3- Pertemuan Pertama

76 8 34
                                    

- SUGENG MAOS -

___°°___

Hidup memang tidak selalu manis karena komposisinya tidak hanya satu jenis.

~ Zayyan Zachery ~

___°°___

Sepanjang langkah, berbagai umpatan dan sumpah serapah keluar dari mulut Emiko untuk laki-laki bernama Ren Alvarendra. Kaki beralaskan Sneakers putih itu mematri langkah sembarang arah. Tujuannya hanya satu, yaitu menjauh dari manusia pembawa kenangan buruk di hidupnya. Emiko sungguh tidak mengira jika hidupnya akan dipertemukan dengan Ren kembali di saat dirinya tidak menginginkan hal ini sama sekali.

Emiko menghentikan langkah karena napasnya cukup ngos-ngosan akibat berjalan cepat sambil marah-marah. Dia mengedarkan pandang ke sekeliling. Ternyata langkahnya sampai di dekat kompleks Pasar Subur Makmur yang terletak tidak jauh dari kafenya. Emiko menghela napas. Tidak hanya tubuh, hatinya pun terasa panas saat ini. Ren benar-benar mengacaukan hari dan mood-nya.

Dia merotasikan tubuh menghadap jalan, sekadar untuk mengambil angin yang berembus kala itu. Karena masih dikuasai amarah, tangan Emiko bergerak refleks mencengkeram, lalu menarik dedaunan tanaman pucuk merah yang tumbuh di pinggir jalan. Hal ini ia lakukan beberapa kali sebagai bentuk pelampiasannya.

Aksi Emiko menarik atensi beberapa orang yang berada di sekitar, termasuk seorang laki-laki bersarung batik yang sedang menata barang belanjaan di motornya. Dia membenarkan sarung yang mengendur serta menarik peci ke belakang sehingga anak rambut depannya terlihat. Atensinya berlabuh pada sosok perempuan yang dirasa tidak asing sehingga arah pandangnya terpaku sejenak pada objek untuk mengamati lebih dalam.

"Lho! Itu, kan, ... mantannya Anza, ta?" Keningnya mengernyit ketika mulai menemukan jawaban sekaligus heran dengan kelakuan perempuan tersebut. "Dia kenapa? Kesurupan reog ponolawen?"

"Cowok sialan, biadab, laknat! Moga dapat azab kayak di sinetron lo!" umpat Emiko hingga sampai ke telinga beberapa orang.

Laki-laki itu terperanjat mendengar tutur kata kasar yang Emiko keluarkan. "Niku tutuk nopo sambel, Mbak? Pedes teo," celetuknya.

(Itu mulut apa sambel, Mbak? Pedes banget)

Emiko mengelih ketika suara itu memasuki indra pendengaran. Kedua netranya menangkap keberadaan seorang laki-laki berkaos hitam yang menatap penuh heran padanya. Tatapan tajam pun ia berikan pada laki-laki yang berada di seberangnya tersebut.

Laki-laki itu menampilkan deretan gigi-giginya seraya membuat huruf v dengan jari karena merasa terintimidasi oleh mata monolid itu. "Ngapunten, Mbak. Saya cuma kaget aja tadi."

(Ngapunten = maaf)

Emiko melengos seraya mendengkus sebal. Dia membenarkan tas di pundaknya yang hampir melorot, lantas kembali mematri langkah cepat meninggalkan tempatnya semula. Laki-laki itu sungguh membuat mood-nya yang buruk semakin buruk saja.

Manik hitam milik laki-laki itu masih terpaku pada punggung Emiko yang semakin jauh sambil geleng-geleng kepala. "Wadok ... wadok."

(Perempuan ... perempuan)

"Nak Zayyan!" Suara itu berhasil mengalihkan atensi pemilik nama.

Laki-laki yang identik dengan sarung dan peci itu mengukir senyum tatkala ada seorang wanita paruh baya yang menghampirinya. "Dalem, Bu."

Wanita paruh baya yang akrab disapa Bu Retno tersebut menyodorkan kantong plastik hitam berukuran sedang kepada Zayyan. "Gulanya ketinggalan, Yan."

"Woh iya." Zayyan menepuk jidat pelan. Deretan giginya ia tampilkan seraya menerima kantong plastik tersebut. "Matur nuwun nggeh, Bu."

Zaymiko || Pindah ke Fizzo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang