24. Wisuda

43 13 12
                                    


"Berhentilah membanding-bandingkan hidupmu dengan orang lain, karena bunga yang tumbuh, tidak mekar secara bersamaan."

-Adnan Khairi Al-Haqqi--

Satu bulan kemudian, acara kelulusan yang dinanti Adnan akhirnya tiba. Adnan sudah memberirahukan pada Nadya bahwa hari ini ia wisuda. Adnan meminta Nadya datang kekampusnya. Nadya sangat senang ketika Adnan memintanya datang. Nadya memakai dress kebaya panjang berwarna abu muda. Sedangkan Adnan? Memakai jas yang terlihat mahal berwarna hitam. Layaknya CEO kantoran. Adnan sangat tampan saat mengenakannya, apalagi Nadya, saking senangnya ia datang tepat waktunya. Beruntung Nadya tidak terjebak macet, biasanya kota Bandung selalu macet, karena penduduknya yang padat.

"Congratulations bro, akhirnya kita lulus," kata seorang laki-laki, yang tak lain teman Adnan.

"Alhamdulillah, congratulations, lo datang sama siapa Syam?" Adnan melirik perempuan disamping Syam.

"Oo, itu tunangan gue," jawab Syam, sembari memanggil tunangannya.

"Sayang, kenalin ini temen aku Adnan." Syam mengenalkannya pada Adnan,  perempuan itu mencoba menjabat tangan, tapi Adnan tersenyum menolaknya secara halus.

"Maaf, bukan mahrom." Adnan mencoba memberi pengertian.

"Oo, ya! Nggak apa-apa." perempuan tersebut menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Mas Adnan." merasa namanya terpanggil, Adnan pun menoleh.

Adnan tersenyum kearah Nadya, belum juga serah terima gelar sarjana Nadya datang lebih awal.

"Masya Allah, kamu cantik sekali, datang kesini sendiri?" tanya Adnan memastikan.

"Iya Mas, tadi Nadya naik grab online." Nadya tersipu malu.

"Yasudah ikut saya, biar saya kenalin kamu sama teman-teman saya." Adnan berjalan didepan, sementara Nadya mengekori Adnan dibelakang.

Sekarang pukul 08:00 Kevin masih menginap dirumah Revan. Karena sudah berbulan-bulan, semenjak Kevin di pesantren mereka jarang berkomunikasi. Mereka kembali bercanda seperti dahulu. Mereka adalah sahabat Kevin, biasanya teman mudah menghilang begitu saja. Bahkan mereka tidak seperti kacang lupa kulitnya. Tetap setia pada pertemanannya.

"Vin, lo mau sarapan apa, udahan dulu lah main play station nya, ayo cabut cari makan." Revan merebut mematikan game tersebut.

"Yaelah, dikit lagi gue menang, lo mah." Kevin berdecak kesal.

"Bentar lagi bos, gue lapar, lo nggak lapar apa?" Teddy memegang perutnya yang keroncongan.

"Gaskeun, ke warung pecel lele Bi Siti, langganan kita waktu SMA," usul Rizky.

"Skuy lah." mereka pun pergi ke warung pecel lel Bi Siti.

Pecel lele Bi Siti langganan mereka sejak SMA. Karena selain harganya terjangkau, makannya pun kenyang diperut. Bukan mereka tak mampu membeli makanan mahal, mungkin karena terbiasa sederhana, jadi mereka tak masalah makan dimanapun yang penting halal.

"Bi Siti, pesen pecel lele 4 porsi, seperti biasa ya." Teddy memesan makanan tersebut.

"Pesanan siapp." Bi Siti mengantarkan makanan tersebut dengan gemibra.

"Terimakasih Bi." Kevin segera menyantap makanan tersebut.

"Wah, Aden Kevin kemana aja? Bi Siti kangen tahu, udah lama nggak nongkrong disini." Bi Siti mengedipkan sebelah matanya.

Kevin tertawa ngakak, ia tak jadi menyantap makananya." Alhamdulillah, ada Bi, Kevin sekarang pindah ke pesantren Sabilunnajah Bandung."

"Syukur atuh, Bibi mah kangen pisan ka Aden teh, udah berbulan-bulan nggak main kesini gitu." Bi Siti tersenyum nakal, melirik ke arah Kevin. Bi Siti dan Kevin memang sengaja bercanda. Karena rasanya sepi jika tak ada Kevin.

Rumah Singgah Kean Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang