"Hormon, hormon, hormon ..." Mata Flora bergerak turun membaca setiap tulisan pada daftar isi seiring pergerakan telunjuknya. "Ketemu. Halaman 214."
Flora segera membuka halaman yang dia temukan dan memproses semua informasi yang ada di sana. Bukan tanpa alasan Flora memilih menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan alih-alih pergi ke kantin yang penuh sesak. Flora sangat yakin apa yang sedang dia rasakan saat ini memiliki penjelasan ilmiah, perasaannya pasti tidak mungkin berdasar pada sesuatu bernama suka.
Flora sudah sempat mencari tentang beberapa kemungkinan-kemungkinan di internet semalam, tetapi ia malah mendapatkan hasil gejala skizofrenia dan bipolar. Sangat tidak masuk akal. Referensi paling benar memang hanya buku.
"Bukan hormon adrenalin, bener bikin deg-degan, sih, tapi gue gak lagi dalam situasi tertekan atau bahaya." Flora mendecak dan membalik halaman ke pernyataan selanjutnya. "Oksitosin, merangsang konstraksi dinding rahim sehingga mempermudah proses mela--anjir, bukan. Gue gak lagi melahirkan. Gila aja. Kenapa ini ada di list gue, deh?"
Flora menggeleng frustasi dan mencoretnya dari daftar. "Selanjutnya endorfin," gumam Flora. Tangannya kembali bergerak membalik halaman demi halaman hingga menemukan topik bahasan yang sesuai. "mengurangi rasa sakit? Hm, gue gak lagi sakit hati, sih. Tapi ada penjelasan kalo endorfin memberikan perasaan senang, mengurangi stress, sama meningkatkan suasana hati."
Flora terdiam sejenak berusaha menyusun cocokologi dalam pikirannya. Pernyataan membuat perasaan senang dan meningkatkan suasana hati cukup relevan, tetapi Flora kurang yakin. Apakah hormon ini hanya muncul setelah mengalami rasa sakit yang hebat?
Flora menuliskan asumsinya pada buku catatan, mungkin nanti dia akan bertanya pada guru jika kelas sedang membahas materi yang sama.
"Terakhir, dopamin." Flora membaca urutan terakhir pada list yang dia susun semalam. "Oh, ini yang bikin google ngatain gue kena skizo?! Pantes aja orang dia berpengaruh terhadap perasaan menyenangkan seperti bahagia, percaya diri, sama ..."
Flora tercekat oleh dua kata di akhir kalimat.
"... jatuh cinta," sambungnya lirih.
Flora jadi bisa merasakan Jantung berdebar lebih kencang. Flora tidak tahu alasannya. Bahkan setelah membaca beberapa literatur Flora tetap tidak tahu apa yang membuat tubuhnya bereaksi seperti ini.
Rasanya sesak, tetapi juga menyenangkan sampai perut Flora terasa geli. Sepertinya darah Flora bersirkulasi terlalu cepat dalam tubuh.
"Lah, Flora, ngapain lo di sini?"
Suara itu membuat Flora yang sedang melamun sedikit tersentak. Flora menoleh ke belakang dan melihat Olla berdiri memandanginya di depan meja penjaga perpustakaan. Kebetulan Flora duduk di dekat sana karena bangku bacanya mendapatkan pencahayaan matahari yang baik.
Flora tersenyum kecil melihat Olla menghampiri mejanya. "Pingin aja. Lo sendiri ngapain? Gak istirahat?"
"Oh. Itu gue abis balikin buku anak-anak sekelas. Kemarin diminta Bu Nadila pinjem buku partitur gitu buat praktik kesenian," jawab Olla duduk di sebelah Flora. Flora hanya membulatkan mulutnya dan mengangguk beberapa kali. "Eh, BTW itu Jessi gimana keadaannya? Gue belum denger lagi."
Flora langsung memalingkan muka dan menunduk pura-pura kembali membaca sampai rambutnya menutupi muka. Begitu mendengar nama Jessi, Flora jadi sedikit berkeringat dingin, berdebar, dan panik.
Apa jangan-jangan kata google benar?! Ini gejala bipolar?! Suasana hati Flora jadi mudah berganti-ganti seperti ini, gawat.
"Eh ... gue juga gak tahu," jawab Flora canggung.