Flora terlihat tidak menaruh atensi pada Bu Imel yang tengah menyampaikan materi di depan kelas. Flora menompang kepalanya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk menggambar pada buku sketsa yang ia tumpangkan di atas buku LKS terbuka untuk mengelabuhi pengawasan Bu Imel.
Namun sayang, sepertinya sekarang bukanlah hari keberuntungan Flora. Di saat ia sedang sangat fokus pada hasil karyanya, sebuah benda hitam kecil yang keras melesat dan mengenai tepat ke keningnya. Flora tersentak kaget, ia menunduk mengikuti arah jatuh benda itu di mejanya dan menemukan sebuah tutup spidol papan tulis.
"Flora, tidak dengar saya panggil dari tadi?!" tegur Bu Imel tegas. Flora melotot panik dan langsung berdiri dari duduknya sambil sedikit gemetaran menghadapi sepasang mata Bu Imel yang memandangnya tajam. "Saya perhatiin kamu sibuk sendiri terus, ngapain itu?!"
Flora jadi berkeringat dingin. "S-saya--"
"Saya sudah pernah bilang, 'kan, ke kalian semua soal peraturan di jam pelajaran saya? Jangan sibuk sendiri waktu saya menjelaskan materi!" Bu Imel memandangi semua orang di kelas dengan tajam, lalu berhenti lagi pada Flora. "Sekarang kamu jawab pertanyaan di papan ini," tuntut beliau.
Napas Flora tercekat membaca sebuah soal yang tertera di sana.
Tentukan nilai dari sin 255°
Soal yang masih singkat dan sederhana, berarti dapat dipastikan ini adalah materi awal. Namun sialnya sedari tadi Flora sama sekali tak memperhatikan. Dengan panik Flora membaca hasil hitungan dari soal lain yang serupa dan tertulis di papan sembari berharap menemukan rumus atau apapun yang bisa membantunya menjawab. Naasnya Flora tak bisa memahami apa-apa. Angka, istilah asing, derajat, kuadrat, Flora bahkan tidak tahu dari mana simbol-simbol aneh itu muncul.
Nyawa Flora nyaris pergi dari tubuhnya kala mendengar Bu Imel menghela napas panjang. "Sudah, sudah. Duduk! Kalau belum bisa itu perhatikan, jangan sibuk sendiri! Abis saya jelasin sekali lagi kalian semua harus sudah mengerti, paham?"
"Paham, Bu ..." jawab semuanya pasrah.
"Ayo konsen!"
Flora kembali duduk di bangkunya dan menarik napas dalam. Bagaimanapun Bu Imel adalah guru paling galak dan tegas di sekolah, Flora benar-benar cari mati karena tak memperhatikan. Pelajaran yang sulit dikombinasikan dengan guru yang disiplin, jackpot.
Tak mau mengulangi kesalahan yang sama, Flora membereskan buku sketsa dan peralatan gambarnya yang tidak banyak itu. Saat hendak menutup buku, Flora memandangi goresan kasar yang sudah membentuk wujud seseorang di sana. Flora membuang napas gelisah, ia langsung mengemasi buku itu ke bawah meja dan fokus memperhatikan Bu Imel.
Baru lewat lima menit Flora mencatat materi, tiba-tiba ponselnya yang ada di dalam laci meja bergetar. Flora mendecak malas dan memeriksa, ternyata sebuah panggilan masuk dari Jessi. Flora segera melotot dan menolak panggilan itu.
"Gila-gilanya dia telpon pas pelajaran?!" desis Flora lirih.
Flora mengembalikan ponselnya ke tempat semula, akan tetapi benda pipih itu kembali bergetar. Getarannya yang panjang dan berulang-ulang adalah tanda sebuah panggilan masuk, menyadari Jessi kembali berusaha menghubunginya, Flora melotot semakin tajam. Gadis itu kembali mematikan panggilan dan mengabaikannya dengan kesal.
Namun, lagi-lagi nomor Jessi terpampang di layar kuncinya menunggu panggilan di terima. Flora mengambil ponselnya lagi dan buru-buru mematikannya agar Jessi tak mengganggu selamanya.
Sayang, ketika Flora menengadahkan kepala untuk mengamati papan tulis, eksistensi Bu Imel yang berdiri di dekat bangkunya membuat Flora terlonjak kaget.