3

132 33 1
                                    

 "Habis ini mau kerja di mana, Yas? Tetap di tempatmu freelance itu atau gimana?" tanya Bude Gendis.

"Iya, Bude. Cuma kan tadinya freelance, sekarang mau in house."

"In house?" tanya Bude Gendis lagi.

"Semacam karyawan tetapnya gitu lho Mba maksudnya." Om Prama coba menjelaskan.

"Bukannya secara pendapatan dan jam kerja malah lebih enak freelance ya, Yas?" kali ini Pakde Adam yang bertanya.

"Kalau pendapatan mah ya sama aja, Pakde. Kalau jam kerja juga sebelas dua belas lah. Cuma tanggung jawabnya aja paling yang berubah. Kayak misal kalau dulu aku bisa menclok sana-sini, sekarang nggak bisa gitu lagi."

"Eh tapi bukannya kamu bakal in house di Production House-nya ya, Yas?" Mas Cakra mulai bersuara.

"Rencananya sih begitu, Mas. Secara basic aku kan lebih ke produksi audiovisualnya ya. Cuma belum ada omongan lagi sih sama Pak Bos."

"Yang mana aja lah, Yas. Yang penting kamu suka. Jadi bakal enjoy ngerjainnya." ucap Bude Gendis.

"Iya dong, Budee. Aku pasti akan mengikuti jejak turun temurun di keluarga kita ini. Ngerjain kerjaan yang kita suka. Om Prama sama Tante Nadine panutanku banget sih. Sayang aja Papa sama Mama nggak ngizinin aku buat lebih menyatu dengan alam."

"Cukup Mama ngizinin kamu dan hobi nanjak gunungmu itu aja. Nggak usah minta lebih." ucap Mama dengan tegas.

"Iya iya pahaam, Kanjeng Ratukuuu." sahutku sambil memeluk Mama erat.

"Abhi nggak dateng, Le?" tanya Pakde Adam.

"Lagi liburan ke Swiss sekeluarga."

"Oalaah pantesan pas hari apa itu aku lihat story IG Lelin foto jendela pesawat gitu. Tapi belum ada update-update lagi sih sampai sekarang."

"Iya itu pas mereka berangkat, Tante Nadine."

"Pantesan aja nggak muncul. Padahal ini acara bersejarah keponakan tercintanya." ucap Om Prama.

Jadi, saat ini kami sedang berkumpul di rumah The A Team dalam rangka syukuran kecil-kecilan atas kelulusanku. Setelah berjibaku selama 3,5 tahun, akhirnya aku berhasil mendapatkan gelar yang sedari dulu aku idamkan tersemat di belakang namaku.

Arizaparasayu Raesaka, S.Sn

Saat kami masih asik mengobrol sambil menikmati hidangan yang Mama sediakan, Kyiv muncul sambil membawa sebuah bouquet bunga yang cukup besar dan menenteng sebuah paperbag berwarna cokelat dari arah luar.

"Ya ampun adik Kakak yang cuma satu-satunya ini diem-diem memang sweet banget siih. Makasih lho hadiahnya buat Kakak yang paling cantik ini." ucapku dengan semangat tapi dengan nada yang lemah lembut.

"Munduran, Kak. PD nya udah kebablasan." sahut Kyiv sambil berjalan mendekat padaku. "Nih tadi ada kurir yang nganter ini." sambungnya sambil menyerahkan apa yang dibawanya.

Semua mata lantas tertuju padaku. Mas Delta yang tadinya sedang asyik bermain dengan Maka -anak Om Prama- pun langsung menatapku dengan lekat.

"Dari siapa, Ro?" tanya Om Prama dengan cepat dan antusias.

"Mama sih nggak percaya sama Aero. Kan waktu itu udah Aero bilang, Kak Ayas tuh pacaran sama yang namanya Jamaikaa Jamaikaa itu."

"Hah?!" seru Mama.

Aku melirik ke arah Mas Delta dengan sedikit takut. Benar saja. Mata Mas Delta membulat sempurna dengan kedua alisnya yang bertaut ke tengah.

"Iya lho Jamaikaa Syailendra yang penyanyi itu, Mamaa. Tuh bunga sama hadiahnya dari dia. Kata kurirnya tadi, 'untuk Kak Arizaparas dari Mas Jamaikaa yang penyanyi itu ya, Mas'. Siapa lagi kalau bukan Jamaikaa Syailendra kan?" jelas Kyiv dengan entengnya diakhiri dengan ekspresi wajahnya yang meledekku.

Shit! Si ibu kota Ukraina ini memang lebih cocok jadi musuhku ketimbang adikku.

Semesta AyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang