Seminggu setelah aku dipermalukan oleh Arya dan yang lain, suasana sekolah kembali berjalan dengan normal. Bahkan hal yang tidak aku sadari pun telah terjadi. Yaitu Aldi dan gengnya mulai jarang mencari masalah dengan kami. Ada satu waktu saat aku melihat Aldi yang baru masuk sekolah setelah dirawat, dia memalingkan wajahnya dariku. Masih ada beberapa bagian dari wajahnya yang masih membiru. Apa aku memukulnya separah itu? Tapi dengan hal itu, keseharian kami jadi lebih tenang.
Hari ini aku berangkat sekolah seperti biasa. Hanya saja ada sesuatu yang kurasa sedikit berbeda. Saat aku masuk kelas, suasana di sini begitu hening. Bukan tanpa suara sama sekali, tapi seperti tidak ada yang menyadari kedatanganku. Ada yang aneh, aku tau itu.
"Ar, hari ini agak aneh ngga sih?" tanyaku.
"Hmm? Ngga tau juga, gue sih biasa aja rasanya."
"Gitu yah."
Yah, aku berusaha mengabaikan keanehan yang aku rasakan dari tadi. Saat jam pelajaran dimulai pun, kelas benar-benar seperti fokus ke mata pelajaran yang disampaikan pak guru. Bener-bener ada yang tidak beres. Biasanya kelas selalu rame bahkan pas pelajaran dimulai, tapi hari ini benar-benar terasa sepi. Seperti bukan hari-hari yang biasa aku lalui.
Arya juga hanya merespon obrolanku seadanya. Apa-apaan sih? Biasanya cerewet, sekarang jadi pendiam begini. Anak-anak yang lain pun begitu. Mereka hanya mengobrol tipis-tipis dengan teman sebangku mereka. Saat bel istirahat berbunyi, semuanya langsung berhamburan pergi. Sedangkan Arya masih merapikan buku miliknya.
"Mau ke kantin, Ar?" tanyaku.
"Hmm, engga kayaknya. Gue mau ketemu seseorang."
"Siapa?"
"Ya orang pokoknya." Setelah itu dia pergi. Tuh, aneh kan.
"Fir, pulang sekolah nongkrong kagak?" tanyaku.
"Gue ada eskul ntar sore, Ndi."
"Lu Ram?"
"Sama."
"Si anjir."
Mereka semua seolah sangat sibuk hari ini. Hal itu benar-benar menggangguku. Alhasil, hari ini berjalan dengan sangat membosankan. Jam pelajaran selanjutnya, aku juga memilih diam saja. Sesekali aku memandang pemandangan luar kelas melalui jendela yang sudah hampir copot. Hanya ada satu paku yang menahan satu engsel jendela itu. Lalu aku rebahkan kepalaku di meja dan mulai terlelap. Saat aku membuka mata, ternyata kelas sudah sepi. Aku lihat jam di HP ku, ternyata sudah jam 3 sore. Eh gila, ngga ada yang bangunin.
Aku mengemasi barangku dan segera melangkah ke arah gerbang. Di sana aku melihat Ell yang berdiri di depan pos satpam. Aku hampirilah dia.
"Ell, belum pulang?" tanyaku.
"Lama banget kak, keluar kelasnya?"
"Maaf. Hari ini kelas rasanya aneh banget. Aku tidur juga ngga ada yang bangunin sampe jam segini."
"Masa sih?"
"Iya, ngga tau deh ada apaan."
"Eh liat sana deh, kak!"
"Ada apa?"
Aku menoleh ke arah yang ditunjukan Ell, tiba-tiba ...
PLAK ... CEPLOK ...
beberapa telur ayam mendarat di mukaku. Aku berusaha membersihkan telur yang hampir masuk mataku, tapi ...
BYUUR ...
Kali ini air. Apa yang terjadi? Setelah itu sekantung tepung mendarat di kelapaku. Saat mataku sudah bisa melihat lagi, ternyata ini ulah Arya dan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jiwa yang Terikat
FantasyKematian yang tak masuk akal dan kebangkitan yang lebih tak masuk akal. Dunia lain? Apa benar hal itu nyata?