Doa Istikharah [12]

880 36 7
                                    

Langit malam sudah berganti pagi, seluruh aktivitas sudah di mulai oleh penghuni bumi. Tak terkecuali dengan keluarga satu ini.

"Aduh! Uma ketiduran sampai telat buat sarapan! " pekik Maryam. Gegas ke dua tangan Maryam dengan lihai memasak sarapan simple.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam, dan beberapa anggota keluarga itu telah bangun dari alam sadarnya. "Lho, Azka belum bangun bi? "

Ghazalli hanya mampu menggeleng. "Kalau tau Azka belum bangun, kenapa ngga di bangunkan, abi? " ucap Maryam dengan nada halus namun memiliki makna yang seram.

Tak menjawab dari ucapan sang istri, Ghazalli bergegas membangunkan putra sulungnya. "Azka! Bangun, kamu mau telat ke kantor! Ini sudah hampir jam tujuh pagi! "

"Lima menit lagi uma, "

"Uma, uma. Ini abi, sekarang kamu bangun atau abi jual motor vespa butut mu! "

Mata yang semula masih terpejam, lantas melotot kaget. Secepat kilat Azkara masuk ke kamar mandi. Dan saat itu juga senyum kemenangan Ghazalli terbitkan, ternyata masih mempan juga jurus lamanya ini.

Ghazalli segera turun menuju ruang makan, ternyata disana telah diisi oleh bidadari bidadari-nya. "Pagi abi! " Vania menyapa-nya dengan sepotong roti di tangannya. "Pagi juga sayang, " sahutnya.

"Bang Azka belum bangun? "

"Udah, tadi abi bangun-kan, "

"Tumben cepet banget bi? Biasanya kalau uma bangunin harus cipratin air ke wajahnya dulu, "

"Abi gitu-loh, serba bisa. Apalagi hanya membingungkan sosok Azka, tinggal ancam vespa butut itu di buang, nanti juga matanya langsung melek uma, "

"Hah, yasudah kalian langsung makan. Uma mau mandiin Azkiya dulu. "

Drama pagi yang menyambut keluarga itu-pun telah berakhir dengan rutinitas wajib dari pagi hingga sore hari nanti.

Vania terduduk di sebuah latar masjid, ia berniat mencari inspirasi di daerah itu. Ya, sebelum dirinya masuk pesantren, ia adalah seorang komikus. Pembaca komiknya juga lumayan, sekitar enam ribu orang, namun begitulah walaupun sudah sebanyak itu, ia tetap harus melahirkan promosi dan alur yang sangat memuaskan pembaca.

"Sulit banget dapat inspirasi, padahal harusnya tinggal enam episode lagi sudah tamat. " tangannya terus menggambar di layar IPadnya.

"Lho, kak Nia! " pekik seorang anak perempuan.

Vania yang semula fokus, kini langsung buyar akibat teriakan nyaring itu. "Eh, Qilla! Apa kabar cantik. "

Gadis kecil itu berlari dan menjatuhkan diri dalam pelukan Vania. "Qilla kangen banget sama kak Nia, kok kak Nia tiba-tiba hilang gitu aja? Temen-temen nyariin kakak tau, " ucapnya dengan kesal.

"Ahaha, maaf ya, kakak waktu itu harus pergi ke pondok. Jadi, kakak udah ngga bisa ngajar ngaji lagi, dan lagi pula ada ustadzah Keyla-kan? "

"Iya, memang ada, tapi ustadzah Keyla itu galak kak. Makanya banyak temen-temen ngga masuk ngaji, dan yang masih ada-pun cuma aku, Rere, Teo, sama Dhelina. " pelukan erat itu telah ter-urai saat itu juga.

"Galak bagaimana? Ada yang melakukan kesalahan mungkin, sampai ustadzah Keyla ngga nyaman, "

"Kita ngga lakuin kesalahan, tiap kita salah satu huruf hijaiyah aja, ustadzah Keyla langsung marah. Dia bilang 'kalian ini, sudah saya ajar dengan baik, kok masih salah sih! ' gitu kak, "

"Oalah, yaudah nanti kalau ustadzah Keyla bilang begitu lagi, coba kalian bilang begini 'maaf ustadzah, aku lupa bagian ini, tapi boleh ngga kalau memarahi kita jangan membentak? Kami takut ustadzah, ' begitu, tapi dengan nada halus ya dan jangan sampai membuat ustadzah Keyla marah lagi, mengerti? " Qilla mengangguk paham, walaupun di dalam hatinya masih kurang nyaman dengan keberadaan amarah ustadzah barunya itu.

"Yasudah, kakak pulang dulu ya. Hari udah mau sore, besok-besok kalau kakak ada waktu, nanti kita ketemu lagi ya? "

"Iya kak! "

Vania segera pulang. Sampai di rumah ia mendapati sosok anak kecil yang tengah belajar berjalan. "Wah, Kiya udah mau bisa jalan! " pekiknya tak tertahan.

"Iya, Kiya sedikit-sedikit udah bisa jalan. Iya kan princess kecil? " gurau Maryam dan di sahuti tawaan oleh Azkiya. "Yaudah, kamu buruan mandi terus makan gih. Abi sama bang Azka malam ini ngga pulang, karna abi harus jadi koki utama di acara perusahaan besar. Sedangkan bang Azka, harus hadir meeting di Bogor. "

"Oalah, baik uma! "

Dengan cepat Vania menyelesaikan ritual mandi dan makan malam bersama uma serta adik perempuannya itu. Di sambil dengan canda gurau, Vania menceritakan pengalamannya selama di pesantren. Hingga mendapatkan nasihat-nasihat tertentu oleh Maryam.

Usai makan malam, ia kembali melanjutkan murajaahnya hingga tuntas. Bukan hanya tuntas, tanpa sadar-pun ia tertidur di atas sajadah yang tengah ia gunakan.

"Saya benci dengan mu, Ilvania Putri Zahira! "

"Karna kamu, saya harus berpisah dengan seseorang yang saya cintai! Karna mu, saya harus terkepung di antara cinta tak berarti ini! Dan karna mu, saya harus menanggung rasa-, "

"ASTAGFIRULLAH! " lagi dan lagi mimpi buruk mengenai alam bawah sadar Vania, keringat dingin kembali membasahi pelipisnya. Tangan yang bergetar memeluk tubuhnya sendiri. "Ya Allah, mimpi apa ini? Mengapa aku slalu memimpikannya, apa ini pertanda dari mu? Untuk aku memikirkan lebih lama jenjang pernikahan itu? " gumamnya.

Vania kembali melakukan wudhu. Jam dinding sudah menunjukkan tengah malam, yang artinya ia boleh melakukan salat tahajjud dan tak hanya itu ia berniat untuk salat istikharah juga.

Satu rakaat dan sampai beberapa rakaat telah ia tuntaskan, begitu juga dengan kebiasaan yang harus Vania lakukan setelah salat.

"Ya Allah, aku tidak tau apa yang terjadi di masa depan nanti. Dan aku juga tidak tau mana jalan yang harus aku pilih. Untuk itu, aku meminta untuk di beri petunjuk, jawaban apa yang harus aku pilih. Apa aku harus menerima lamaran itu, atau aku harus menolak lamaran itu. Aku sungguh tidak tau ya Allah, bantu aku, bimbing-lah aku, dan damai-kan segala gundah resah dalam hatiku. Semua jawaban yang engkau berikan dalam hatiku, akan aku terima dengan lapang dada ya Allah. Hanya pada-Mu, aku bisa menenangkan serta menemukan segala sesuatu yang terbaik untuk ku. Aamiin. " kedua telapak tangan yang semula mengadah, kini menyapu pelan wajah Vania. Dengan artinya doa-doa yang Vania panjatkan, telah ia bebas-kan di jalur langit sana.

Hati yang semula masih resah ketakutan, kini telah menjadi hangat seperti tak ada masalah yang menimpanya. Tak hanya itu, rasa damai pada seluruh pikirannya telah terjadi dengan perlahan.

"Alhamdulillah, " gumamnya dengan senyuman lega yang menghiasi.

AL - IL

𖦙 Barakallah fiikum, terimakasih sudah membaca 𖦙

Hi! Gus Galak! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang