Evan menyesap teh hitamnya dengan perlahan. Berusaha menikmati waktu sarapannya sebaik mungkin. Mixy, si peri rumah datang sambil membawa makanan yang melayang-layang di udara. Petunia menatap dengan terkesima sihir peri rumah itu. Petunia bisa merasakannya, gejolak aneh yang merayap di dadanya kini kembali muncul. Seolah-olah mengatakan kepadanya bahwa ia tidak akan pernah bisa merasakan apa itu sihir. Bahwa, mimpi kecil penuh amarah itu akan selalu terkubur jauh ke dalam lubang yang tidak akan pernah bisa Petunia raih.
Evan berdeham. Pria Rosier itu menatap Petunia dengan dalam. Berusaha menjelajah pikiran berkabut wanita muggle itu. Rona kegembiraan yang ditampilkan wanita itu dalam sekejap berubah amarah. Petunia mengcengkram serbet dengan kuat membuat Evan bertanya-tanya. Apakah Petunianya akan baik-baik dengan kehidupan barunya? Wanitanya membenci sihir sepanjang hidupnya. Tapi sekarang Evan mengikat Petunia kedalam dunia yang ia benci. Membuat perasaan bersalah Evan terhadap wanita itu kian bertambah.
Kobaran api di perapian menghentikan kegiatan sarapan sepasang Rosier itu. Evan memberikan tatapan kesal kepada pria yang tanpa permisi keluar dari saluran floonya. Pria itu mengibas jubahnya dari bubuk floo yang menempel dan tersenyum cerah kepada sang pemilik rumah.
"Kau benar-benar tidak belajar, ya? Untuk apa semua nilai OWL dan NEWT-mu kalau kau cuma jadi bahan gosip seperti ini?" Regulus menghampiri Evan dan melempar koran Daily Prophet ke piring makan penyihir Rosier. Regulus tahu itu adalah sikap tidak terhormat bagi seorang penyihir dari keluarga Black. Tapi ia tidak bisa menahan rasa jengkel ketika melihat Evan, sahabatnya sedang santai menikmati sarapan.
Pagi tadi, dirumahnya, Walburga berteriak kencang membangunkannya dari tidur hanya untuk mengoceh mengenai kekasih dari seorang Evan Rosier. Nyonya Black itu tidak henti-hentinya bertanya mengenai siapa gadis itu. Jangankan kenal, Regulus saja tidak tahu siapa namanya.
"Apa salahnya? Orang-orang suka gosip, Regulus. Ini bukan masalah besar." Evan meletakkan koran dengan tenang. Pria itu tidak masalah melihat fotonya terpampang rapi di koran Daily Prophet. Kecuali kalimat tidak senonoh maha karya Rita Skeeter.
"Bukan masalah besar? Kau benar-benar membiarkan seorang Muggle ini—" Regulus melirik Petunia sebentar "—tersorot di seluruh dunia sihir? Kau sadar, kan, apa akibatnya?" Ungkap Regulus tidak sabaran sembari mengambil roti panggang dan sepotong paha ayam.
Petunia tersedak, hampir memuntahkan jus apel nya. Ia melirik takut ke arah Regulus yang menunjuk Petunia dengan paha ayam panggang itu. Dengan gugup Petunia membersihkan bekas jus di mulutnya. Memberikan senyuman maaf yang Petunia tidak tahu kesalahan apa yang telah ia perbuat.
Evan dengan tenang mengambil seteguk teh hangat. "Ini hanya di Inggris. Tidak sampai ke Prancis, apalagi keluarga besarku. Druella mungkin, tapi aku bisa menghadapinya."
Regulus menghempaskan badannya ke kursi. Mengambil segelas jus labu dan meminumnya sampai habis. Napasnya terengah-engah. Ia tidak bisa membiarkan semuanya buyar begitu saja. Semua rencana matangnya untuk membelot dari Voldemort. Dengan kesal, Regulus mengacak rambut hitamnya dengan kasar.
Petunia hanya bisa terdiam canggung. Otak kecilnya berusaha memproses segala hal dengan cepat. Tapi tetap saja ia tidak suka dengan tingkah laku tamu yang baru saja datang. Bisa-bisanya pria itu menunjuk dirinya dengan sepotong paha ayam. Seumur hidupnya, Petunia tidak pernah merasakan hal semalu ini. Ingin sekali gadis muggle itu membuang paha ayam yang tergeletak rapi di meja makan. Tapi ia urungkan dengan sekuat tenaga. Lagipula, walaupun ia menyandang nama Rosier. Ia masihlah tamu yang menumpang tidur di rumah ini.
"Tapi tetap saja, makhluk beringas tanpa kemanusiaan itu sudah tahu. Aku berani bertaruh dengan sepuluh galeon. Saat ini, burung hantu milik Malfoy akan segera tiba." Regulus berucap. Ia memberikan tatapan waspada pada Petunia. Mungkin hampir seperti melotot. Selera seorang Evan Rosier tidak buruk juga. Tapi gadis itu adalah mudblood. Terlebih makhluk yang tidak bisa menggunakan sihir. Bagi Regulus, itu sangat-sangat menyedihkan. Mungkin setara dengan peri rumah? Tapi Kreacher tetaplah lebih baik bagi Regulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petunia and Wizarding World
FanfictionPetunia Evans bangga bahwa dirinya normal, tidak seperti adik anehnya Lily dengan keterikatan kepada dunia sihir. Petunia selalu menjaga jarak dengan hal yang berbau sihir. Kebenciannya terhadap dunia sihir membuat hubungan Petunia dan Lily tidak se...