BAB II

185 17 4
                                    

Jangan lupa vote dan comment, ya. Selamat membaca 

Luna menatap gedung di hadapannya dengan senyuman lebar. Gedung tiga lantai itu terdiri atas cafebook di lantai dasar dan kantor penerbitan di dua lantai lainnya. Cafebook di bawah memiliki konsep cafe estetik dengan berbagai titik yang mendukung pengunjungnya untuk melakukan swafoto. Jendela besar yang mengarah ke jalan raya membuat pengguna jalan dapat mengetahui keindahan interior cafebook tersebut. Di sudut cafe terletak meja resepsionis yang berdampingan dengan lift dan tangga dengan tulisan "Daisy Publisher" terpasang besar-besar di atasnya.

"Ayo, saya panggilkan yang mengantar kalian ke bawah," ajak Juni, membawa Luna serta Andra, pria berkemeja flanel di samping Luna, keluar dari ruangan HRD. Lantai tiga gedung, tempat Luna berada saat ini, terbagi atas beberapa ruangan. Sementara sebagaian lantai terdiri atas ruangan, sebagian yang lain terdiri atas area outdoor. Area ini didominasi oleh pria yang suka bekerja di luar ruangan maupun tengah beristirahat dengan merokok.

"Nath," panggil Juni, menginterupsi kesibukan seorang pria, "kamu kan yang nganter Luna sama Andra?"

Pria itu mengangguk seraya membereskan laptopnya ke dalam tas. "Urusan di ruangan lo sudah kelar, kan?" tanya Nathan begitu mencapai posisi ketiganya. Tanpa berbasa-basi pria dengan wajah sinis itu menyuruh Luna dan Andra mengikutinya ke lantai dua.

Luna tanpa sadar membuka mulutnya, takjub dengan apa yang dia lihat. Berbeda dengan lantai tiga, lantai dua gedung ini memiliki konsep open space. Tidak ada tembok maupun sekat yang membatasi antar meja, sehingga setiap divisi telah memiliki mejanya sendiri sebagai pembeda satu sama lain. Satu-satunya ruangan di lantai ini—selain toilet—hanyalah ruang istirahat tempat melepas penat.

Meskipun orang akan beranggapan konsep open space akan membuat tempat ini terlihat penuh, namun meja-meja di sini ditata dengan rapi dan efisien. Tanaman hijau yang diletakkan di berbagai sudut pun membantu membuat ruangan terlihat lebih segar. Diam-diam Luna mendengus. Kalau tahu ruangan kerjanya berkonsep open space seperti ini, tentu Luna tidak akan khawatir menjadi anggota perempuan satu-satunya. Kalau baper dia tinggal ngobrol sama pegawai divisi lainnya!

"Ini tempat divisi IT," ujar Nathan begitu mencapai tiga meja yang ditata berdekatan. Tangannya menunjuk satu persatu meja di situ, menunjukan pembagian tim mereka berdasarkan meja. Dua meja developer—satu web dan satu mobile—ditata berhadapan. Sementara satu meja lagi untuk tim teknisi dan jaringan, berada di samping kedua meja tersebut. "Kalian duduk dulu aja di situ," Nathan menunjuk dua kursi dengan komputer di depannya, "terus ... terserah sih mau ngapain. Team leader kalian masih cuti setengah hari."

Mendengar penjelasan bernada acuh itu, Luna menghela napas panjang. Sepertinya ini salah satu masalah ketika berada di anggota tim yang didominasi kaum pria. Lihat saja bagaimana acuhnya interaksi mereka semua. Luna harap dia bisa bertahan dalam kondisi seperti ini karena sungguh, dia sudah merasa geregetan melihatnya.

***

"Nah, jadi ini tools yang kita pakai di sini. Kalian install dulu ya, sambil nunggu gue bukain repo[1] proyek kita."

Luna memandang list yang diberikan oleh team leader-nya. Pria yang ramah dan murah senyum itu tiba ketika jam makan siang berakhir. Setidaknya keberadaan pria seperti ini cukup untuk membuat Luna yakin bisa bertahan di tempat ini. Seolah memahami bahwa Luna masih cukup baru di bidang ini, Rio, team leader-nya, sering kali bertanya untuk memastikan Luna benar-benar memahami penjelasannya.

"Mas Andra," panggil Luna ragu-ragu, "kok aku nggak nemu library[2] yang dimaksud ya?"

Andra menoleh dan membenahi kaca matanya sebelum tersenyum hangat. "Luna bingung yang mana?"

HeartcodeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang