"Kenapa manusia disebut sebagai makhluk sosial? Haha, iya, bener, karena manusia gak bisa hidup sendirian. Jadi, kalau kamu sedang kesulitan, jangan sungkan meminta bantuan, ya."
Flora melihat wanita itu lagi. Suaranya, senyuman manisnya, rambut hitam panjangnya. Dia adalah seseorang yang sekilas memiliki paras teramat mirip dengan Flora.
Tiba-tiba saja, semuanya berubah gelap. Flora tak bisa melihat atau meraba apapun, tetapi jantungnya mulai berdebar dengan gelisah. Flora merasa berada dalam situasi yang menekan dirinya, hati Flora menjadi berat ditimpa oleh rasa bersalah besar yang tidak Flora ketahui asal-usulnya.
"Pe-pergi ... "
Suara wanita itu kembali terdengar di kepala Flora. Lelap Flora mulai tidak tenang. Gumaman lirih yang seperti merintih itu seolah memukul dada Flora hingga meninggalkan sesak yang menyakitkan. Tubuh Flora mulai berkeringat ketika otaknya mengirimkan isyarat bahwa kini Flora sedang dalam bahanya. Flora merasa harus berlari, tetapi dia hanya bisa menemukan kegelapan dalam ruang hampa tanpa bisa merasakan keberadaan tubuhnya.
"C-cari bantu-an ... "
Napas Flora semakin memburu, dada Flora bertambah sesak. Tidak nyaman. Flora ingin segera pergi dan lepas, tetapi Flora tidak tahu cara membebaskan dirinya. Kegelapan tanpa ujung itu mendadak memudar dan memperlihatkan ingatan Flora beberapa saat lalu. Flora melihat bayangan Olla menangis berlatar lapangan sekolah dengan suasana menuntut yang begitu nyata. Semuanya terproyeksi dalam kepala Flora.
Flora tercekat, dia menyadari ada yang berbeda. Seharusnya Flora ada di sana dan membantu Olla menyelamatkan nyawa Jessi, tetapi sedari tadi yang Flora lakukan hanya diam dan menonton seperti kamera pengawas. Mata Flora bergetar melihat Jessi tergeletak tak bergerak di belakang Olla. Flora segera mengalihkan pandangan ke sekeliling, tetapi orang-orang tak ada yang bergerak untuk membantu. Semuanya hanya diam melihat.
"Kenapa kamu gak cari bantuan?"
Seluruh bulu kuduk Flora langsung berdiri begitu suara yang sama kembali terdengar. Flora menoleh ke belakang dan melihat wanita itu berdiri di sana dengan raut yang terlihat sedih, menyesal, dan kecewa. Flora seketika merasakan tekanan yang begitu kuat sampai kedua lututnya jatuh ke tanah karena ketakutan.
"Manusia gak bisa hidup sendirian ... manusia gak bisa hidup sendirian,"
Kata-kata itu menggema dalam kepala Flora dan terus terulang seperti kaset yang rusak.
"... Manusia gak bisa hidup sendirian."
"B-berhenti." Kepala Flora hampir rasanya pecah, tapi sialnya Flora tak bisa menemukan posisi kepalanya dengan pasti. Flora mengerang frustasi. "Aku tahu, sekarang aku mohon berhenti! Berhenti! Berhenti!"
Seketika jantung Flora seolah lepas ketika mendadak ada sesuatu yang mendorong tubuhnya sampai terjungkal ke depan dalam sekejap. Suara gedebuk yang kencang dan rasa sakit yang mulai menjalar di sekitar kepala, leher, dan bahu membuat Flora terperanjat kemudian terbeliak. Napas Flora tersengkal seperti dia tak menarik napas selama beberapa saat sebelumnya. Mata Flora bergerak mengamati sekitar dengan panik dan menemukan dirinya baru saja jatuh dari tempat tidur di kamarnya yang gelap.
Flora beringsut bangkit sembari meringis kesakitan. "Ah, sakit banget." Flora memijat bagian kiri tubuhnya yang pertama bersilaturahmi dengan lantai. Flora kemudian menunduk dan termenung menikmati rasa sakit di tubuh dan hatinya