namun karena kelainan kejiwaan pada Evan, kini Bella Diffa Reinald malah dijadikan istri olehnya.

"Kasihan? Justru yang harus aku kasihani adalah Gevi dan Gavi. Selama ini mereka menahan perasaannya karena Rendi"

"Tapi Gesa juga cucu kesayangan mu kan? Aku kasihan melihatnya"

Evan menghampiri istrinya. Tangan kekarnya meremas pelan kedua pundak itu. Istrinya tetap terlihat cantik walaupun sudah berumur diatas 50 tahun.

"Sayang, Gesa juga cucu kesayangan ku. Tapi aku lebih senang sama si kembar. Mereka mewarisi sifatku. Kau tahu sendiri kalau Rendi tidak bersifat sama sepertiku bukan? Aku bahkan masih ragu kalau dia anak ku"

Bella menghembuskan nafasnya kasar "kau bahkan sudah berkali-kali tes DNA nya kan? Bahkan sampai dia sudah menjadi ayah dan kau belum yakin juga?"

"Siapa tahu kau juga main dengan temanku dulu"

"Astaga, itu tidak benar Evan! Lagian, bukti juga sudah terpampang dengan nyata kalau Rendi itu seratus persen anakmu!" Bella memijat pelipisnya. Suaminya ini masih terus meributkan masalah dulu. Dia bahkan sudah mengeluarkan banyak uang untuk tes DNA berkali-kali yang hasilnya tetaplah sama namun Evan masih belum yakin juga.

"Oma opa.. kenapa tidak tidur?" Tanya Gavi. Remaja itu baru saja keluar kamar untuk minum tapi malah melihat kakek dan neneknya bertengkar.

"Tidak say-"

"Jangan memangilnya sayang!"

"Ck... Gavi mau oma buatkan susu? Kau masih menyukai susu kan?" Bella melirik suaminya tajam lalu nadanya berubah menjadi lembut saat berbicara dengan Gavi.

"Masih oma" ucap Gavi antusias.

"Yasudah, oma buatkan dulu, kamu tunggu disini bersama opa ya" Gavi mengangguk. Ia duduk diruang tamu bersama Evan.

"Dimana kembaranmu?" Tanya Evan.

"Gevi sudah tidur, dia dipenjara tidak bisa tidur karena tidak ada kasur empuk"

"Dia pasti tersiksa disana"

"Iya opa, masa kalau makan tidak ada dagingnya juga"

"Tidak ada daging!? Untunglah opa membebaskan kalian dengan cepat, opa tidak mau kalau tubuh berisi otot kalian menjadi kurus"

"Iyaa, sekali lagi terimakasih opa"

"Besok kalian harus berada di gym dalam mansion ini selama enam jam untuk membentuk otot-otot kalian lagi!"

"Iyaa opa. Gavi juga butuh alat-alat berat soalnya tangan Gavi pegal kalau tidak mengunakan alat-alat itu"

"Setelah dari gym, kalian pergi keruang kerja opa, ada yang harus opa bicarakan"

"Siap opa"

Bella datang lalu menyodorkan susu hangat pada Gavi dan langsung diminum habis oleh remaja itu. Setelahnya Gavi pamit untuk kembali tidur.

>>>

"Sa" panggil Haura.

Gesa yang memakan camilan sambil menonton televisi hanya menoleh tanpa mengalihkan matanya dari layar itu.

"Firasat gue gak enak, lo harus hati-hati" ucap Haura tiba-tiba. Gesa yang awalanya tidak memperhatikan Haura pun kini menatap lurus pada gadis itu.

"Itu mungkin cuma firasat lo, tapi gue akan berhati-hati" jawab Gesa. Gadis itu tahu sendiri kalau feeling Haura benar-benar kuat, jadi ia akan lebih berhati-hati lagi di setiap kegiatannya.

Brak...brak...brak..

"Bukain dong, gue juga pen ngibah!" Eza berteriak dari arah luar kamar, pemuda itu juga membawa guling dari kamarnya. Tubuh Eza terbungkus oleh selimut tebal karena malam ini begitu dingin bagi dirinya.

"Cowok dilarang join!!" Teriak Haura. Malam ini adalah 'girls time', jadi meskipun Eza juga sahabat mereka tetap saja cowok itu tidak boleh ikut.

Eza memandangi pintu kayu itu kesal. Tiba-tiba saja sebuah ide muncul di otaknya yang licik.

"Saaa gue ada shortcake strawberry kesukaan lo!!" Eza berteriak lantang supaya gadisnya membukakan pintu kayu ini demi sepiring kue manis strawberry itu.

Namun ditunggu-tunggu, pintu kayu ini tak kunjung terbuka. Eza yakin kalau gadisnya ditahan oleh Haura. Gagal sudah rencananya mau bergabung dengan para perempuan itu.

Akhirnya Eza pergi dari rumah menuju apartemennya. Ia hanya memastikan kalau Haura tidak membongkar rahasianya pada Gesa.

Kedua perempuan itu tengah berada di kamarnya Gesa, kalau berada dikamar Haura sudah pasti Eza tidak bisa melihatnya dari layar komputer ini karena ia tidak meletakkan kamera pada kamar gadis itu.

Eza tersenyum-senyum sendiri melihat baju tidur yang dipakai gadisnya. Pajama dress berwarna putih sebatas paha dengan pita dibagian dada dan lengan tali. Rambut yang dijedai asal hingga beberapa helaiannya menjuntai kebawah. Gesa sangat seksi malam ini, apalagi sepertinya gadis itu tidak memakai bra membuat sesuatu yang mengeras didalam celana yang Eza pakai.

Haura berpakaian seperti biasa. Celana panjang kotak-kotak dan baju panjang berwarna ungu pastel serta rambut kecoklatannya yang digerai.

Mata Eza hanya memfokuskan pada Gesa saja. Ia juga tidak lupa menaruh penyadap suara dibalik lampu tidur yang sudah ia modifikasi sebelumnya, berada diatas meja tepat disampingnya kasur gadis itu.

Eza mengernyit heran saat ia beralih rekaman setengah jam yang lalu. Haura mengatakan kalau Gesa harus berhati-hati?  Lalu, berhati-hati dengan apa? Biasanya feeling gadis itu selalu benar jadi Eza harus menelisik lebih dulu orang-orang yang berada didekat gadisnya. Apalagi dengan orang-orang yang tinggal di negara kelahirannya. Eza harus menyelidiki keluarga Gesa terlebih dahulu.

>>>

"Lo gadang nonton tukang bubur naik haji ato gimana?" Haura terkejut dengan penampilan Eza pagi ini. Pemuda itu baru sampai dirumah dengan lingkaran hitam dibawah matanya.

"Ga ada informasi apapun bangsat!!" Eza berteriak kesal. Semalam ia begadang untuk menyelidiki orang-orang terdekat gadisnya tetapi tidak menemukan hasil apapun.

Eza berjalan menuju dapur, disana Gesa tengah berkutat dengan alat-alat masak. Bau masakan yang harum itu mengundang Eza untuk lebih dekat.

"Ehh..." gesa terkejut karena Eza tiba-tiba memeluknya dari belakang. Kepala pemuda itu ditenggelamkan pada leher Gesa, menghirup dalam-dalam aroma manis yang keluar dari tubuh gadisnya.

"Duduk Za, gue gak bisa masak kalo lo kek gini" sekilas Gesa merasa dejavu, namun pemuda ini sama sekali tidak bergerak.

Haura kesal karena pertanyaannya tidak dijawab dengan nyambung oleh laki-laki itu pun langsung menarik kerah jaket bagian belakang Eza, membuatnya terjatuh karena tarikan Haura sangatlah kuat.

"Apasih lo!!" Marah Eza.

"Apa!? Dari mana semalem? Kita panik nyariin lo tau gak!?" Haura meninggikan kepalanya bersikap menantang. Ia kesal pada Eza karena membuat Gesa menjadi khawatir. Laki-laki itu juga sama sekali tidak menjawab panggilan dari mereka.

Eza menatapnya tajam. ia tidak suka dengan gadis berperilaku kasar seperti Haura. Dengan amarahnya yang masih belum padam, ia berjalan cepat menuju kamarnya dan langsung membanting pintu kayu itu kencang hingga mengejutkan Haura dan Gesa.

"Lo marahin dia sih" ucap Gesa.

"Biarin, lagi pms kali pagi ini" sahut Haura, ia menuju meja makan untuk menyantap masakan Gesa.

Saat ini Eza seperti anak kecil yang tengah merajuk pada ibunya, dimatanya Gesa. Haura memang sulit untuk menjadi perempuan yang kalem tapi saat ia marah tadi, terlihat seperti seorang ibu yang memarahi anak bungsunya.

.
.
.
Next

The Twins (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang