XXXVIII

2.4K 136 61
                                    

Disclaimer
Boboiboy © Animonsta Studio

"Half of Me"
Angst | Hurt-Comfort
Chara : Blaze ft. Ice
a story written by Zevuar
© December 2023

Serangan itu tertuju padanya. Benar-benar cepat bahkan Blaze sudah sangat yakin bahwa dia akan meregang nyawa saat itu juga. Dia sudah tidak punya energi yang tersisa yang dapat dia gunakan untuk sekedar menghindar saja. Blaze sudah pasrah, setidaknya Ice selamat di sana. Bagi Blaze, itu sudah lebih dari cukup. Tidak akan ada penyesalan berarti yang akan dirasakan olehnya.

Pertarungan mereka benar-benar menguras tenaga. Mereka kehilangan Gempa. Kuasa milik Gempa berhasil mereka dapatkan. Itu sebabnya mereka tidak bisa bertindak banyak. Kuasa milik Gempa benar-benar bukan tandingan mereka.

Lututnya sudah menyentuh tanah itu, kedua matanya mengatup dan menyembunyikan iris jingga miliknya. Telinganya berdengung saat seseorang meneriaki namanya. Dia tidak yakin itu siapa, dia sudah kehilangan fokusnya.

Sampai ketika percikan darah itu terciprat ke wajah miliknya, matanya sontak terbuka. Napasnya tercekat, tubuhnya membeku seketika saat dia melihat sosok itu berdiri melindunginya.

"Aze? K-kenapa kau ... hanya diam?"

Ice terjatuh dari posisinya. Kristal tajam tertanam di tubuhnya. Dia berlutut, tepat di depan Blaze. Darah itu mengalir deras di sana, mengotori hoodie biru kebanggaan miliknya.

"I-Ice?" tangannya bergetar hebat. Diraihnya pundak Ice untuk menahan tubuh itu. Kedua iris mata mereka bertemu; saling beradu satu sama lain. Iris jingga Blaze yang tampak nanar berbanding terbalik dengan iris aquamarine Ice yang mulai meredup.

"Ice, k-kenapa? Ice?! Ice?!" panggil Blaze parau. Bagaimana bisa? Ice sudah aman di sana. Jauh dari jangkauan serangan. Seharusnya Ice selamat! Seharusnya Ice tidak berada di sini! Ice tidak boleh di sini!

"Tubuhku ... bergerak sendiri ... Aze," ucapnya. Seulas senyuman terlukis di wajahnya, tangannya kini menangkup kedua pipi milik Blaze. Ice sendiri tidak tahu kenapa dia berada di sini. Dia hanya mengikuti instingnya, tubuhnya bergerak tanpa diperintah.

"J-jangan ... menangis. Aku ... baik-baik saja."

Bagaimana bisa Blaze percaya begitu saja? Apa maksudnya baik-baik saja? Ice terluka parah! Tubuhnya tertusuk, mulutnya mengeluarkan darah.

"Aze cuma mimpi, 'kan? Aze cuma mimpi! Iya! Aze mimpi buruk. Ice bakalan baik-baik saja. Ya! Ice bakalan baik-baik saja!" ucapnya parau. Dia berusaha keras untuk tetap berpikir positif walaupun tangan Ice yang menangkup kedua pipinya semakin dingin setiap detiknya. Tangan Ice tidak pernah seperti itu, walaupun dia mengendalikan es, tangannya akan selalu hangat--bahkan lebih hangat dari Blaze.

Sedangkan Ice sendiri hanya diam tanpa banyak bersuara. Iris aquamarine miliknya masih terfokus pada Blaze. Ice berusaha mati-matian menahan rasa sakit pada tubuhnya yang tertusuk.

Ice teringat sesuatu.

"Gempa ... tidak akan ... melukai siapapun dengan kuasanya. Aze ... bisakah kau menolongnya? Gempa ... memikul beban terlalu banyak ... sejak kuasa dari jam itu kembali ... satu per satu."

Susah payah Ice berkata, napasnya terengah-engah. Bahkan sekedar menarik napas saja sudah sangat menyiksanya. Napasnya memburu; detak jantungnya semakin melemah.

"Diam, Ice. Diam. Berhentilah. Kumohon, katakan padaku ini hanya sebuah mimpi," lirihnya.

Sedangkan Ice memilih untuk menulihkan pendengarannya. Dia kembali bersuara, walaupun setiap suara yang dia keluarkan sudah hampir terdengar seperti bisikan semata.

Chaos - Oneshot Story | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang