10- Kembali

45 10 39
                                    

- SUGENG MAOS -

____°°____

Sebuah benda akan melahirkan beraneka suara dari setiap mata yang melihatnya.

~ Emiko Mazaya Diandra ~

____°°____

Tangan Zayyan bergerak lincah membenarkan resleting yang tidak mau menyatu. Tak memakan waktu lama, benda yang sering rusak itu kembali normal seperti sedia kala. "Sampun niki, May," ucap Zayyan seraya menyodorkan tas selempang milik anak sang bos—Amaya yang duduk di sofa tunggal.

(Udah ini, May)

Kedua mata Amaya berbinar kala menerima. Tangannya memaju mundurkan resleting untuk memastikan fungsinya sudah kembali normal. Gadis itu mengangkat pandang dengan tarikan tipis di kedua sudut bibirnya. "Makasih, Zay. Lo ini bisa aja benerinnya."

"Iya, May sama-sama. Itu mah ...," Zayyan menyatukan ibu jari dengan telunjuk lalu menjentikkannya pelan, "cipil."

(cipil = sangat mudah)

Sudah terhitung satu bulan ini Zayyan dan Amaya saling mengenal. Laki-laki itu tidak lagi memanggil anak sang bos dengan sebutan Mbak. Selain permintaan dari gadis itu langsung, usia keduanya juga sepantar.

"Ajarin gue, dong, Zay cara benerinnya gimana. Kalo sewaktu-waktu rusak, kan, gue bisa benerin sendiri," cakap Amaya. Tangannya terulur mengambil dompet yang tergeletak di atas meja. "Nih, dompet gue juga resletingnya gitu."

Gadis itu bangkit dari duduknya—beringsut pindah ke sofa panjang yang diduduki Zayyan. Dia langsung mengambil posisi di samping laki-laki itu dengan jarak yang sangat dekat tanpa izin, membuat Zayyan terlonjak dan langsung membuat jarak dengan Amaya.

"Astagfirullah, May. Kenapa kamu malah duduk di sini?" ucapnya spontan.

Kening Amaya mengernyit. "Kan, gue minta diajarin sama lo, makanya gue pindah biar bisa deketan dan tahu gimana caranya. Kalau gue tetap di sana nggak kelihatanlah, Zay. Lo gimana, sih?" urai Amaya.

Zayyan menggaruk tengkuknya. Ucapan Amaya tidaklah salah, tetapi juga tidak bisa dibenarkan secara mutlak. "Ya, tapi jangan dekat-dekat juga, May." Zayyan memberikan sanggahan.

Amaya mengerjap. Dia lupa dengan salah satu prinsip yang Zayyan pegang. "Oh iya lupa. Lo, kan, social distancing kalo sama cewek," lontarnya.

"Biar aman, toh, May. Kalau nggak dikasih jarak, kan, bahaya," balas Zayyan santai.

Amaya manggut-manggut, membenarkan asumsi yang Zayyan cetuskan. Dia menatap lamat laki-laki sepantarnya tersebut. "Berarti lo nggak pernah pacaran, dong, Zay?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibir Amaya.

Dengkusan geli Zayyan keluarkan mendapat pertanyaan tersebut. "Waktu terlalu berharga kalau ujung-ujungnya cuma jagain jodoh orang, May. Aku, sih, pilih yang pasti-pasti aja. Toh, larangannya udah jelas dalam Surah Al-Isra' ayat 32. Melanggar aturan negara aja ada sanksinya, apalagi melanggar aturan agama."

Kedua mata Amaya mengerjap. Ada rasa takjub yang singgah sejak dirinya mengenal laki-laki bernama Zayyan Zachery. Ada desiran aneh yang mengalir di sungai nadinya tatkala menatap laki-laki pemilik gingsul tersebut. Apakah secara tidak langsung dirinya mulai terpikat dengan karyawan ayahnya tersebut?

Amaya terkesiap ketika Zayyan bangkit dari duduknya, membuat segala pikir yang sempat tercipta pudar begitu saja. "Wa'alaikumussalam, Pak." Zayyan menjawab salam dari seberang sana.

Gadis pemilik rambut sebahu itu menggeleng, berusaha menepis perasaan konyol di hatinya. Dia meraih ponsel yang tak jauh dari jangkauan. Jemarinya berselancar di atas benda pipih tersebut sembari menunggu Zayyan selesai dengan kegiatannya menjawab telepon.

Zaymiko || Pindah ke Fizzo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang