Terima kasih yang amat sangat banyak patut aku ucapkan pada Kak Sara yang tiba-tiba membuat ponselku berdering di momen brengsek beberapa saat lalu. Membuatku terbebas dari si demit bercepol itu. Ya walaupun...
“Jadi nggak ada yang mau kamu ceritain ke Mas Delta?”
Aku tidak akan bebas dari body guard keduaku ini.
“Hhhmmmm gimana yaa?”
Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju kantor tempatku mengabdi sebagai pekerja lepas.
“Sejak kapan kamu kenal sama Jame?” tanya Mas Delta pada akhirnya. Wajahnya datar. Aku takut kalau Mas Delta sudah mode begini.
“Mmm nggak engeh kapannya sih, Mas.”
“Sudah lama?”
“Baru kok, Mas Delta. Aku juga nggak tau kalau dia temen Mas Delta.”
“Gimana ceritanya kalian bisa kenal?”
Sumpah ya ini aku berasa lagi diinterogasi sama Papa.
“Ketemu di event, Mas.”
Mas Delta menoleh ke arahku dengan tatapan tajamnya, “Siapa duluan yang deketin? Bukan kamu kan?”
“Iyalah!” sahutku cepat. “Si demit itu duluan yang deketin.” sambungku.
“Terus kamu baper dan berujung dighosting? PHP?”
Alamak semakin sinis saja suaranya Mas Delta ini.
“Kok diem?” tanya Mas Delta lagi sambil melirikku.
Aku sudah pernah cerita belum sih kalau Mas Delta ini lirikan atau tatapan matanya tuh bahaya banget?
“Aku yang langsung block kontak dan instagramnya dia, Mas Deltaaa.”
“Ya kenapa? Pasti ada sebabnya kan?”
Kulihat cengkraman tangan Mas Delta di steer mengerat.
“Kamu nggak diapa-apain kan sama dia???”
“Enggak kok, Mas. Hubungan kami nggak sejauh itu lho yaa.”
“Lantas?”
“He’s too friendly ke cewe-cewe. Malas banget aku lihatnya. Perlakuannya seakan-akan he’s soo into me banget. Tapi ternyata ke yang lain pun nggak ada beda.”
“Jamaika memang begitu dari dulu.”
“Ya kan aku enggak tau lhoo, Mas Deltaaa.”
“Bener ya kamu nggak diapa-apain sama dia? Mas Delta udah siap baku hantam walau dia sohib Mas Delta sendiri.”
“Uluh-uluuhh Mas Deltanya Ayas memang yang terbaik!” seruku sambil mengacungkan kedua ibu jariku.
Senyum tipis akhirnya terukir di wajah tampan kakak sepupuku ini, “Nah gitu doong senyum. Kan ganteng buangeet kalau senyum tuh.”
“Halah bisa aja kamu ngalihin pembicaraannya.” tangan kiri Mas Delta terulur dan sedikit mengacak rambutku.
“Kok Mas Delta bisa sih sohiban sama cowo kayak demit itu?”
“Sudah dari SMA lho, Yas.”
“Apa iyaa?”
“Cuma dulu dia gemuk. Nggak secakep sekarang.”
“Oalaah pantesan aku nggak engeh yaa.”
“Iyalah. Kamu pasti merhatiinnya yang cakep cakep doang. Kayak si Eja, Ali, Dama.”