5

105 28 2
                                    

 "Thank youu, Mas Deltaaa! Take care ya, Mas."

"Anytime, Ayaaas. Kamu tuh yang hati-hati. Nanti kalau Om Arga sama Aero nggak bisa jemput dan kamu nggak dapet tebengan, kabarin ya. Nanti Mas Delta usahain jemput. Jangan pulang sendirian malam-malam."

"Siaap laksanakan! See ya, Mas Delta!"

Aku langsung keluar dari mobil berwarna silver kesayangan Mas Delta. Siang ini, Mas Delta harus ke kantornya. Jadi aku bisa nebeng deh sekalian minta antar ke Senayan.

"Paras!"

Itu suara senior favoritku di iDea dan Bigsmall selain Kak Sara. Aku langsung menghampirinya.

"Ditungguin daritadi akhirnya datang juga."

"Hehehe sorry, Mas Gama. Tadi agak mepet bangunnya. Semalam baru balik jam dua belas loh aku dari sini." ucapku sedikit berkilah.

Kami lalu berjalan beriringan.

"It's okaay. Sudah makan belum? Tuh jatah makan siang juga baru banget dateng. Sekalian makan dulu aja kalau belum makan."

"Aman, Mas. Udah siap banget kerja lagi nih."

"Yaudah sana kerja. Tau banget kalau udah ditungguin sama kerjaan."

Kami kompak tertawa sebelum berpisah arah karena tujuanku adalah deretan tenda yang berada di backstage utama.

"Ras!"

Seruan Mas Gama menghentikan langkahku. Aku langsung membalikkan badanku agar bisa menghadapnya.

"Hati-hati kerjanya. Awas kesandung kabel-kabel. Jangan meleng."

"Siap bos!"

Mas Gama menyunggingkan senyuman mautnya, senyuman maut yang selalu berhasil membuat para kaum hawa klepek-klepek dibuatnya. Eits, tapi itu belum seberapa. Akan kuceritakan nanti the best look dari seorang Gama Ahessa yang lebih menjadi favoritku.

--//--

"Ayas monitor."

Suara Kak Sara terdengar dari ear monitor yang terpasang di telinga kiriku.

"Ayas tolong ke area backstage secepatnya." sambungnya.

"Meluncur, Kak Sara." ucapku sambil berjalan cepat ke arah backstage.

Area backstage sudah dipenuhi oleh crew bintang tamu yang akan mengisi acara malam ini. Kulihat Kak Sara berdiri di depan salah satu tenda.

"Kenapa, Kak?" tanyaku begitu sampai di dekat Kak Sara.

"Yas, Anggi tiba-tiba sakit. Kamu tolong gantiin tugasnya dia ya."

Hah? Tugas Anggi kan--

"Gampang kok. Cuma jadi LO si Jame." sambung Kak Sara.

Shit. Saat pembagian tugas, aku sudah bersyukur sepenuh hati karena terbebas dari tugas yang satu ini. Kenapa disaat-saat terakhir malah jadi kebagian gini, Ya Allah?

"Semua keperluannya udah beres disiapin Anggi. Lo cuma tinggal standby aja ngawal dia sama kalo-kalo dia butuh sesuatu." sambung Kak Sara lagi.

"Okay, Kak." jawabku dengan lemas. Mau nolak juga nggak bisa kalau udah kepepet gini. "Oh iya terus Angginya mana, Kak?"

"Sudah gue suruh ke rumah sakit. Tadi dianter sama Keke sama Pak Dar. Udah ya gue tinggal dulu."

Kak Sara langsung meninggalkanku yang cuma bisa menatap punggungnya dengan nelangsa. Welcome to the jungle, Parasayu..

--//--

"Heh kampret. Jangan deket-deket. Gebetan gue nih."

Nggak perlu aku kasih tau itu suara siapa, kalian pasti sudah tau itu siapa.

"Buset, Me. Emang paling paham aja lu ya sama yang bening-bening." sahut Gara.

Gara ini gitarisnya si demit bercepol yang baru aja masuk ke dalam tenda dengan wajah dan rambut bagian depannya yang sedikit basah.

"CLBK gue nih. Nggak boleh diganggu gugat."

Gara dan beberapa orang yang juga berada di tenda ini sontak tertawa.

"CLBK apaan anjir. Emang kamu mantannya Jame, Ras?" tanya Gara padaku.

"Cinta lama belom kesampean." seru Jame secepat kilat. Padahal aku udah membuka mulutku mau jawab pertanyaan Gara.

Sontak semua yang ada di sini kembali terbahak.

"Bangsat si Jame." umpat Gara disela-sela tawanya.

"Nggak usah didengerin omongan demit begini." ucapku. Membuat Gara semakin terbahak.

"Kalo diliat-liat, kayaknya sih si Jame nggak berhasil jadiin Paras pacar nih, Gar." kali ini Deva yang bersuara. Dia ini managernya Jame.

Gara semakin terbahak. Wajahnya bahkan sampai memerah.

"Kualat emang nyata ya, Dev. Makanya tobatlah kau wahai Jamaikaa Syailendraaa."

"Jingaaan kalian berdua. Jangan didengerin, Za. Bullshit semua omongan mereka berdua."

"Gue lebih percaya sama lo sih." ucapku pada Gara.

Gara kembali tertawa, "See? Paras mah pandai. Tau dia mana yang baik dan mana yang buruk, Me."

Si demit bercepol langsung melempar Gara dengan botol air mineral yang baru saja dia minum setengah isinya.

"Bangsat lo, Gar."

"Tapi serius, Ras. Lo pernah dipepet sama Jame? Zaman kapan itu?" tanya Deva.

"Iya kok kita nggak tau sih?" tambah Gara.

"Zaman penjajahan Belanda!" jawab si demit bercepol. "Dilarang kepo-kepo sama Paras gue."

"Idih idih. Apaan itu Paras gue? Jadian aja kagak!" sahut Deva lalu tertawa.

"Najisun." ucapku pelan.

"Jangan ada yang gangguin Arizaparas. Adek sepupunya si Delta yang dijaga dengan sepenuh hati nih." ucap Jame sambil duduk di salah satu kursi yang tak jauh dari posisiku duduk.

"Lah emang iya, Ras?" tanya Deva.

Aku mengangguk.

"Bajingan memang. Sepupunya sohib sendiri mau digebet juga." ucap Gara sambil melempar balik botol air mineral ke Jame.

"Kan sah sah aja. Emang ada peraturannya dilarang gebet sepupu sohib sendiri? Sohib sendiri aja bisa digebet." sahut Jame.

Aku langsung meliriknya tajam. Sedangkan dia langsung merapatkan bibirnya.

"Itu mah eloo! Siapa aja asalkan cewe juga lo gebet."

"Bukan digebet, Deva. Itu mah cuma friendly ajaaa." timpal Gara dengan menekankan kata friendly.

Aku memutar kedua mataku saking jengahnya. See? Benar kan kataku? Si demit bercepol ini selalu berlindung pada label friendly. Padahal mah emang dianya aja yang gatel tiap liat cewe cakep dikit.

Semesta AyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang