Pulang

38 4 0
                                    

.
.
.
.

Pagi yang cerah, sinar matahari menembus kaca membuat tidur seorang Azza terusik.

“anjirr gue telat!” Teriak Azza spontan berdiri dengan nyawa yang masih belum terkumpul.

“Ihhh abang! Kenapa gak bangunin Azza hah!” Lanjut Azza berteriak kala dirinya tidak mendapati Gavin di kamarnya, pasti pria itu berangkat pagi sekali.

Tanpa menunggu lama ia bergegas ke kamar mandi, ia mengutuk Gavin karena tidak membangunkannya. Setelah semuanya siap Azza keluar dari kamarnya dengan sedikit berlari.

“Selamat pagi nona.”

Azza berhenti saat mendengar suara yang menyapanya, ia berbalik mendapati seorang wanita sepertinya seumuran dengan Gavin. Apakah dia teman kerja Gavin? Tapi setahu Azza, Gavin tidak pernah mengajak teman kerjanya ke Apartemen.

“Maaf membuat nona terkejut, saya hanya mau mengantarkan sarapan untuk nona sesuai perintah tuan Gavin, ini juga ada surat yang di titipkan tuan.” Ucap wanita itu. Tunggu, terkejut? Azza bahkan tidak bereaksi apa-apa saat melihat orang asing ini.

‘Pede amat!’ Pikir Azza.

Azza mengambil surat dari tangan wanita itu. Ia melihat dengan teliti setiap huruf pada kertas tersebut. Memang ini adalah huruf Gavin, yang berpesan untuk ia harus sarapan dulu sebelum berangkat ke Sekolah. Tapi siapa wanita ini, kenapa dia bisa berada di sini. Azza kembali menatap wanita itu seperti mengintimidasi.

“Aaa ... A-anu nona, ja-jangan menatap saya seperti itu, saya hanya ingin mengantar sarapan untuk nona, dan tuan Gavin berpesan agar saya menunggu nona di sini,” ujar wanita itu yang tahu maksud dari tatapan Azza.

“Hm thanks,” ucap Azza mengambil makanan dari tangan wanita itu.

“Lo boleh pergi,” lanjutnya.

“Baik nona, permisi.”

Wanita itu segera pergi meninggalkan Azza, ia cukup jantungan dengan tatapan Azza tadi. Yaah mau bagaimana lagi, Azza bukanlah orang yang ingin ribet-ribet apalagi untuk berbicara yang menurutnya tidak penting, cukup dengan tatapan saja ia bisa tahu apa yang ingin dikatakan orang itu padanya.

Tling!

Bunyi notifikasi dari aplikasi berwarna hijau milik Azza, membuat ia segera mengambil benda pipih itu dari saku roknya. Bang Apin nama kontak itu disertai emot batu, Itu adalah Gavin.

[“Udah belom sarapannya?”]

Azza membaca isi pesan itu. Ia pun membalas pesan dari Gavin.

[“Gausah banyak nanya, awas aja entar, tega banget gak bangunin Azza.”] 

Ohh ternyata gadis ini masih dendam pada Gavin. Mampuslah kau Gavin, siap-siap mendapat amukan Azza.

***

Brum!

Brum!

Deruman motor ninja milik Azza menarik perhatian para murid yang masih berkeliaran di luar sekolah.

“Azza bener-bener udah beda yah sama yang duluh.”

“Yoi makin hari makin beda.”

“Gue sih mending milih Azza yang sekarang, yang duluh juga cantik kok, hanya dia lebih di tindas sama kakak-kakaknya karena penampilan dia, kalau sekarang bukan hanya penampilannya yang berubah sifat dia juga berubah, dan lebih baik kayak sekarang biar dia gak mudah di tindas.”

“Lo bener!”

Seperti itulah ucapan-ucapan yang Azza dengar saat dirinya baru tiba. Ia tersenyum tipis, sangat tipis.

Ara or Azza[on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang